5

27.8K 3.1K 161
                                    

Halo halo halo,
Sehat semuanya?
Selamat membaca dan semoga menghibur.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.








Dengan tinggal di asrama, Vallen tidak perlu lagi berangkat menggunakan kendaraan umum, cukup berjalan kaki saja karena asrama masih berada dilingkungan sekolah tapi tetap harus melewati gerbang sekolah seperti para siswa lainnya. Itu bisa dihitung sekalian berolahraga. Vallen juga tidak perlu khawatir dengan tentang makanan, sekolah menyediakan makanan gratis untuk para siswanya, ada juga stand makanan khusus untuk siswa yang tidak suka makanan yang disediakan oleh sekolah tentu saja ini berbayar. Vallen sendiri tidak lagi pilih-pilih makanan jadi tentu saja Vallen akan memilih makanan yang sediakan sekolah. Saat ini ia tidak memiliki uang lebih, ia juga perlu memutar otak untuk menghasilkan uang.

Vallen melewati segerombolan siswa yang sepertinya sedang membicarakan tentang status barunya. Vallen mencoba menutup telinga, tidak mau menanggapi omongan siswa lain tentangnya. Selama itu tidak menggangunya, Vallen tidak keberatan.

"Ingin aku melakban mulut mereka," Deon mendumel, ia samar- samar bisa mendengar beberapa siswa membicarakan sahabatnya.

"Sudah, tidak perlu di dengarkan. Nanti juga mereka akan bosan sendiri."

"Vall kamu ko tenang banget sih, mereka ngomongin kamu lho."

"Terus, Vallen harus apa? Mau ditegur pun tidak menjamin mereka akan berhenti membicarakan, malahan itu akan membuat orang yang tidak suka akan merasa senang melihat Vallen marah."

"Huh," Deon tidak mau berbicara lagi.
Memang ada benarnya omongan Vallen tapi Deon tetap merasa tidak terima temannya dijadikan bahan pembicaraan.

"Vall lihat, itu si Ryan sama Kakak kamu."

Vallen melihat arah yang ditunjuk Deon, memang benar ada mobil yang terparkir di dekat gerbang. Ryan turun bersama Liam. Ia bisa melihat mantan kakak keduanya itu tengah mengelus kepala Ryan dengan lembut dan ada senyuman yang bertengger di bibir Liam. Vallen tampak tidak peduli dan merasa itu bukan urusannya.

"Mantan Kakak," Vallen membenarkan ucapan temannya.

"Ah, itu maksudku."

Vallen melanjutkan langkahnya, tidak ada lagi rasa cemburu yang ia rasakan pada Ryan. Vallen sudah sepenuhnya menerima keadaannya saat ini. Sudah cukup ia diberikan kesempatan untuk kembali dapat menghirup oksigen. Ia tidak mau membuang waktu untuk orang-orang yang tidak peduli padanya bahkan bisa dengan mudahnya melupakannya.

Liam melihat Vallen yang begitu saja mengabaikan kehadirannya bahkan seperti tidak pernah mengenal.  Sebenarnya ia mengantar adiknya Ryan sekaligus ingin menguji reaksi Vallen. Ternyata benar apa yang di ucapkan kakaknya, Vallen bersikap seperti tidak mengenal mereka.

Apakah ini trik barunya? Ya pasti ini trik baru Vallen untuk membuat mereka luluh. Liam yakin dengan pemikirannya. Jangan pikir dengan seolah tidak mengenalku akan membuatku luluh, Pikir Liam.

Deon mengikuti langkah temannya, sebenarnya ia ikut senang jika Vallen sekarang bisa menerima semuanya dengan tenang, setidaknya temannya tidak lagi terluka dengan sikap keluarga Johnson. Mereka begitu mudahnya meminta temannya untuk pergi dari kehidupan mereka setelah hidup bersama hampir 17 tahun. Seolah-olah waktu yang mereka habiskan bersama tidak ada artinya sama sekali. Deon berjanji akan menjadi menemani dan selalu ada untuk Vallen, jika keluarga Johnson tidak lagi peduli dengan Vallen, masih ada keluarganya yang siap mendukung Vallen.

Vallen dan Deon melewati kerumunan siswi yang terlihat sangat bersemangat. Entah apa yang membuat mereka terlihat begitu bahagia.

"Kalian sudah dengar? Hari ini triplet kembali setelah mengikuti olimpiade."

"Kyaaa, benarkah? Ah, dapet tambahan asupan nih."

"Ini beneran kan?"

"Iyalah, info ini sangat akurat. Lagipula jadwal olimpiade memang sudah selesai."

"Aku dengar mereka mendapatkan juara pertama."

"Wah gila sih, memang ngga ada lawan."

"Iya, udah ganteng, pinter tapi sayang dingin, tapi aku suka kyaaaaa."

Begitulah percakapan yang bisa di tangkap Vallen dan Deon. Mereka pasti sedang membicarakan tentang si kembar tiga. Pantas saja beberapa hari ini sekolah terlihat agak tenang, ternyata kakak kelasnya itu tidak ada disekolah sedang mengikuti olimpiade.

Si triplet Martinez, mereka sangat terkenal. Setiap kedatangan mereka akan membuat para siswi kegirangan.  Bahkan mereka mempunyai fans club.

"Wah emang si triplet jenius, mereka selalu memenangkan juara pertama di setiap perlombaan yang mereka ikuti."

Vallen menganggukkan kepalanya setuju, memang kakak kelas mereka itu  selain terkenal dengan ketampanannya juga tekenal dengan kejeniusannya. Mereka menjadi favorit para guru. Ah, Vallen merasa iri, meskipun ia pintar tapi tidak bisa di bandingkan dengan si triplet.

"Andai kepintaran mereka di bagi setengah denganku."

"Kalau begitu belajar."

"Kenapa harus repot-repot belajar jika ada Vallen," Deon memasang senyum lebar.

Vallen dibuat geleng-geleng kepala dengan perilaku temannya.

"Lagian mereka terlalu serakah ngga sih Vall?"

"Maksudnya?"

"Ya iya serakah! Sudah jenius, kaya, tampan, kurang apalagi coba."

"Tidak perlu iri, setiap orang punya garis takdirnya masing-masing."

"Huh, tetap saja."

"Sudah cepat ke kelas. Kamu belum mengerjakan PR matematika kan?"

"Hah? Emang ada? Serius?"

"Ada."

"Ahhh, ayo cepet Vall, aku belum ngerjain sama sekali."

Deon menarik tangan Vallen untuk bergegas ke kelas, Vallen sendiri dibuat terkekeh gemas melihat temannya yang sangat lucu saat membuat wajah panik.

Vallen bisa mendengar teriak heboh dari para siswi. Tak perlu melihat ke belakang untuk mengeceknya. Sudah pasti kehebohan itu diciptakan karena kedatangan si triplet. Vallen pasrah saat tangan temannya menariknya untuk berjalan lebih cepat.

Si triplet memasang ekspresi datar mendengar teriakan pada siswi setiap mereka sampai disekolah. Ketiganya berjalan mengabaikan tatapan memuja yang di arahkan pada mereka. Tak sengaja ketiganya melihat seorang siswa yang sedang ditarik oleh siswa lainnya yang terlihat sedang terburu-buru. Siswa yang tangannya ditarik tidak menampakkan wajah marah, malahan siswa itu terlihat tertawa dan dengan patuh mengikuti siswa yang menariknya.

Mereka bertiga saling memandang seperti sedang berkomunikasi lewat telepati. Mereka kemudian menunjukkan ekspresi "menarik".

Vallen yang tidak tahu tentang itu tiba-tiba merasa bulu kuduknya berdiri. Pagi ini tidak terasa dingin tapi kenapa bulu kuduknya berdiri.

"Kenapa Vall ?" Deon melihat temannya yang sedang menggosok secara bergantian lengan tangannya.

"Tidak tahu, tiba-tiba bulu kuduk Vallen berdiri. Padahal kan tidak dingin."

"Ah, mungkin ada angin yang lewat."

"Iya mungkin."

Deon melanjutkan menyalin tugas rumah temannya dengan serius, gerakan menulisnya semakin lama semakin cepat.

Vallen menopang wajahnya dengan satu tangan dengan sikunya yang dijadikan tumpuan.

Ah, setidaknya akhir-akhir ini Vallen merasa tenang. Tidak lagi merasa beban berat. Ternyata tidak semua kata melepas akan membawa dampak buruk. Buktinya Vallen merasa damai dan tidak lagi gelisah setelah melepas dan tidak lagi berharap pada keluarga lamanya ataupun keluarga barunya. Mengandalkan diri sendiri itu yang terbaik pikir Vallen sekarang.












Gimana? Vallen strong kan?

Tinggalkan komentar, oke?
Berikan kesan kalian buat Vallen, buat Inay juga boleh 🤭

5 Juli 2023

Another Cannon FodderWhere stories live. Discover now