32. Kedatangan Mereka Semua

16 4 0
                                    

" Alhamdulillah. Kakak udah sadar. " ucap Dinda menangis seraya memeluk ku erat.

DIrinya datang bersama ayah dan bunda yang langsung masuk ke ruang rawat inap ku dan menyerbu ke arah ku. Sangat terlihat ayah dan bunda begitu mengkhawatirkan ku. Sama seperti Dinda.

" hati - hati Din. Acha masih sakit perutnya. " tegur Wira dan membuat Dinda segera melepas pelukannya pada ku dan menatap ku dengan tatapan meminta maaf.

" maaf kak. Dinda lupa. Maaf. " ujar nya meminta maaf dengan tatapan bersalah dan membuat ku tersenyum tipis.

" gak papa kok Din. Kakak udah mendingan. Gak terlalu sakit lagi lukanya. " jawab ku menggeleng. Toh pelukan Dinda sama sekali tak menyakiti ku.

" justru kakak yang harusnya minta maaf sama kamu Din. Kakak malah bikin kamu repot. Bahkan bikin ayah sama bunda juga kerepotan karena Acha koma. Dan harus jagain Acha sama anak Acha. " ucap ku sekali lagi memandang mereka semua tanpa terkecuali.

Beruntungnya, sebelum ayah, bunda dan Dinda datang, Wira berbaik hati membantu ku untuk duduk bersandar di ranjang, sehingga saat ini aku sudah duduk tenang menghadap ke arah mereka semua.

" kakak ngomong apa sih. Kakak tuh gak pernah ngerepotin Dinda. Apalagi ngerepotin ayah sama bunda. " ujar Dinda menolak ucapan ku barusan.

" sst. Anak cantik nya ayah sama bunda gak boleh ngomong begitu. Acha sama sekali gak pernah merepotkan ayah bunda dan Dinda. Justru ayah dan bunda yang harus nya minta maaf sama Acha. Maaf karena ayah dan bunda belum mampu menjaga Acha sampai Acha harus jadi korban sama cucu ayah dan bunda. " Ucap Ayah yang langsung menggeleng dan menolak permintaan maaf ku, dan justru beliau lah yang meminta maaf pada ku.

Baru saja aku hendak membalas ucapan ayah, Reza dan Sera yang baru datang langsung membuka pintu ruang perawatan ku secara kasar dan langsung menghambur memeluk ku bersamaan.

Beruntungnya, memang Dinda langsung berdiri memberikan jarak dengan ku saat dirinya melihat Sera dan Reza datang dan mendekat ke arah ku yang masih berada di atas ranjang.

" adek kakak sudah sadar. " ucap Sera terisak sembari memeluk ku erat.

" maaf kakak gak bisa jaga kamu sama keponakan kakak. " kali ini Reza yang bersuara pelan. Masih merasa bersalah karena tak bisa menjaga ku dari ke dua orang tua kami bertiga.

" gak papa kak. Kak Sera sama kak Reza gak usah minta maaf. Acha sama anak Acha gak papa. Lagipula ini bukan salah kak Reza dan kak Sera. " ujar ku mencoba untuk menenangkan mereka berdua.

Dengan perlahan aku pun menghela pelukan kami bertiga seraya tersenyum tipis. Mencoba untuk menyingkirkan rasa tak nyaman di hati mereka berdua.

" Acha beneran gak papa kok kak. " ujar ku sekali lagi mencoba untuk menenangkan mereka semua.

" maaf kakak belum bisa jaga janji kakak buat jaga kamu Cha. " ujar Reza yang kini berdiri di samping ku. Membuat ku meraih tangannya dan mengenggamnya erat.

" kakak gak boleh ngomong begitu. Kakak sama kak Sera udah jadi kakak terbaik buat Acha. Malah Acha masih bersyukur sampai sekarang karena udah jadi adek nya kak Reza dan kak Sera. " jawab ku dan membuat Reza dan Sera kembali meneteskan air matanya.

" bahkan Setelah semua kejadian ini pun, Acha masih jadi Acha yang sama. Aku sepertinya memang harus mengikuti permintaan Wira untuk menjauhkan papa dan mama dari keluarga kecil Acha. " batin Reza tak nyaman.

" Aku merasa semakin bersalah pada Acha. Gak seharusnya ke dua orang tua ku membenci nya. Aku harus menjauhkan papa dan mama dari Acha. Setidaknya itu bisa membalas rasa bersalah ku pada Acha. " batin Sera.

Baik Reza mau pun Sera pun memandang ku lekat. Mereka berdua mulai kembali memikirkan perkataan Wira untuk menjauhkan ke dua orang tua ku dari keluarga kecil ku. Dan sebagai permintaan maaf merek pada ku karena tak bisa menjaga ku dari jahatnya orang tua kami bertiga.

*****

" Badannya masih sakit nak? " tanya bunda saat mendekati ku.

" atau ada yang mau ayah ambilkan? " tanya ayah yang masih setia duduk di sofa tak jauh dari ranjang tempat ku berada.

Kini aku di ruangan hanya di temani ayah dan bunda. Sedangkan Wira berhasil di paksa oleh Dinda, Reza dan Sera untuk keluar rawat inap ku dan pergi keluar dari rumah sakit. Setidaknya membuat Wira menghirup udara di luar selain udara di rumah sakit. Dan Wira pun baru beranjak pergi setelah ayah dan bunda berjanji menjaga ku sedemikian rupa.

" enggak kok bunda, ayah. Acha gak papa. Acha juga udah berasa enakan kok. " jawab ku menggeleng sembari tersenyum. Mencoba menenangkan ke dua mertua ku ini.

" bener nak? Acha tidur nya lama lho. Bener gak sakit badannya? Biar bunda pijitin. " ucap bunda yang sekali lagi membuat ku menggeleng kan kepala ku.

" Acha beneran gak papa kok bunda, lagian mas Wira tadi juga udah sempat pijitin badan Acha sebelum bunda ayah sama yang lain datang. " ujar ku menyahut. Toh, lagi pula mana mungkin aku tega membiarkan mertua ku sendiri memijati ku. Padahal harusnya aku yang memijat tubuh beliau.

" syukur lah kalau gitu. Acha kan tidur nya lama. Pasti badannya gak enak. Apalagi bekas operasinya pasti sakit. Bunda gak bisa bantu Acha apa - apa. " sahut bunda mengusap tangan ku yang bebas dari infus.

" bunda kok ngomongnya gitu. Acha beneran gak papa bunda. Justru Acha yang harusnya minta maaf sama ayah bunda dan yang lain. Acha malah bikin repot bikin khawatir semua orang. " ujar ku tak nyaman dan berganti bunda yang menggeleng memandang ku.

" Acha itu anak bunda sama ayah. Sama seperti Wira dan Dinda. Jadi Acha sama sekali tidak pernah merepotkan ayah dan bunda. Justru ayah dan bunda senang kami punya anak cantik satu lagi seperti Acha. Bahkan Acha sudah memberikan bunda dan ayah cucu yang tampan. " jawab bunda yang di ikuti anggukkan kepala oleh ayah.

" anak Acha sehat kan bunda? Acha gagal jaga anak Acha dan bikin anak Acha harus masuk ruang perawatan intensif. " gumam ku lirih merasa bersalah.

" eh, anak cantik ayah gak boleh ngomong gitu. Acha sama sekali gak salah. " ujar ayah menggeleng.

" anak Acha sehat kok. Dia tahu mamanya berjuang keras untuk tetap hidup. Dan dia juga sedang berjuang untuk bertahan. Jadi, Acha berdoa saja ya, semoga kalian berdua semakin baik dan kembali sehat. Dan mengenai masalah ini. Acha sama sekali gak salah. Acha sudah menjaga anak Acha dengan baik. Dan bunda tahu itu. " ujar bunda panjang lebar menasehati ku. Membuat ku mengangguk pelan.

*****

" orang tua Acha gak pernah datang nengokin Acha ya bunda? " tanya ku lirih pada bunda.

Dan di saat yang bersamaan, Wira, Dinda, Reza dan Sera membuka pintu ruang rawat ku dan  masuk mendekati ku. Belum sempat bunda menyahut pertanyaan ku, Wira sudah terlebih dahulu menyahut.

" kenapa tanyain mereka berdua? " tanya Wira bernada tak suka dan mendekati ku dengan langkah lebar.

" papa sama mama gak pernah ke sini ya mas? " tanya ku memandang dirinya lekat yang kini sudah berada di samping ranjang ku.

" Gak usah tanya orang tua mu Cha. Mas gak suka. Mas masih teringat gimana mereka berdua nyakitin kamu. " jawab Wira tegas dengan nada sangat tak suka.

" tapi tetap aja kan mas. Mereka orang tua Acha. Acha sampai saat ini masih bertanya tanya. Kenapa mama sama papa sebenci itu sama Acha. Acha ada salah apa sama mama sama papa? Acha iri sama kak Reza dan kak Sera. Ke dua kakak Acha sangat di cintai dan di sayang mama sama papa. Apa rasanya kak? Acha juga mau. Acha mau tahu rasanya di cintai sama mama sama papa. " ujar ku seraya memandang ke dua orang tua kakak ku yang masih berdiri di dekat Dinda. Mematung karena mendengar pertanyaan ku barusan pada mereka berdua.

Dan ucapan ku ini pun langsung membuat Wira menarik ku ke dalam pelukannya. Pelukan Wira ini seketika membuat tangis ku pecah dan membuat ku menangis tergugu di dalam pelukannya. Aku kembali mengingat bagaimana sikap orang tua ku pada ku sejak dulu hingga terjadi nya kejadian ini yang membuat ku harus melahirkan buah hati ku sebelum waktunya.

*****

Si Fueras MiaWhere stories live. Discover now