🌧08. Sakit milik mereka🌧

2.8K 264 37
                                    

FLASHBACK

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

FLASHBACK

tepatnya 5 tahun lalu, dua orang bocah kembar yang hampir menginjak usia remaja itu nampak duduk tenang pada kursi tunggu milik sebuah rumah sakit. Di samping keduanya, tepat di tengah mereka, seorang pria dewasa berdiri dengan arah pandang tertuju kepada ponsel.

"Kembar, Ayah mau nebus obat dulu. Kalian tunggu di sini, oke?"

Ayah 2 bocah itu nampak begitu sibuk. Ketika tubuh tingginya berjongkok di hadapan si kembar, kepala Arsen nampak bergerak miring untuk menahan ponsel yang masih menyambungkan panggilan.

Arah pandang Arsen tertuju kepada sulung si kembar. Senyuman pria itu terbit, menemani raut pucat Bintang yang berubah sedikit bersinar setelah sembuh dari sakit. "Bin, kamu enggak boleh banyak gerak dulu. Duduk tenang di sini ya, Nak. Nanti Ayah kembali ... dan, Bumi-"

Arah pandang Arsen berubah, berganti menatap si bungsu pemilik tubuh bongsor yang duduk di samping Bintang. "Jagain abangmu, oke?"

Anak itu mengangguk, kemudian merangkul Bintang seraya mengusap punggung sang kakak kembar. Melihat interaksi itu, tentu saja Arsen tak berhenti menerbitkan senyum, juga rasa syukur yang terus terpanjat. Bukan hanya karena Bintang yang telah kembali disembuhkan, tapi juga karena rasa saling menjaga dari 2 anak kembarnya yang tak pernah berkurang sama sekali.

Arsen mengusap surai Bumi singkat guna memberi apresiasi. Lantas setelahnya pria itu pergi, meninggalkan si kembar yang telah menyelesaikan sandiwara.

"Aku bosen banget. Pengen pulang, terus mainan cat lagi."

"Sama, Bin. Aku juga pengen mainan kamera lagi."

Bumi bangkit, tungkai jenjangnya terajut. Tubuh anak itu berbalik, dengan netranya yang berubah menyorotkan binar. Di seberang jalan sana, ada penjual permen lolipop langganannya. Pedagang yang selalu Bumi beli dagangannya ketika di sekolah.

Si bungsu segera menghampiri Bintang. Ia tarik tubuh kakak kembarnya agar segera bangkit. Sejenak melupakan bahwa Bintang baru saja sembuh selepas penyakitnya kambuh tempo hari.

"Bin, liat ... ada Bapak yang suka kita beli permennya!" Anak itu menunjuk ke arah seberang, juga turut memastikan agar Bintang mampu melihatnya.

"Ya, terus, mau ngapain?"

Tubuhnya yang masih terasa lemas hendak Bintang bawa duduk kembali, namun sang adik menahan langkahnya. Anak itu justru menarik Bintang pergi dari koridor, menghampiri si tukang permen yang dikerubungi anak-anak.

"Bumi, Bapak itu ada di seberang jalan, aku males nyebrang. Nanti aja lah, kita nungguin Ayah dulu."

"Udah enggak apa-apa, sekalian kita beli lolipop buat Ayah. Aku ada uang, kok, dari sisa uang saku tadi."

"Tetep aja. Nanti Ayah nyariin kita kalau kita enggak ada di sini." Bintang mencoba meyakinkan, sejenak lupa bahwa adiknya ini juga keras kepala.

Bocah itu menahan pergerakan Bintang. Tubuh Bumi sama sekali tak beranjak. Maniknya yang semula berbinar akibat melihat lolipop warna-warni itu berubah menatap penuh permohonan kepada Bintang.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now