28. Mengetahui Kebenarannya

26 4 10
                                    

" Nak. " Ucap Ayah tak kala menemukan putra sulungnya ini berdiri mematung di depan ruang operasi dengan keadaan yang sangat kacau dan pakaian yang penuh darah.

" Kak. " Kali ini bunda yang menepuk pelan bahu Wira dan membuat dirinya menoleh pelan ke arah ke dua orang tuanya.

" Yah, Bunda. " Ucap Wira lirih dan membuat ayah juga bunda memeluk erat Wira.

" Acha nda. Acha penuh darah nda. " Ujar Wira sekali lagi seraya menangis menatap nanar pintu operasi yang kini sudah tertutup rapat.

" iya nak. Iya. Berdoa ya. Berdoa untuk keselamatan Acha dan calon anak kalian. " ujar bunda mencoba untuk menenangkan putra sulungnya ini dengan berurai air mata. Mau bagaimana pun, Beliau juga merasa ikut terpukul melihat kondisi ku.

" Acha kesakitan nda. Wira gak becus jaga Acha, yah. " Isak Wira akhirnya luruh di pelukan ke dua orang tuanya. 

Cukup sudah dirinya berupaya untuk terlihat kuat dan tegar menunggu selama ini. Tapi semua yang menghimpit dadanya kini akhirnya keluar sudah di pelukan ayah dan bunda saat ini. Membuat ayah dan bunda langsung memeluk erat putra sulungnya ini. Sakit rasanya mereka harus melihat anaknya yang selalu diam tak berekspresi harus menangis terisak seperti ini.

" Ayah yakin Acha anak yang kuat nak. Acha itu anak ayah yang kuat dan hebat. Acha dan calon anak kalian berdua pasti bertahan. Wira banyak - banyak berdoa ya nak. Untuk Acha dan calon anak kalian. " hibur ayah dan membuat Wira mengangguk lemah.

" iya nak. Acha pasti bertahan untuk kamu. Untuk kita. Wira harus yakin itu. " Kali ini bunda yang berupaya untuk menghibur Wira dengan usapan tangan beliau di punggung Wira.

Kembali Wira mengingat bagaimana dirinya menemukan ku yang sudah terjatuh seraya menangis di depan rumah yang kami berdua tempati sembari memeluk perut besar ku di hadapan ke dua orang tua ku.  

Dengan darah yang mengalir deras dari sela - ke dua kaki ku. Membuat Wira tak bisa berfikir apa - apa lagi. Yang ada di benaknya saat itu hanya keselamatan ku dan juga calon buah hati kami berdua.

Seperti orang kesetanan Wira membawa ku ke rumah sakit yang memang berada tak jauh dari rumah kami berdua. Beruntungnya jalanan yang kami berdua lalui tak terjebak macet dan rumah sakit yang kami tuju pun berada tak jauh dari rumah kami. Sehingga memudahkan Wira mengebut untuk membawa ku. Dan setelahnya, barulah dirinya mengabari ayah dan bunda perihal diri ku yang pendarahan hebat dan langsung di bawa ke rumah sakit oleh dirinya.

*****

" Wir. Bagaimana kondisi Acha? " panggil Reza dan Sera yang datang dengan tergesa. Mereka berdua menemukan Wira di depan pintu operasi Dengan tatapan kosong dan begitu berantakan.

" Acha gimana? Acha baik - baik aja kan Wir? " tanya Sera.

Seraya dirinya memandang ke arah Wira dan ke arah ruang operasi secara bergantian dengan rasa khawatir yang begitu tinggi. Apalagi dirinya melihat bagaimana pakaian Wira saat ini yang di penuhi banyak darah yang memulai mengering.

" apa salah Acha pada orang tua kalian? Kenapa mereka begitu membenci Acha? Bahkan sampai membuat Acha seperti ini? " tanya Wira dingin dan membuat baik Reza atau Sera saling berpandangan.

" maafkan orang tua ku Wir. "

" iya. Kami mewakili orang tua kami minta maaf Wir. " 

Bergantian Reza dan Sera meminta maaf pada Wira karena merasa begitu bersalah dan tak nyaman. Apalagi melihat bagaimana aku yang langsung berada di meja operasi saat ini. Antara hidup dan mati sembari menyelamatkan anak yang ku kandung. Adik mereka sendiri. Membuat mereka berfikir jika tidak sesederhana itu masalahnya.

Si Fueras MiaWhere stories live. Discover now