🌧29. Halusinasi dalam mimpi🌧

1.4K 154 9
                                    

Sepertinya dunia nyata terlalu menyakitkan, karena itulah dia nyaman dalam ruang penuh halusinasi yang ia buat sendiri.
-Untuk yang katanya sakit jiwa-

Arsen menggenggam tangan itu erat, turut pula mengusap kening Bumi yang ikut terbungkus perban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsen menggenggam tangan itu erat, turut pula mengusap kening Bumi yang ikut terbungkus perban. Tak henti-hentinya pria itu berucap syukur, berucap terima kasih kepada Tuhan yang telah membuat anaknya memiliki tekad sekuat ini.

"Ayah bangga, Nak. Ayah bahagia punya anak sekuat Bumi."

Arsen tersenyum, mengamati wajah damai Bumi yang kedua matanya terpejam. Napas anaknya itu naik turun teratur di balik masker oksigen yang menutupi hidung dan mulut.

"Bumi hebat. Meskipun udah dijatuhkan berkali-kali, Bumi masih bisa bertahan hingga sekuat ini."

Arsen berdiri, mengusap pundak Bumi pelan. Selimut yang menutupi sebatas perut Arsen tarik lagi hingga menemui dada sang anak.

Sebenarnya Arsen ingin menatap wajah yang begitu persis seperti mendiang istrinya ini lebih lama. Namun sayup terdengar, suara adzan berkumandang saling bersahutan. Arsen juga menyadari, di luar sana suara tawa yang menebar bising milik anak-anak muda itu sudah tak terdengar lagi.

"Bumi istirahat, ya. Ayah mau izin keluar dulu, mau doain Bumi biar cepat dikasih kesembuhan sama Allah."

Pria itu mengecup kening Bumi, kemudian berlalu pergi setelah menutup pintu.

Kedua tungkai Bumi berhenti berlari, napasnya memburu, deruannya terdengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua tungkai Bumi berhenti berlari, napasnya memburu, deruannya terdengar. Tubuhnya Bumi bawa membungkuk, bermaksud mengatur napas yang naik turun tak teratur. Anak itu kembali berdiri tegak, peluh membasahi wajahnya, membuat surai Bumi terasa lepek ketika disentuh.

"Ayah?"

Teriakannya mengudara, dengan kedua tangan yang sibuk mencari tumpuan. Bumi meraba dinding yang berada di sisi kiri dan kanan tubuhnya. Entah hanya prasangka, atau sesuatu yang Bumi rasakan tentang dinding ini yang semakin terasa menghimpit memang benar adanya.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang