🌧18. Kekerasan, ternyata bukan segalanya🌧

1.6K 170 13
                                    

"Bales kekerasan dengan kekerasan lain itu bukan cara terbaik nyelesaiin masalah. Selain membuang waktu, itu juga malah bikin lo njebak diri lo sendiri dalam perangkap yang lebih membahayakan."
-Ocha Agnesia Rosaline-

"Semoga amal ibadahnya enggak diterima, dan dia dilempar ke neraka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Semoga amal ibadahnya enggak diterima, dan dia dilempar ke neraka."

Satu tamparan justru mendarat sempurna di pipi Seano setelah ucapan itu mengudara. Jenggala si pelaku nampak berapi-api di hadapannya.

"Dasar bego!" umpat Jenggala. "Kalau lo matiin dia, bukan Bumi yang dapet keadilan. Tapi lo yang dipenjara!"

Namun, Seano tetaplah Seano. Laki-laki itu alih-alih sadar justru tertawa. Sama sekali tak menyentuh pipinya yang terasa kebas bukan main setelah tamparan itu ia dapat.

"Enggak papa, asal kita impas. Gue ikhlas dipenjara asal dia mati." Seano menunjuk si korban, sosok Angkasa yang tak sadarkan diri di samping kaki Mahendra.

Mahendra menghela napas, mengusap wajahnya kasar setelah itu. Tak lama, Ocha datang. Gadis itu terkejut bukan main melihat wajah Angkasa yang berdarah-darah.

"Ini kak Bintang kenapa?" Gadis itu bertanya. Kepalanya menoleh ke arah sang kakak yang diam di belakang tubuh Seano.

Sabiru mendongak, menatap raut panik adiknya. "Dihajar sama Sean," jawab laki-laki 18 tahun itu.

Ocha benar-benar menganga, gadis itu berkacak pinggang dengan satu tangan di dagunya. Sumpah, kali ini dia tak berani menatap raut tajam Seano.

"Lo mau ngapain ke sini? Enggak kapok juga lo? Udah gue bilang, jangan ikut campur masalah gue mulai sekarang!"

Ocha sedikit berjengit, kemudian menegakkan kepala. Gadis itu menepuk kening, menyadari kebodohannya.

"Gue ke sini mau ngasih tau, Kak. Itu-" Ocha menunjuk ke arah gedung sekolah. "Kak Bumi dipanggil ke ruang BK, kayanya pihak sekolah mau urus perkara dua hari lalu itu."

"Serius?" Bisa-bisanya Mahendra masih bertanya di saat Joshua sudah berlari kalang kabut tanpa bersuara.

Ocha mengangguk setelah sempat menatap kepergian lelaki bermanik runcing itu. "Ngapain gue bercanda, Kak?"

Mahendra berdecak. Laki-laki itu menatap Jaka, Jenggala dan Sabiru secara bergantian. "Urus nih orang. Gue susulin Jo dulu." Setelahnya laki-laki itu berlari pergi dari hadapan Seano.

Jaka menyibak surai, setelah sempat menghela kasar menahan frustrasi. Pemuda itu berjongkok, hendak mengangkat tubuh Angkasa. Namun, segera ditahan oleh Seano yang tiba-tiba mendorong tubuhnya.

"Mau apa lo?!" teriak remaja itu tak santai.

"Diem!"

"Lo nyentuh dan nyelamatin dia ...." Seano menunjuk Angkasa, matanya menyorot tajam. "Abis juga lo sama gue, Bang!"

2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now