🌧02. Dia, yang telah mati rasa🌧

8.3K 550 37
                                    

"Mungkin manusia cacat fisik ataupun cacat mental terlihat sehina itu di mata para manusia sehat akal yang fisiknya sempurna."
-Laksana Bumi Amerta-

"-Laksana Bumi Amerta-

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

2 hari kemudian.

"Mi ayam satu, Bu. Minumnya air mineral aja, saya ambil sendiri di kulkas, ya."

Matahari sedang terik-teriknya, membakar kepala 6 pemuda di lapangan sana. Namun, meski mendengar seruan Amara yang mengudara sudah 3 kali banyaknya, mereka semua nampak tak peduli. Mereka semua masih asik merebut bola dari sesamanya untuk dimasukkan ke dalam ring.

Amara sudah lelah, sudah menyerah meminta mereka untuk menepi. Karena itulah anak itu memilih pergi, menuju kantin untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak pagi.

Makanan yang ia pesan datang, gadis itu menyambutnya dengan senyum hangat. Wanita paruh baya yang baru saja meletakkan semangkuk mi pergi, tepat ketika 4 gadis lain datang menghampiri Amara.

"Jangan dimakan!" ucap salah satu dari mereka, menahan tangan Amara yang hendak memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.

Mata gadis itu berubah menajam, seraya menarik tangannya dari cekalan Jingga. Bersamaan dengan itu, derai tawa milik si gadis perundung mengudara, menertawakan upaya Amara untuk membela dirinya.

"Gue cuma mau makan dengan tenang, Kak. Lo ada masalah apa, sih?!"

"Bisa enggak sih nurut? Gue cuma mau ngasih penyedap ke makanan lo biar rasanya lebih enak, Amara."

"Lo juga bisa enggak sih enggak usah gangguin gue? Gue cuma mau makan dengan tenang!" ulang Amara, sedikit menekan kata-katanya.

Tangannya Amara tarik kencang, tanpa sengaja membuat tubuh Jingga terhuyung ke depan. Gadis bersurai panjang itu menubruk mangkuk mi ayam di atas meja. Bunyi benda yang membentur lantai terdengar begitu keras.

"Dasar jalang sialan!"

Teriakan itu mengudara bersama dengan tubuh Jingga yang kembali bangkit. Gadis itu menarik rambut Amara, membuat pekikan spontan keluar dari mulut perempuan muda itu.

"Apa sih, Kak?! Lepasin, Sialan!"

"Berani-beraninya!"

Satu hantaman keras mendarat tepat di dagu Amara. Gadis itu berdesis, tangannya ikut naik menyambar surai Jingga kemudian menariknya kencang.

"Lepasin rambut gue, Anjing!" teriak gadis itu. Yang justru membuat Amara semakin mengencangkan tarikan.

"Males!" balas gadis itu. Kemudian menggiring tubuh Jingga menjauhi meja kantin. "Mau berantem? Ayo!"

"Lo salah berurusan sama orang! Tapi tetep aja ngeyel selalu ngebully gue!"

"Woi, lo bertiga! Kenapa malah diam aja, sih?! Bantuin gue, Anjir!"

2. Hujan dan Rintiknya [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें