🌧05. Bumi dan peliknya🌧

4.5K 341 17
                                    

"Bukannya setiap yang berjiwa pasti akan pulang? Tuhan memberikan kehidupan ini cuma sementara. Suatu hari, kalau waktunya udah tiba, lo juga pasti akan pulang. Pasti akan bertemu Tuhan juga. Jadi, untuk apa menangisi kepulangan kalau kita sendiri nantinya juga akan melakukan hal yang sama? Yaitu, pulang."
-Antasena Bintang Prajaka-

Rekomendasi lagu yang diputar untuk menemani kalian membaca kisah ini:-Angel's like you-Usik-Bertaut-Runtuh-A thousand years-Cars out said

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Rekomendasi lagu yang diputar untuk menemani kalian membaca kisah ini:
-Angel's like you
-Usik
-Bertaut
-Runtuh
-A thousand years
-Cars out said

▄▄▄

Bohong jika berkata dia tak terkesan. Bumi tentu amat terkesan kala melihat coretan milik si kembaran terpajang sempurna di galeri sekolahnya. Bahkan, ada patrian namanya pula di sana.

Namun, rangkaian huruf abjad itu ditambah. Menjadi...

'Mengenang, Antasena Bintang Prajaka'.

Itulah yang membuat Bumi tertawa, lalu setelahnya menunduk dalam. Turut mengenang pemuda itu yang telah berpulang.

Tubuhnya si pemuda bawa mendekat, berdiri di samping sosok tinggi yang tersenyum manis ke arahnya. Pundaknya dipegang, terasa hangat. Bahkan sangat. Persis seperti ilusi ini yang masih nyata dahulu kala.

"Gimana hari ini?"

Bumi menoleh, menatap nanar sosoknya. Pemuda itu tersenyum setelahnya, bersama lelehan air mata yang turun ke dagu.

"Seperti biasa. Enggak ada yang membuat gue tertarik."

Sosok itu tertawa, menarik dua pundak adik kembarnya agar tubuh itu mau berbelok ke arahnya. Kepalanya menunduk, menatap sepatu Bumi lalu berlanjut ke kaki hingga naik sampai ke rupa.

"Satu pun?"

Bumi mengangguk. "Satu pun," jawabnya.

"Secuil bahkan enggak ada?"

Bumi terkekeh miris. "Enggak ada, Bin." Anak itu kembali menjawab.

"Kenapa?"

Bumi memalingkan wajah, beralih menatap lukisan penuh makna itu. Sebuah lukisan yang tanpa dirinya ketahui, dahulu kala pernah menjadi objek untuk si mendiang kala merenung. Kala si mendiang merindukan Bunda dan dirinya.

"Karena lo pulang," jawab Bumi. Setelahnya laki-laki itu bungkam.

"Bumi." Suara itu mengudara lagi, sangat halus menemani kedua netra Bumi yang memejam.

"Bukannya setiap yang berjiwa pasti akan pulang? Tuhan memberikan kehidupan ini cuma sementara. Suatu hari, kalau waktunya udah tiba, lo juga pasti akan pulang. Pasti akan bertemu Tuhan juga. Jadi, untuk apa menangisi kepulangan kalau kita sendiri nantinya juga akan melakukan hal yang sama? Yaitu, pulang."

2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now