Chapter 2

1.4K 206 24
                                    

9 bulan kemudian...

Di siang hari yang sangat cerah ini, aku dan Claude sedang bersantai di taman Istana Emerald.

"Istana ini akan dipakai oleh tuan putri, kan?" tanyaku membuka percakapan.

"Iya, aku berniat seperti itu," jawab Claude.

Aku terdiam sejenak sampai akhirnya mengutarakan isi pikiranku. "Claude, bagaimana kalau seandainya aku tak selamat saat melahirkan anak kita?"

Mendengar pertanyaan itu, mata Claude membulat sempurna. "Apa yang kau bicarakan?! Kau pasti selamat, Diana! Jangan berpikir macam-macam."

"Tidak ada yang tahu dengan masa depan, Claude. Aku merasa mana anak ini sangatlah besar. Itulah sebabnya aku takut," ungkapku.

Mendengar itu Claude langsung menarikku dan membawaku ke suatu tempat. Pria itu membawaku ke tempat di mana ada banyak penyihir di dalamnya.

Ya, Claude membawaku ke Menara Sihir. Entah untuk apa dia membawaku ke sini.
Pria itu segera memanggil salah satu penyihir yang sedang membaca buku di ujung sana. "Hei, kau coba periksa kandungan permaisuri!"

Merasa terpanggil, penyihir itu bergegas mendekati kami. Dia menatap ke arah perutku yang sudah sangat besar. "Mohon maaf untuk tindakan tidak sopan saya, yang mulia permaisuri." Penyihir itu meletakkan tangannya di atas perutku dan memeriksanya.

"Bagaimana, tuan penyihir?" tanyaku dengan perasaan gugup. Aku memang sudah tahu dengan keadaan bayi ini, tapi entah mengapa aku berharap ada hal yang berbeda dari novelnya.

Penyihir itu membuka matanya dengan raut wajah yang sangat terkejut. "Bayi yang ada di dalam kandungan yang mulia permaisuri memiliki banyak mana dan itu bisa bahaya bagi yang mulia permaisuri sendiri!"

"Berani sekali kamu berbicara seperti itu!" Claude menarik kerah jubah penyihir itu dan bersiap menghajarnya.

Namun penyihir itu segera mengatakan sesuatu lagi. "Saya tidak berbohong, yang mulia. Yang mulia permaisuri sudah bertahan sejauh ini saja sudah sangat hebat." Dia menatap Claude dengan tegas. "Anda harus memilih salah satu di antara mereka. Yang mulia permaisuri atau anak anda."

"Tentu saja aku akan memilih anak!" sambarku.

Claude menoleh ke arahku dengan tatapan tajamnya. "Apa yang kamu katakan, Diana?! Tentu saja aku akan memilihmu!"

"Tidak, yang mulia. Saya akan memilih anak ini," tolakku.

"Kau gila?! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Aku akan mempertahankanmu dibandingkan anak itu!" Setelah mengatakan hal itu, Claude pergi begitu saja.

Penyihir tadi mendekatiku dan berkata, "Anda harus memikirkan ini matang-matang, yang mulia permaisuri. Kalau anda memilih untuk menyerah, sepertinya kerajaan ini tidak akan bertahan lama melihat yang mulia sangat menyayangi anda."

"Tentu saja, tuan penyihir. Saya juga ingin tetap hidup supaya bisa menjaga anak ini, tapi seperti yang anda bilang tadi, mungkin saja saya tidak akan bertahan dengan luapan mana anak ini yang sangat besar." Setelah itu aku pun pergi meninggalkan Menara Sihir.

Aku tak langsung kembali ke istana melainkan berjalan-jalan sebentar untuk menenangkan pikiranku.

"Anak ini sudah hampir lahir, tapi aku masih belum menemukan cara agar aku bisa tetap hidup," monologku.

Saking fokusnya dengan pikiran sendiri, aku sampai tak sadar menginjak sesuatu hingga terdengar suara jeritan setelahnya.

Mendengar suara itu, aku langsung tersadar. "Siapa itu?!"

"Sebelum bertanya lihatlah dulu apa yang anda injak, nona," kata seseorang.

Aku melihat ke arah kakiku yang ternyata tak sengaja menginjak rambut seseorang. Aku segera memindahkan kakiku agar tak menginjak rambut hitam itu lagi. "Maaf, aku tak sengaja."

Orang tersebut bangun yang membuat rambut hitamnya yang panjang itu terjatuh lemas begitu saja. Sungguh rambut yang sangat cantik.

"Wow ada makhluk menarik di dalam sini," katanya sambil menunjuk perutku.

Aku melihat ke arah yang orang itu tunjuk dan tersenyum. "Di sini ada bayiku."

"Sepertinya enak," gumamnya yang masih dengan setia menatap ke arah perutku.

Aku bergidik ngeri mendengar perkataannya itu. "Enak? Dia bahkan belum lahir dan kau sudah mengatakan anak ini enak?"

Pria itu berdecak kesal. "Bukan anak ini yang enak, tapi mana yang dimiliki anak ini yang enak."

"Kau bisa memakan mana?" tanyaku.

"Iya. Dengan mana aku bisa memulihkan dan meningkatkan kekuatanku," jawabnya.

Ketemu! Aku menemukan solusinya.

"Tolong makanlah mana anak ini sebanyaknya, tuan," pintaku.

"Mana bisa aku memakan mana seseorang yang belum lahir," jawab orang itu.

Mendengar itu aku pun menundukkan kepala. "Begitu ya."

"Ah aku tau permasalahan di sini. Mana anakmu sangat melimpah dan orang bodoh itu mengatakan kalau hal itu bisa membahayakan dirimu saat melahirkannya, kan?" tebak pria itu.

Aku mengernyitkan kening mendengar perkataannya. "Orang bodoh? Apakah orang yang kau maksud itu penyihir menara?"

Pria berambut panjang itu mengangguk-anggukkan kepalanya "Iya, memang siapa lagi?"

"Dia adalah penyihir hebat di kerajaan Obelia. Bagaimana bisa kau mengatakan kalau dia orang adalah bodoh?" tanyaku tak percaya.

"Dia tidak bisa memberikan solusi, padahal jelas-jelas ada solusi supaya kau bisa selamat. Kalau tidak bodoh lalu apa?" ucapnya.

"Apa benar-benar ada solusi?!" tanyaku bersemangat.

"Tentu saja. Bukankah setiap masalah memiliki solusinya?" sahut pria itu.

Aku memegang tangannya dan memohon. "Tuan, bisakah anda memberitahu saya apa solusinya?"

Namun dia menepis tanganku. "Untuk apa aku memberitahumu? Tidak ada untungnya."

"Ada! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan," jawabku.

"Yang aku mau tidak akan bisa kau berikan," jawab pria tersebut.

"Katakanlah dulu apa yang kau inginkan," balasku.

Pria itu terdiam sejenak sampai akhirnya dia mengatakan hal yang diinginkannya. "Aku mau buah yang berasal pohon dunia."

Alisku bertaut. "Pohon dunia?"

"Lihat, kamu saja tidak tahu apa itu pohon dunia. Sudahlah, kamu hanya membuang-buang waktuku saja." Pria itu pun menghilang.

"Yang mulia permaisuri, di mana anda?" panggil seseorang.

Aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati pelayanku yang sedang mencariku. "Lily?"

Lily langsung menghampiriku dan memeriksa seluruh tubuhku. "Astaga, yang mulia permaisuri, kenapa anda di luar sendirian tanpa pengawal? Di mana tuan Robane?"

"Ah itu, Felix sedang menenangkan Claude," jawabku.

"Menenangkan yang mulia? Apa yang telah terjadi?" tanyanya bingung.

"Ceritanya panjang, Lily," sahutku.

"Baiklah, pertama-tama mari kita masuk dulu yang mulia permaisuri karena tidak baik berada di luar terlalu lama." Lily pun membawaku masuk dan membuatkan segelas susu hangat untukku.

Setelah itu aku menceritakan semua hal yang terjadi hari ini kepada Lily. Gadis itu nampak terkejut, tapi dia juga tak bisa berbuat banyak hal karena semuanya di luar kuasa manusia.

"Selamat istirahat, yang mulia permaisuri. Jangan terlalu dipikirkan hal yang terjadi hari ini. Panggil saya jika anda membutuhkan sesuatu." Lily pun keluar dari kamarku dengan membawa gelas yang telah kosong itu.

Reinkarnasi Diana ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang