Chapter 17

296 65 21
                                    

Aku, Penelope, dan Lily hanya tertawa geli melihat tingkah ketiga orang itu. Tentu saja kami tahu apa yang akan Claude dan kak Anas lakukan pada Felix, tapi tak sedikitpun ada niat untuk kita membantunya. Memang jahat, tapi menyenangkan.

"Baiklah, biarkan mereka bermain. Ayo kita makan duluan." Penelope melihat ke arah Athanasia yang ada digendongannya. "Athanasia mau makan apa, sayang?"

"Athy tidak mau makan," jawabnya.

"Loh kenapa? Tadi katanya Athanasia sudah lapar sekali waktu melihat semua makanan ini. Kok tiba-tiba tidak mau makan?" tanya Penelope kebingungan.

"Athy memang sudah lapar, tapi Athy maunya disuapin sama paman Anas. Tadi katanya paman Anas mau suapin Athy, tapi dia malah keluar main sama ayah dan Felix," jelas gadis kecil itu dengan wajah yang cemberut.

"Athanasia, jangan seperti itu, sayang. Paman Anas kan lagi keluar dulu sama ayah dan Felix. Athanasia makan ya? Biar ibu suapin," bujukku.

Namun Athanasia menggelengkan kepalanya.

Penelope merasa gemas dengan tingkah Athanasia itu. "Ya ampun jadi Athanasia maunya disuapin sama paman ya? Lucunya, tapi pamannya lagi keluar dulu jadi sekarang Athanasia disuapin sama bibi dulu ya? Masih ada nanti lagi buat disuapin sama paman."

"Ya sudah, sekarang Athy disuapin sama bibi dulu." Semangat gadis kecil itu kembali lagi. Dia mulai menunjuk makanan yang ingin dimakannya. "Bibi, Athy mau ikan bakar itu."

"Siap, tuan putri." Penelope mengambilkan makanan untuk Athanasia.

"Biar aku saja, Penelope," ucapku.

"Tidak apa-apa, Diana. Kau makanlah dulu, Athanasia biar aku yang suapin," jawab Penelope.

"Maaf telah merepotkanmu," kataku merasa tak enak.

"Santai saja, kita kan keluarga." Penelope mulai menyuapi Athanasia dan Athanasia menerima makanan itu. "Bagaimana Athanasia? Apakah makanannya enak?"

"Enak sekali! Athy suka! Bibi sangat pintar memasak," puji Athanasia.

Penelope tersenyum senang mendengarnya. "Syukurlah kalau Athanasia suka, nanti bibi buatkan lagi ya ikan bakarnya."

Athanasia mengangguk senang. "Iya, buatnya yang banyak ya, bibi."

"Baiklah, tuan putri." Penelope menoleh ke arahku. "Diana, Lily, bagaimana makanannya? Apakah sesuai dengan selera kalian?"

"Tentu saja. Penelope, masakanmu sangat enak," jawabku.

"Benar, nyonya Penelope. Kalau boleh tolong ajari saya cara membuatnya juga," timpal Lily.

"Baiklah, nanti kita masak bersama-sama ya," balas Penelope.

Kami semua pun menikmati makanan tersebut sambil mengobrol ringan membicarakan banyak hal.

Tak lama kak Anas, Claude, dan Felix telah kembali dengan penampilan yang lumayan acak-acakan.

"Ada apa denganmu, Felix? Mengapa tampangmu seperti orang yang habis berlari memutari kota Meita?" tanyaku penasaran.

"Yang mulia permaisuri, tolong sayaa," rengek Felix.

"Ada apa?" tanyaku.

"Saya di bul—" Mulut Felix langsung ditutup oleh kak Anas.

"Bukan apa-apa, kita hanya habis bermain tadi makanya lelah," sela kak Anas.

"Kenapa kamu menutup mulut Felix?" tanya Penelope.

"Tidak apa-apa. Felix terlalu berisik, makanya aku tutup mulutnya," jawab kak Anas.

Reinkarnasi Diana ( END )Where stories live. Discover now