14. My Period

41 4 2
                                    

" Kak Acha? Sakit? " Tanya Dinda saat menemukan ku yang tengah duduk santai di kantin kampus sembari menikmati cemilan yang ku pesan tadi.

" eh Din. Enggak kok. " jawab ku menggeleng dan membuat adik ipar ku itu duduk di hadapan ku.

" bohong ah. Muka kakak pucat. " ujar Dinda bersikeras. 

Apalagi saat dirinya menemukan ku duduk di kantin dengan wajah yang pucat dan sedang memakan makanan manis membuat dirinya langsung di landa khawatir. Apalagi memang dirinya sebegitu perhatiannya pada ku. Persis sang kakak.

" kakak kenapa? " desak Dinda pada ku seraya meraih tangan ku dan mengenggamnya erat.

" kakak gak papa kok Din. Kakak cuma lagi dapet bulanan aja. " jawab ku jujur dan membuat Dinda menghela nafas panjang.

" hari pertama kak? " tanya Dinda dan membuat ku mengangguk.

" Kak Wira tahu? " Tanya Dinda sekali lagi dan kali ini ku balas dengan gelengan kepala.

" kakak belum cerita. Tadi pagi kakak dapetnya. Jadi ya mas Wira belum tahu. " jawab ku. 

" kakak masih ada kuliah abis ini? Ini udah jam dua sih. " ujar Dinda melirik ke arah jam tangan pink yang bertengger manis di lengan kirinya. 

" Udah habis kok sebelum kakak ke kantin. " jawab ku.

Hari ini hanya ada dua mata kuliah yang ku ikuti dan sudah selesai dua duanya. Sehingga aku sudah bisa pulang sebenarnya saat ini. Tapi aku sedang ingin makanan manis. Karena itu aku lebih memilih untuk ke kantin dan beli cemilan di banding langsung pulang.

Dan tanpa banyak bertanya lagi, setelah mendengar jawaban ku ini, Dinda langsung mengambil handphone miliknya dari saku belakang celana jeans yang dirinya pakai dan mulai mengotak atiknya di hadapan ku.

" mau ngapain kamu Din? " tanya ku memandangnya.

" mau nelpon kak Wira. Minta kak Wira jemput kakak biar kakak bisa istirahat di rumah. Aku hari ini naik motor. Gak mungkin aku bonceng kakak yang lagi sakit gini ke rumah. Ck. Tahu kakak lagi period gini harusnya aku bawa mobil ayah aja. Biar bisa bawa kakak pulang buat istirahat. " ujar Dinda sedikit menyesal yang tanpa sadar membuat ku tersenyum tipis memandang adik ipar ku ini. 

Jika ada persamaan antara suami ku dan Dinda, itu sudah pasti adalah rasa sayang mereka berdua pada ku. Aku benar - benar mendapat limpahan kasih sayang dari mereka berdua. Bahkan bukan hanya dari mereka berdua, Dari ayah dan bunda pun aku amat mendapat kasih sayang yang juga sangat berlimpah.

*****

" sayang? " panggil Wira saat dirinya baru tiba di kantin kampus kami dan langsung menyerbu ke arah ku dan Dinda yang tak jauh dari pintu masuk kantin.

" mas. "

" kak. "

" gimana perutnya? Masih sakit? " tanya Wira beruntun. Dirinya baru saja duduk di samping ku dan langsung memberikan pertanyaan beruntun pada ku. Padahal bernafas saja dirinya masih ngos - ngosan. 

" mas lari ke sini? " Tanya ku dan membuat Wira mengangguk.

" iya. Mas lari. " jawab Wira dan membuat ku mengulurkan teh es milik ku yang masih banyak pada dirinya.

" minum dulu mas. " ujar ku yang langsung saja membuat Wira meraih gelas milik ku dan menegak teh itu hingga tandas.

" kok cepat kak. Kan kakak bilang kakak di percetakan yang dekat rumah kakak? " Tanya Dinda. 

Pasalnya dirinya tahu jika dari percetakan milik kakaknya yang ada di dekat rumah kami berdua menuju ke kampus itu jaraknya cukup lumayan dan memakan waktu. Tapi tak perlu menunggu waktu lama, Wira sudah tiba di sini.

Si Fueras MiaWhere stories live. Discover now