6. Menangis

34 3 0
                                    

" kak Acha! " seru Dinda begitu dirinya masuk ke rumah.

Dan dirinya menemukan aku yang tengah duduk bersantai bersama dengan Wira. Ulah gadis yang kini menjadi adik ipar ku ini pun membuat senyum ku semakin terkembang karena dirinya. Dirinya pun segera berjalan cepat menuju ke arah ku dan Wira.

" hai Dinda. " sapa ku saat dirinya duduk di samping ku dan memeluk ku erat dari samping.

" cantik banget sih kak. " ujar Dinda yang berhasil membuat ku tertawa karena ucapan dan ulah nya ini.

" kamu juga cantik. Cantik banget malah. " balas ku tersenyum. Dan membuat kami berdua sama sama tersenyum.

" eh iya, aku beliin kakak kue lho. " ujar Dinda dan membuat ku mengangguk.

" iya. Kakak udah di kasih tahu sama bunda. Katanya kamu pergi naik mobil ayah kan. Beli kue katanya. " beritahu ku dan di balas anggukkan kepala oleh Dinda.

" iya. He he he sebagai tanda perkenalan gitu. " ujarnya dan membuat ku geleng - geleng kepala.

" kakak malah ngerepotin kamu jadinya. " ujar ku tak nyaman dengan dirinya. Ucapan ku ini tentu saja langsung di sanggah oleh Dinda.

" dih kata siapa kakak ngerepotin? Marah ya aku kalau ada yang bilang kakak kayak gitu. Kan aku yang mau. Lagian kakak tuh gak ada ngerepotin aku sama sekali. " Ujar Dinda sewot dan memeluk ku dari samping seraya menyandarkan kepalanya di bahu ku.

" makasih banyak ya Din. " ucap ku berterima kasih. Karena jujur saja aku begitu bersyukur di pertemukan oleh Wira dan keluarganya. Dan ucapan ku ini pun membuat Dinda menggeleng.

" kenapa kakak harus bilang makasih. Padahal aku gak ngapa - ngapain. Cuma beliin kue aja. " ujar Dinda.

Padahal, bukan masalah dirinya yang membelikan kue untuk ku yang membuat ku merasa begitu beruntung. Tapi karena perhatian dan semua perlakuan mereka sekeluarga pada ku yang membuat ku begitu merasa beruntung saat ini. Baik itu Wira, Dinda mau pun ayah dan bunda.

" enggak. Gak papa. Kakak cuma mau bilang makasih aja sama kamu. " ujar ku pada Dinda dan tanpa sadar membuat Wira memandang ku lekat dalam diamnya.

*****

" Cha. " panggil Wira dan membuat ku menoleh pada dirinya.

" Ya? Kenapa kak? " tanya ku.

" mau liat kamar kita? Barang - barang kamu udah kakak masukkan ke dalam kamar kita. Siapa tahu kamu mau lihat kan. " ujar Wira yang berhasil membuat hati ku menghangat seketika.

" kamar kita? " beo ku yang di balas anggukkan kepala oleh Wira.

" iya. Kamar kita. " sahut Wira.

" itu kan kamar kakak. " ujar ku sekali lagi dan membuat Wira tersenyum tipis.

" kan kamu istri kakak. Jadi ya punya kakak sekarang juga punya mu. Kamar kakak ya jadi kamar kamu juga. Punya kita berdua. " jawab Wira yang membuat ku memandang nya dalam diam ku.

Kamar kita. Dengan santai nya dirinya menyebut jika kamar miliknya menjadi kamar kami berdua. Bahkan dirinya berujar jika semua miliknya saat ini sudah menjadi milik ku juga karena kami berdua sudah menjadi suami istri. Aku benar - benar merasa geli dan gelenyar aneh di dalam tubuh ku. Tapi terasa sangat begitu menyenangkan.

" Cha? Kok diam? Gak mau ya? " tanya Wira salah paham dan langsung membuat ku menggeleng.

" e... Enggak kok. Acha mau kok kak. " jawab ku smaa sekali yak berniat untuk menolak ajakannya ini.

*****

" ini kamar kakak ya? " Tanya ku saat Wira mengajak ku menuju salah satu kamar dan membuka pintu kamar itu. Membuat ku melihat isi kamar itu yang begitu rapi dan terlihat nyaman.

Si Fueras MiaWhere stories live. Discover now