🌧21. Kita, bersama luka dan duka🌧

1.6K 176 9
                                    

Mudahnya, kita hanya kumpulan manusia terluka yang punya hobi minta diberi bahagia.

Mudahnya, kita hanya kumpulan manusia terluka yang punya hobi minta diberi bahagia

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Di luar hujan. Amara menghembuskan napas, menarik kursi untuk ia duduki. Dari arah dapur Jenggala datang, membawa 2 piring nasi goreng buatannya.

Tak seperti biasanya, suasana apartemen pemuda itu pagi ini begitu sepi. Tak ada musik berbagai genre yang biasa mengalun. Bahkan, Jenggala yang setiap pagi terlalu sering bersikap heboh, kini nampak tenang mendudukkan diri di hadapan Amara.

Cukup lama keduanya saling tatap, kemudian salah satunya meraih segelas air putih untuk diteguk hingga tandas. Sekali lagi, hanya ada suara helaan napas yang terdengar menemani kesunyian ruangan ini.

Hingga selang 2 menit setelahnya, Amara bersuara, "cepet dimakan, terus berangkat sana!"

Jenggala menatap lamat, kemudian tangan remaja itu terangkat. Jenggala menggerakannya, merangkai bahasa isyarat untuk Amara. "Maaf ya, Ra. Gue sama sekali enggak tau apa-apa soal lo yang dipukul Bintang Gemilang. Tau gitu, gue biarin aja dia sekarat di belakang sekolah."

Amara menghembuskan napas, satu tangannya terangkat, menyendok nasi goreng di atas piring. Kemudian gadis itu menatap Jenggala. "Emang apa sih yang lo tau, Kak? Sejak SMA gue ngerasa kita jauh biar pun kenyataannya kita ada di bawah atap yang sama."

Amara menyuapkan sesendok nasi goreng itu ke mulutnya. Ia kunyah pelan seraya menatap Jenggala yang nampak memainkan sendok yang dia pegang untuk mengaduk-aduk nasi goreng.

"Mulai sekarang enggak usah bantuin gue. Mau lo bantu atau enggak semua juga sama aja buat gue."

Jenggala menaikkan netra, meletakkan sendok yang semula dirinya pegang. "Seenggaknya biarin gue berusaha menjadi kakak yang baik buat lo," balas pemuda itu menggunakan bahasa isyarat.

"Berusaha jadi kakak yang baik atau berusaha Minta keselamatan diri gue ke mama lo?" Amara berdecih. "Pengemis lo! Pengecut! Asal lo tau, gue enggak perlu itu semua, Kak," ujar gadis itu menekan kata-katanya.

Amara bangkit, mendorong piring nasi goreng di hadapannya kemudian pergi dari depan meja makan. Jenggala turut bangkit setelahnya, merajut langkah mengikuti Amara yang membawa langkahnya menuju kamar.

"Apaan, sih?" ketus gadis itu, ketika Jenggala menahan pergerakannya untuk menutup pintu kamar. "Lepas enggak?!"

Jenggala kembali merangkai bahasa isyarat. "Gue ngelakuin itu semua buat lo, Ra."

"Kak, orang minta keselamatan itu ke Allah. Kita punya Tuhan, dan Tuhan kita bukan Bu Kirana. Lagian gue juga enggak mau lo terus ngelindungin gue tapi imbalannya lo cuma dapet sakit. Apa yang kita dapat itu enggak ada bedanya, Kak. Lo pernah mikir enggak sih kalau apa yang udah lo lakuin dan upayain cuma berbuah sia-sia? Sampai kapan lo mau diperbudak nyokap lo?"

Jenggala menggigit bibir dalamnya, tangannya yang semula teremat ia angkat. "Sampai hidup lo enggak penuh ancaman," balas pemuda itu dalam bahasa isyarat.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz