7. Pertanyaan Ku

28 3 0
                                    

" kak, Acha boleh tanya sesuatu? " Tanya ku tak kala aku melihat dirinya baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamar kami ini.

Kami berdua memang sudah pindah ke rumah kami berdua dan tak terasa sudah nyaris satu bulan ini kami berdua hidup bersama di rumah baru yang di beli oleh suami ku.

" mau tanya apa Cha sama kakak? " Tanya Wira balik pada ku.

Sembari dirinya berjalan mendekati ku yang tengah duduk santai di lantai kamar yang berlapiskan karpet berbulu lembut berwarna abu - abu dan hitam. Dirinya pun mengikuti ku duduk di lantai sembari memandang ku lekat. Membuat kami berdua kini duduk saling berhadapan.

" Boleh Acha tanya maksud kakak di hotel tempo hari? " ujar ku bertanya pada dirinya.

" maksud kakak yang mana Cha? " tanya Wira

" itu. Maksudnya dari ucapan kakak. Saat kita pulang hotel habis kita menikah? Maksud kakak aku lupa sama kakak itu apa? Kakak bilang kakak akan cerita semuanya sama aku. " Ujar ku mencoba menggali informasi dan maksud dari Wira. Ucapan dan pertanyaan ku ini berhasil membuat Wira tersenyum tipis seraya memandang ku lekat.

" waktu kamu kecil, apa kamu punya teman Cha? " Tanya Wira tiba - tiba dan membuat kening ku berkerut. Apa hubungannya antara teman ku dan maksud Wira di hotel saat kami menginap dulu.

" Punya. Acha punya teman. Kenapa kak? " Ujar ku menjawab dan mengangguk. Mengiyakan ucapannya.

" apa kamu ingat dengan seorang teman mu yang selalu kamu beri sesuatu? Plester luka misalnya. " ucap Wira sembari dirinya menarik tangan ku dan menggengam tangan ku dengan hangat dan membuat ku tertegun.

Kepingan demi kepingan masa kecil ku mulai tersusun di otak ku. Tentang masa kecil ku dulu. Tentang seorang anak laki - laki yang kerap terluka. Dan aku yang selalu memberinya satu demi satu plester luka setiap dirinya terluka.

Aku kembali mengingat mengapa aku selalu bersedia plester luka di dalam kantong celana atau rok yang ku pakai. Itu di karenakan aku yang sering terluka karena di pukul papa dan mama.

Membuat Reza dan Sera yang diam - diam membelikan ku plester luka cukup banyak dan membuat ku menyimpannya di saku pakaian yang ku pakai. Apalagi mereka berdua tahu, jika mereka berdua semakin memperhatikan ku dan menyayangi ku.

Maka akan semakin sering pula papa dan mama menyakiti ku. Sehingga mereka berdua selalu diam dan mencoba menjaga jarak dari ku. Mereka berdua hanya bisa menjaga ku dari jauh.

" iya aku ingat soal plester luka. Lalu? Apa hubungannya kak? " tanya ku pada dirinya dan masih belum mengerti.

Membuat Wira menarik tangan ku untuk membuat ku semakin duduk mendekat pada dirinya. Bahkan kini ke dua lutut kami berdua saling menempel.

" Pertanyaan kakak masih sama. Apa kamu ingat dengan seorang teman mu yang selalu kamu beri plester luka? " Tanya Wira tersenyum memandang ku dengan penuh arti. Dan membuat ku tak yakin.

" I... inget. Acha inget punya satu temen waktu Acha kecil yang berhubungan sama plester luka. Tapi Acha gak yakin kak. " ujar ku pelan dan tak yakin. Tapi justru ucapan ku ini membuat senyum Wira semakin lebar memandang ku.

" Kenapa gak yakin? " Tanya Wira lembut.

" Acha ingat sama dia. Aku manggil dia Kian. Dia sepertinya seumuran sama aku dan Dia sering main sama aku. Dia juga sering jagain aku sampai bikin dia terluka. Dan aku selalu kasih dia plester luka buat nutupin luka yang Kian dapat setiap Kian nolongin aku. " Ujar ku pelan.

Aku memang mengingat sesosok anak laki - laki itu. Tapi sudah lama aku terpisah dengannya dan sampai saat ini aku tak pernah lagi bertemu dengan dirinya. Entah bagaimana penampilan Kian saat dirinya dewasa sekarang.

" Apa kamu tahu siapa nama panjang anak laki - laki itu? " Tanya Wira sekali lagi menanyai ku dan membuat ku menggeleng pelan.

" Acha cuma manggil dia Kian dan selama ini aku selalu manggil dia Kian. Aku gak pernah tahu siapa nama lengkap Kian, kak. " sahut ku.

" Apa kamu mau ketemu sama dia lagi? " Tanya Wira memancing ku dan tentu saja membuat ku mengangguk.

" Mau. Tentu saja mau. " Jawab ku sedikit antusias. Karena sedikit banyak aku juga cukup merindukan teman masa kecil ku itu.

" kalau ketemu dia, kamu mau ngapain Cha? " Tanya Wira sekali lagi.

" Acha mau bilang makasih sama dia. Acha mau bilang makasih karena udah jagain aku dulu. Bahkan sampai dia luka - luka. Dan aku cuma bisa kasih dia plester luka untuk ngobatin lukanya. Acha juga mau tahu. Gimana kabarnya sekarang. Aku bener - bener berharap dia bahagia sekarang. " Beritahu ku yang tanpa ku sadari membuat Wira menatap ku penuh arti dan membuat perasaan dirinya semakin membuncah.

" Apa kamu tahu nama lengkap kakak? " Tanya Wira misterius dan ku balas dengan anggukkan kepala ku.

" iya. Acha tahu. Wiratama Hendra Azkiandri. Iya kan kak? " Tanya ku balik dan membuat Wira yang kini menganggukkan kepala nya.

" iya. Itu nama lengkap kakak. Jika kakak bilang kalau kakak adalah Kian yang kamu cari. Apa kamu percaya sama kakak? " Tanya Wira pelan dan membuat ku tertegun tak percaya.

" mak... maksud kakak? " ucap ku bingung.

Dan tak tahu harus bagaimana. Aku memang mendengar ucapannya barusan. Tapi aku kembali bertanya maksudnya apa karena tak ingin salah paham dengan ucapannya ini.

Wira yang mendengar pertanyaan ku ini pun mulai beranjak berdiri dan melangkah menuju lemari pakaian milik kami berdua. Bisa ku lihat dirinya mengambil sesuatu entah itu apa dari lemari yang sedikit agak ke belakang dari pakaian miliknya dan berbalik berjalan kembali ke arah ku setelah menutup rapat lemari yang barusan dirinya buka.

*****

Si Fueras MiaWhere stories live. Discover now