Chapter 9

601 104 0
                                    

Felix mulai menyerang penyusup itu dengan brutal. Saat ada celah, aku langsung berlari dan mencari tempat aman untuk bersembunyi. Tetapi belum sempat aku menemukan tempat yang aman untuk sembunyi, ada penyusup lain yang siap membunuh kami.

Athanasia yang merasakan hawa berbahaya pun mulai menangis lagi. Aku berusaha menenangkannya, tapi tangis gadis kecil itu tak kunjung berhenti.

"Anakmu sangat berisik, yang mulia permaisuri," ucap penyusup itu.

"Wajar jika anak-anak menangis saat mereka merasa tidak aman!" jawabku.

"Tapi tangisannya membuat telingaku benar-benar sakit. Oh haruskah kubunuh anakmu itu supaya tidak berisik lagi?" tanyanya sambil mengeluarkan pedang.

Melihat pedang yang mulai keluar dari sarungnya itu membuatku mundur perlahan. "Jangan macam-macam!"

"Saya tidak macam-macam, tapi hanya satu macam. Berikanlah anakmu dan kau akan aku biarkan selamat," katanya.

"Tidak akan! Jangan berani menyentuhnya bahkan seujung kuku!" Saat melihat ada pedang di dekatku, aku segera mengambilnya. Ternyata pedang lebih berat dari perkiraanku apalagi aku mengangkatnya dengan satu tangan karena tangan yang lain sedang menggendong Athanasia.

"Apa yang ingin anda lakukan dengan pedang itu, yang mulia permaisuri?" tanya penyusup itu.

"Tentu saja membunuhmu!" jawabku.

Penyusup itu tertawa kencang. "Membunuhku? Anda bahkan terlihat keberatan mengangkat pedang itu."

Aku diam tak berkutik.

"Menyerahlah, yang mulia permaisuri. Saya akan mengirim anda ke surga tanpa rasa sakit sedikitpun," lanjutnya.

"Kau banyak omong!" Aku mulai mengarahkan pedang itu ke arahnya, tapi pedang tersebut hanya melukai pergelangan tangannya sedikit.

"Merepotkan. Kalau ingin melukaiku, lakukan dengan benar. Luka seperti ini tidak ada rasanya bagiku," decak penyusup itu.

Aku mencoba menyerangnya lagi, tapi penyusup itu menangkisnya dan alhasil pedang yang kupegang pun terlempar cukup jauh.

"Sudah cukup bermain-mainnya, yang mulia permaisuri," ucapnya dengan tatapan tajam.

"Sebenarnya siapa yang menyuruhmu melakukan ini?" tanyaku.

"Orang yang akan mati tidak usah banyak tanya," sahutnya.

Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Otakku benar-benar buntu tak bisa memikirkan solusi untuk keluar dari situasi ini. Kalau tahu akan ada penyerangan seperti ini harusnya aku belajar pedang sebelumnya.

Aku harap masih bisa mengucapkan selamat tinggal kepada Claude dan lainnya. Ucapku dalam hati.

"Lucas?! Oh iya dia memberiku permata yang bisa kugunakan saat dalam bahaya." Aku mengambilnya dari saku gaunku dan melemparkannya ke lantai hingga hancur.

Dalam hitungan detik Lucas pun muncul di hadapanku.

"Lama sekali kau menggunakan permata itu. Aku lelah mencarimu di istana sebesar ini!" omel Lucas.

Aku mengernyitkan kening. "Mencari aku?"

"Tentu saja, bodoh. Tidak mungkin aku tidak tahu tau kalau terjadi sesuatu di aula pesta, tapi aku tidak bisa menemukanmu di mana pun. Aku hanya melihat yang mulia dan si rambut merah itu yang sedang bertarung di balkon," jelasnya.

Mendengar nama dua orang itu, aku langsung bertanya, "Apakah Claude dan Felix baik-baik saja?!"

"Tentu, aku membantunya sebelum akhirnya kau menggunakan permata itu untuk memanggilku," jawabnya.

Reinkarnasi Diana ( END )Where stories live. Discover now