🌧62. Rumah yang sesungguhnya🌧

818 94 14
                                    

Hiduplah untuk, dan demi dirimu sendiri. Karena tidak ada yang benar-benar tau perihal dirimu kecuali kamu sendiri.

Terhitung hingga hari ini, sudah satu minggu berlalu

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Terhitung hingga hari ini, sudah satu minggu berlalu. Artinya, sudah dua minggu hari-harinya Amara lalui tanpa Bumi. Pemuda itu masih setia memejam, entah sampai kapan dia mau bangun.

Seano bilang, kondisi Bumi sudah lebih baik dari sebelumnya. Katanya Bumi juga akan dioprasi hari ini. Namun sayangnya, Amara tak bisa pergi ke rumah sakit karena Jenggala meminta Amara menemani dirinya pergi ke suatu tempat.

"Rahasia banget, kenapa enggak ngajak Kak Granetta aja? Kan bisa sekalian pacaran."

Jenggala memakai jaket denimnya. Pemuda itu melihat jam, kemudian netranya bergulir menatap Amara. Ini sudah waktunya.

"Soalnya urusan kali ini ada hubungannya sama lo. Yuk, orangnya pasti udah nungguin kita."

"Siapa sih, Kak?"

Amara berlari menyusul Jenggala setelah mengunci pintu rumah kontrakan mereka. Gadis itu melangkah di samping Jenggala yang sibuk merapikan rambutnya.

"Ntar juga tau. Ini kejutan buat lo."

"Kejutan?"

Langkah keduanya berhenti bersamaan dengan sebuah bus yang juga berhenti. Jenggala dan Amara melangkah masuk, menaiki bus itu. Setelahnya bus mulai melaju, membawa dua remaja itu menemui sosok yang sedari dulu kerap dipertanyakan oleh Amara.

Mungkin 10 menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di rumah yang sempat Jenggala ceritakan kepada Amara. Mereka turun di halte dekat rumah itu. Kemudian Jenggala segera menarik tangan Amara untuk menyebrang jalan.

"Rumah siapa itu gede banget? Udah kaya kastil aja. Pasti yang punya kaya banget."

"Itu rumah orang yang udah nolongin Abi. Namanya Pak Jaksa."

Amara total menghentikan langkah. Tatapan kagumnya berangsur berubah. Gadis itu membiarkan Jenggala melangkah seorang diri.

Jenggala yang menyadari adiknya itu tak lanjut berjalan menolehkan kepala, langkahnya kembali terajut menghampiri Amara.

"Kenapa?"

"Pak Jaksa itu Jaksa siapa?" Amara bertanya, netranya menyipit.

"Jaksa Hadrian Algara," balas Jenggala. Rautnya yang semula antusias berubah ikut sendu kala netranya melihat manik Amara berubah memerah. Adiknya itu nampak sedang menahan tangis.

"Siapa dia, Kak?"

Ucapan Amara yang berkata bahwa dia tak bisa menangis lagi kini tertepis. Sebab yang terjadi sekarang justru Amara yang mulai emosional. Seraya mengepalkan tangan, netranya ikutan berkaca-kaca.

"Suaminya Bu Andini Gretta Nagara. Adik iparnya, Sakti Nanggala Amerta." Suaranya terdengar bergetar kala Jenggala membeberkan fakta itu.

Sementara di tempatnya berdiri, pertahanan Amara roboh. Air mata terus luruh ke pipinya. Ada perasaan sakit juga bahagia yang secara bersamaan memenuhi hatinya.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora