💍24

8.6K 876 73
                                    

Taman mini bermain di belakang rumah Awan cukup mengurangi rasa bosan Hujan kala netranya mengamati kegiatan Glen yang bermain.

Awan merancangnya sedemikian rupa, menyesuaikan umur sang anak yang berjalannya tahun semakin bertambah.

Melihat tingkah Glen yang aktif, Hujan kembali memikirkan niatnya sejak kemarin. Hujan berniat untuk berhenti sebab kesehatan Glen sudah jauh lebih baik. Dan tidak ada lagi alasan baginya untuk tinggal lama. Seminggu, Hujan rasa sudah cukup.

"Ama!" suara Glen menarik Hujan dari dunianya. Menatap Glen yang berjalan mendekatinya, Hujan pun turut melangkah mendekati anak itu.

"Kenapa, Sayang?" tanyanya berjongkok menyamakan tinggi Glen kemudian mengelus halus surai hitamnya.

Anak itu tak menjawab, selain memeluk Hujan dengan tubuh kotornya. Mengerti apa yang diinginkan anak itu, Hujan membawanya dalam gendongan lalu masuk ke dalam rumah.

"Glen mau mandi, ya." Hujan berceloteh sambil menjawil pipi Glen gemas. Putra Awan itu hanya tertawa, pelukannya tak mengendur saat keduanya memasuki ruang tengah.

"Appa!" seruan Glen seketika membuat Hujan menoleh ke belakang.

Sosok Awan muncul dengan kemeja yang digulung sampai siku. Tapi fokusnya lebih diberikan pada sosok yang berada di samping Awan.

Seorang wanita berpenampilan modis terlihat mesra menggandeng lengan Awan disertai senyum manisnya tidak pernah pudar semenjak masuk ke dalam rumah.

"Hai, Glen." sapanya mengambil alih Glen dari gendongan Hujan. Glen yang pada dasarnya tidak pernah sungkan bertemu orang baru, hanya diam saja menatap wanita itu polos.

"Awan lihat. Glen terlihat menyukaiku." katanya mencubit pipi Glen gemas. Tatapan wanita itu beralih pada Hujan yang diam mengamati interaksi keduanya sedari tadi.

"Sayang, siapa dia? Apa pengasuh Glen?" tanyanya dengan embel-embel sayang yang diberikan pada Awan.

Hujan menebak bahwa keduanya memiliki hubungan khusus alias kekasih.

"Kurang lebih seperti itu." jawab Awan sekenanya. Hal yang mengundang Hujan menatapnya rumit. Sementara Awan hanya mengangkat satu alisnya.

"Oh hai, perkenalkan aku Tanisha. Siapa namamu?" tanyanya ramah yang dibalas Hujan dengan senyum kikuknya.

"Hujan."

Tanisha mengangguk ringan, dirinya mengatakan akan memandikan Glen yang mana langsung disetujui Awan saat itu juga.

Melihat kepergian dua orang itu, Hujan menatap Awan.

"Tanisha, kekasihku. Kelak dia akan menjadi ibu dari Glen." tanpa diminta, Awan menjelaskan siapa itu Tanisha. Sejujurnya Hujan tidak membutuhkan informasi tersebut, toh mau siapapun Tanisha di hidup Awan, Hujan tidak peduli.

"Selamat. Semoga langgeng," jawab Hujan memilin jarinya begitu teringat akan niatnya kemarin. Mumpung Awan ada di sini, sekalian saja Hujan mengatakannya.

"Emm, sebenarnya sejak kemarin aku ingin bilang ini. Seperti yang kita lihat, kesehatan Glen sudah pulih total. Dan menurut perjanjian, aku sudah bisa pulang." akunya mengangkat kepalanya usai menandaskan kalimatnya.

"Baiklah. Hari ini kamu bisa pulang." dan tanpa ada keraguan sedikitpun, Awan menyetujuinya.

Hujan mengangguk dua kali, sebelum berbalik menuju kamar Glen untuk membenahi pakaiannya. Dalam hati sebenarnya tak menyangka bahwa Awan dengan mudahnya memberi persetujuan. Hujan kira, bakal ada drama yang cukup menguras tenaga dan pikirannya.

❄❄❄

Hujan bberdiri menatap sebuah rumah minimalis di depannya. Kali ini dia tidak menyangka bisa menginjakkan kaki di rumah Khatulistiwa.

(,) sebelum (.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang