🌧06. Bahagia terbesarnya🌧

4K 340 21
                                    

"Kebahagiaan terbesar gue adalah, melihat semua orang di semesta ini bahagia dan mau nerima takdir milik mereka. Meskipun takdir gue sendiri enggak bisa sebagus punya mereka."
-Amara Nayanika Ganeshia-

Meski terkesan bebal dan sulit diatur seperti yang dipikirkan Bumi, Amara itu tipikal gadis baik hati yang memiliki rasa welas asih tinggi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Meski terkesan bebal dan sulit diatur seperti yang dipikirkan Bumi, Amara itu tipikal gadis baik hati yang memiliki rasa welas asih tinggi. Mau semena-menanya Amara kepada para manusia kasar itu, mau seburuk dan sebrutal apa pun perlawanan anak itu kepada mereka, Amara tetaplah sosok gadis perasa yang mampu merasakan perih dan terluka ketika ada seseorang yang kesakitan. Gadis itu tak segan membantu kendati tindakannya beresiko.

Persis seperti sekarang, mati-matian dia menahan rasa cemas akan keadaannya nanti demi menyelamatkan Ocha. Bocah 16 tahun yang habis berantakan penampilannya setelah dirisak oleh Jingga bersama kawan-kawannya.

Amara melangkah cepat, membawa kotak P3K di tangannya, menghampiri Ocha yang sudah duduk di atas brankar. Gadis itu kesakitan, lantaran beberapa bagian tubuhnya dipukuli tanpa ampun oleh Jingga.

"Kak Amara enggak perlu bantuin gue sampai segininya juga. Nanti kalau Kak Jingga sampai tau dampaknya bakalan enggak baik buat, Kakak."

"Udah, yang itu enggak usah dipikirin. Yang penting, ini luka-lukanya diobatin dulu."

Amara mengambil sebuah salep, membuka tutupnya kemudian mengambil isinya sedikit. Tangannya kemudian bergerak, mendekati luka lebam di bawah mata Ocha.

Namun, belum sempat tangannya menyentuh permukaan terluar kulit Ocha, sebuah telapak lain menahan pergerakan Amara. "Sebelum dikasih salep harusnya tuh luka dibersihin dulu."

Gadis itu menoleh, menatap tubuh tinggi di belakang badannya. Sosok Jenggala nampak menghembuskan napas, kemudian si pemuda menarik Amara agar sedikit mundur dari tempatnya berdiri.

"Udah, biar Kakak aja yang ngobatin Ocha. Lo liatin aja, biar tau."

"Gue emang enggak terlalu jago ngobatin luka."

"Itu tau. Kenapa enggak ngabarin kita?"

3 pemuda lain tiba-tiba muncul dari balik pintu. Lantas merajut langkah menghampiri Amara, Jenggala, serta Ocha.

Sabiru, si pemilik wajah angkuh berlari tergopoh-gopoh, menangkup tangan Ocha yang bagian sikunya nampak membiru. Pemuda itu mengintrupsi Jenggala agar menyingkir, supaya dirinya bisa mengobati luka sang adik setelahnya.

"Kamu ngapain lagi sih, Cha? Udah Kakak bilang, jangan berurusan sama Jingga. Kenapa kamu enggak mau dengerin Kakak?"

"Aku enggak berurusan, Kak. Aku udah mencoba untuk menyingkir, tapi Kak Jingga selalu ngincar aku."

Sabiru meremat kapas di tangannya, kemudian mengusap wajah kasar. Pemuda itu kembali menangkup pundak Ocha setelahnya. "Mulai sekarang, jangan coba-coba deketin Seano! Kakak enggak mau denger bantahan, kali ini kamu nurut sama Kakak."

2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now