🌧60. Terjaga sejenak 🌧

913 102 13
                                    

Jangan luapkan emosimu dengan menyakiti diri sendiri. Menangislah jika itu berhasil membuatmu lega. Tidurlah jika itu berhasil membuatmu tenang.

 Tidurlah jika itu berhasil membuatmu tenang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arsen kembali meneteskan air mata haru. Pria itu bangkit, kemudian membungkuk untuk mendekat ke wajah Bumi. Sementara Bumi, pemuda itu hanya menatap apa yang dilakukan Arsen tanpa mengeluarkan suara sekecil bisikan sekali pun.

Bumi merasakan keningnya yang terbalut perban dikecup lama. Laki-laki itu kembali menutup mata setelah perasaan nyaman tiba-tiba bisa ia rasakan.

"Alhamdulillah, Bumi beneran sadar? Bisa denger Ayah, Nak?"

Tak ada respon berupa anggukan. Arsen hanya melihat alis pemuda itu berkerut. Kini giliran kepala Bumi yang Arsen usap. "Bumi, bisa denger Ayah, 'kan?"

Netra Bumi kembali memejam, kemudian terbuka lagi. Lantas setelahnya, anggukan samar Arsen dapatkan.

Pria itu kembali menangis penuh haru, ia kecupi lagi kening Bumi. Kemudian Arsen duduk, kembali ia kecup telapak tangan itu. "Makasih, Bumi. Makasih udah bangun."

Kepala Arsen menoleh, pria itu mengambil pesawat terbang kecil yang ia bawa kemari. Arsen mengangkatnya, ia tunjukkan kepada Bumi yang masih diam menatap dengan netra sayunya.

"Lihat, Ayah bawa mainan favoritnya Bumi dulu. Bumi mau pegang?"

Arsen kembali meletakkan mainan itu di tangan Bumi. Sebuah mainan yang sangat anaknya itu sayangi dahulu kala. Mainan terakhir miliknya yang dibelikan oleh Mentari. Karena itu Bumi kelimpungan saat mengetahui pesawat favoritnya hilang.

Arsen tersenyum, kendati Bumi masih kesulitan memberi respon, namun Arsen tetap bersyukur. Setidaknya, telah siuman tandanya Bumi baik-baik saja.

Pria itu bangkit, bermaksud ingin menyampaikan berita gembira ini kepada Antariksa. Juga dokter yang Arsen rasa harus memeriksa keadaan Bumi.

Namun, belum resmi tungkainya terajut pergi, suara benda jatuh mengejutkan Arsen. Saat menoleh ke asal suara, rupanya pesawat di tangan Bumi yang terjatuh.

Arsen membungkuk, memungut pesawat itu. "Masih lemes banget ya tangannya?Sampai jatuh gini pesawat yang kamu pegang." Kepala Arsen mendongak, menatap Bumi yang terbatuk.

Pesawat itu kembali Arsen lepaskan, kursi di dekat tubuhnya Arsen dorong ke belakang. Segera Arsen raih telapak tangan Bumi, yang lekas disambut oleh rematan kuat dari tangan anaknya itu.

"Tenang, Bumi. Tenang, ambil napas pelan-pelan."

Mendengar itu, alih-alih menurut, Bumi malah merasa semakin kehilangan akal. Seluruh tubuhnya seketika terasa sakit. Perutnya berdenyut nyeri, sementara kepalanya terasa seperti dihantam ke dinding berulang kali.

2. Hujan dan Rintiknya [END]Where stories live. Discover now