🌧46. Sesulit itu, ya?🌧

1K 98 11
                                    

Assalamu'alaikum, Hai aku kembali!

Gimana, udah melakukan hal baik di tiga hari terakhir ini?

Hari ini enggak lagi sedih, kan? Jangan, ya. Simpan air matanya, orang hebat enggak boleh terlalu sering nangis. Oke? Semangat buat hari ini dan seterusnya!

Oke. Jadi, siap baca babnya?

Siap dibikin nyesek dan greget lagi?

Silahkan ramein kolom komentar kalau ada sesuatu yang mengganggu perasaan kalian. Dan terakhir saatnya mengucapkan, HAPPY READING buat kalian❤❤

❁🌧❁


Sebelum memantapkan hati untuk menyerah, ingat siapa saja orang yang bisa membuatmu tertawa selama ini.

Sebelum memantapkan hati untuk menyerah, ingat siapa saja orang yang bisa membuatmu tertawa selama ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bumi berdiri diam, menanti Amara yang sibuk merapikan bukunya. Sejak kericuhan yang terjadi sedari pagi, sekolah ini sempat melakukan pembelajaran normal lagi. Namun sore ini, pada pukul 14.00 WIB yang harusnya diisi satu mata pelajaran lagi harus tertunda sebab Victoria tiba-tiba kedatangan pihak kepolisian.

"Udah?" Bumi lekas menyambut ketika Amara telah keluar dari kelas.

Gadis itu mengangguk. Keduanya kemudian diam, saling tatap satu sama lain cukup lama.

"Cui, kita tunggu di mobilnya Bang Mahen sama Bang Biru!" Suara Seano yang berseru terdengar oleh rungu. Bumi hanya mengangkat jempolnya sebagai balasan, sementara fokusnya masih tertuju kepada Amara.

"Soal ngebentak lo tadi, gue minta maaf."

Amara merajut langkah, gadis itu tak memberi tanggapan apa-apa. Kepalanya sedikit menunduk dengan kedua tangan yang menyatu untuk dimainkan jemarinya.

"Lo boleh marah. Tapi jangan lama-lama, ya?"

Amara melirik Bumi yang sejak tadi sibuk melangkah mundur. Gadis itu menghela napas pelan, kemudian langkahnya berhenti. Turut ia tahan pula kedua lengan pemuda itu agar sang empu juga berhenti melangkah.

Perlahan, senyuman Amara terkembang. "Gue enggak marah. Ya, tadi cuma kaget kok tiba-tiba lo ngebentak gitu. Tapi setelah ngeliat lo berani ke Jingga kaya tadi, gue puas banget. Enggak biasanya tau, bangga banget gue."

Amara tertawa, menunjukkan deretan giginya kepada Bumi. Gadis itu kemudian merangkul pundak Bumi, membuat laki-laki itu menunduk.

"Eh Ra, berarti pesta ulang tahunnya Victoria enggak jadi dong?"

Amara melepaskan rangkulannya. Gadis itu baru ingat. Amara berakhir mengedikkan bahu, tak ingin ambil pusing lagi memikirkan acara yang sejujurnya tak begitu penting bagi Amara.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now