22. Pelukan hangat Wira

23 5 12
                                    

Wira tiba - tiba saja mengulurkan tangannya sembari mengusap sudut bibir ku dengan lembut.

" eh? " gumam ku terkejut dengan ulah tiba - tiba Wira ini.

Apalagi kami berdua saat ini tengah makan malam bersama ayah, bunda dan Dinda di rumah ayah dan bunda. Sehingga aku tak percaya Wira akan melakukan hal ini saat di hadapan keluarganya.

" Makannya hati - hati sayang. Pelan - pelan aja. Gimana kalau nanti kamu tersedak? Hm? Kasian dede bayi nya di dalem perut mu kalau kamu batuk - batuk. " Tanya Wira dengan lembut seraya memandang ku lekat.

Jujur saja perilaku Wira ini membuat ku terdiam terpaku. Aku memang tahu jika dirinya selalu mencoba menjadi suami terbaik untuk ku dan menjalani pernikahan yang baik bersama ku. Tapi tetap saja aku terkejut dengan gerakan spontan Wira yang terkadang membuat ku merasa ada ribuan kupu - kupu yang beterbangan di perut ku. Persis seperti saat ini.

Apalagi aku tahu jika Wira adalah orang yang tak terlalu bisa mengekspresikan dirinya di depan orang banyak. Tapi di hadapan ku, Wira sama sekali tak seperti itu. Dirinya benar - benar berbeda seratus delapan puluh derajat. Apalagi semenjak dirinya mengetahui aku sedang hamil, dirinya semakin menjaga ku bahkan dari hal - hal kecil. Contoh nya saja seperti ini.

" Tuh kan yah, bun. Apa Dinda bilang. Kak Wira itu kalau udah sama kak Acha bakal jadi orang yang beda. Gak kayak Kak Wira biasanya. Apalagi pas Kak Acha hamil begini. " Ucap Dinda yang melihat bagaimana interaksi aku dan Wira.

" Ya berarti kakak mu udah ketemu sama pawangnya. Bagus kan kakak mu jadi ada sifat manusianya. " Ujar Ayah yang juga ikut terlihat senang  menyaksikan interaksi kami berdua.

" Memang harus begitu suami istri. Justru bunda marah kalau anak bunda cuek sama istrinya. Masa istri lagi hamil di cuekin. " sahut bunda menambahkan ucapan ayah. 

Apalagi ke dua orang tua Wira ini tahu benar jika anak sulung mereka adalah orang yang cuek dan tak terlalu bisa mengekspresikan dirinya sendiri di depan orang banyak. Termasuk di hadapan mereka sendiri.

*****

" Biasa aja yah, bun. " ujar Wira baru tersadar jika ulahnya barusan di lihat oleh keluarganya. Mencoba menahan malu lebih tepatnya karena tanpa sadar dirinya melakukan itu pada ku.

" Bucin mah bucin aja kak. Gak usah bilang biasa aja. Dasar Laki - laki Tsundere. " ujar Dinda tertawa karena tanpa sadar dirinya melihat jika daun telinga Wira tengah memerah saat ini. Menandakan jika kakak laki - lakinya ini tengah malu.

" Bucin apa Din? " Tanya ayah memandang anak bungsunya itu.

" Bucin itu singkatan dari budak cinta yah. " Sahut Dinda.

" Budak cinta gimana Din? Terus tsundere apa? " Kali ini bunda yang bertanya.

" ya itu. Apa - apa pasangan, gak bisa lepas gitu lah sama pasangannya. Terus kalau tsundere itu ya kaya kak Wira itu. " Jawab Dinda tersenyum lebar karena melihat daun telinga Wira semakin memerah karena ucapan adiknya itu.

" Tsundere itu yang kaya gimana Dinda? Ayah gak ngerti. " Tanya Ayah sekali lagi tak mengerti.

" Emang ayah gak sadar? Selama ini kan kak Wira itu pendiem, gak banyak omong. Sinis juga sama orang baru. Tapi coba lihat sama kak Acha. Kak Wira itu berubah seratus delapan puluh derajat. Bener - bener jadi orang yang baru. Kayak bukan kak Wira aja. Tsundere itu ya yang kayak gitu. Dingin sama orang baru, sama orang orang. Terus selalu diem atau sinis sama orang orang. Tapi sekalinya ketemu sama orang yang dia suka, bakal berubah. Bakal jadi kebalikannya. Kan sama kayak kak Wira. Makanya aku bilang kak Wira itu Tsundere. " Jelas Dinda panjang lebar. Menjelaskan kepada ke dua orang tua ku seperti dirinya menjelaskan pada ku tempo hari.

Si Fueras MiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang