[18]

16.3K 1.8K 229
                                    

Jaemin hanya memandangi langit-langit kamarnya di tengah samarnya cahaya kamar. Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima pagi dan Jeno baru saja terlelap (sambil mendekapnya). Tangannya mendekap leher Jaemin sedang satu kakinya, naik ke atas paha Jaemin.

Dadanya naik saat dia menghembuskan nafas, dia bahkan tidak bisa memejamkan mata karena sudah tak mengantuk, dan tak bisa beranjak karena Jeno mendekapnya, membuat pergerakannya terbatas.

Sekarang, justru seperti dia yang menjadi suami Jeno. Dia di sini, mendekap Jeno agar pria itu tenang hingga akhirnya terlelap.

Dia semakin bingung dengan kisah hidupnya.

Beberapa menit hanya melamun, Jaemin menoleh saat mendengar Jeno mendengkur. Dia berusaha sepelan mungkin, menyingkirkan lengan dan kaki Jeno kemudian beranjak dari ranjang untuk mandi.

Setelah membersihkan diri, Jaemin bersiap untuk turun melihat Bibi. Namun langkahnya terhenti saat mendengar denting notifikasi ponselnya. Dia pun memeriksanya dan mendapati pesan masuk dari Tiffany.

Jaemin menoleh ke arah Jeno yang terlelap lalu memutuskan menghubungi Tiffany dan tak lama wanita itu mengangkat.

“Jaemin, apa benar Jeno ada di sana?” Tanya Tiffany dengan suara pelan, nyaris seperti berbisik.

“Iya, Ibu.” Jawab Jaemin.

“Sudah Ibu duga.” Tiffany terkikik. “Apa mereka bertengkar atau terjadi sesuatu? Seungmin tidak tidur semalaman dan dia berkali-kali keluar rumah dengan mata sembab?” Tanya Tiffany.

“Ah, itu aku juga tidak tahu, Bu. Tuan Lee tidak menceritakan apa pun padaku.”

Jaemin hanya mengambil jalan ini, karena dia tak memiliki hak untuk bercerita. Dia tak ingin, kepercayaan yang Jeno berikan, rusak dan membuat Jeno marah.

Ya, Jeno memilih apartemen ini sebagai tempatnya menenangkan diri. Itu artinya, Jeno percaya pada Jaemin.

Jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, Jaemin memandang Jeno yang masih terlelap, dia pasti sangat lelah. Jaemin pun menyambar ranselnya pada gantungan di sebelah meja belajar.

Tepat saat Jaemin menapaki anak tangga terakhir, bel rumahnya berbunyi. Dia pun bergegas untuk melihat dan mendapati Tiffany menunggu pintu di buka. Jaemin pun langsung membuka pintu dan wanita itu menyambutnya dengan senyum cerah.

“Masuklah, Bu.” Ajak Jaemin.

“Kau mau ke mana?” Tanya Tiffany memandangi penampilan Jaemin.

“Aku harus kuliah, Bu. Aku ada ulangan hari ini.” Ucap Jaemin.

“Kau sedang hamil besar, bukankah seharusnya kau mengambil cuti?” Tanya Tiffany.

“Aku selesai tahun depan, Bu. Jadi aku tidak mungkin cuti”

“Kenapa tidak mungkin? Universitas itu milik kami, katakan pada Jeno, dia bisa mengaturnya.” Oceh Tiffany yang balas senyum oleh Jaemin.

“Tuan Lee sedang tidur, Bu. Sebentar lagi mungkin dia bangun. Ibu di sini saja tidak apa-apa. Aku harus berangkat.”

“Padahal, Ibu ingin bercerita banyak denganmu.”

“Aku kembali pukul sepuluh, Bu. Jika Ibu masih di sini, kita bisa bercerita setelahnya.”

Tiffany tersenyum lalu mengacungkan ibu jarinya. Jaemin pun membungkuk hormat pada wanita itu lalu melangkah pergi untuk ke kampus. Sementara Tiffany meletakkan paperbag berisi pakaian Jeno sembari menunggu putranya terbangun.

Jeno menggeliat dari tidur lelapnya, seluruh tubuhnya terasa pegal membuat dia menggeram dan meregangkan otot tubuhnya. Setelahnya dia menghela nafas lega. Dia pandangi langit-langit kamar Jaemin membuatnya teringat sesuatu.

ONLY [NOMIN]✓Where stories live. Discover now