🌧25. Yang bernyawa sibuk berduka🌧

1.6K 145 7
                                    

Tuhan punya rencana di balik setiap kejadian dan musibah. Tinggal sebijak apa kita sebagai manusia menyikapinya.

Di depan sebuah kanvas usang dengan jiplakan rupa persis seperti dirinya itu, Bumi Amerta berdiri kaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di depan sebuah kanvas usang dengan jiplakan rupa persis seperti dirinya itu, Bumi Amerta berdiri kaku. Kedua tangannya teremat, salah satu telapak milik Bumi menggenggam erat tabung kecil berisi obat yang seharusnya sudah ia telan sejak 1 jam yang lalu.

Perlahan, kepala anak berusia 17 tahun itu menunduk, menatap lurus ke arah bekas jahitan di tangan kirinya. Bumi terkikik geli, tak menyangka nadinya masih mampu bekerja setelah nyaris terpotong hampir satu bulan yang lalu.

"Ternyata berusaha sembuh pelan-pelan susah juga," gumamnya setelah menarik napas.

Bumi berjongkok, membuka tabung berisi obat yang harus rutin ia konsumsi setiap hari. Tatapannya nampak miris, sebab meski sudah berusaha bersikap optimis selama seminggu ini, nyatanya belum ada perubahan sedikit pun perihal kondisi mentalnya.

"Bin, obat gue masih sama ternyata. Dosisnya enggak diturunin," ucap Bumi kemudian menelan obat itu tanpa bantuan air.

"Gue cuma takut enggak bisa bahagiain Amara, takut juga enggak bisa bikin Ayah bangga karena pencapaian yang berusaha gue gapai berakhir gagal total dan gue enggak dapat apa-apa."

"Gue masih mau jadi pilot untuk Bunda, Bin."

"Gue-"

Ucapannya gagal mengudara, tepat pukul 09.00 WIB ponsel Bumi berdering. Pemuda itu merogoh saku celana, maniknya menatap layar ponsel yang menampilkan nama si pemanggil.

Ibu Nayanika.

"Halo, Ra?"

Napas Bumi berhembus pelan, seraya menanti ucapan yang akan keluar dari bibir Amara. Suasana berubah hening sejenak, hingga akhirnya suara serak Amara mengudara.

"Bumi ...."

Ada jeda cukup lama setelah si gadis memanggil namanya. Jantung Bumi berdesir, sebab setelah suara Amara terdengar, terdengar pula isakan saling bersahutan di seberang telepon sana.

"Lo kenapa? Gue ke apartemen, ya. Ra, lo diapain sama bang Gal-"

"Bumi, Ocha meninggal."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now