6

27.5K 3.3K 166
                                    

Halo halo, masih nunggu Vallen?
Jangan lupa vote dan komen.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.



Vallen sedang makan bersama Deon, Panji dan Raffa. Suasana kantin sedikit heboh setelah beberapa hari ini si triplet makan di kantin. Sangat jarang si triplet menghabiskan makan siangnya di kantin. Tapi itu tidak mempengaruhi Vallen dan teman-temannya. Mereka merasa itu tidak ada hubungannya dengan mereka, jadi mereka tetap makan seperti biasanya.

Tapi Vallen dan temannya juga merasa ada yang tidak biasa.

"Pan, ini hanya perasaan aku, apa sepertinya emang si kembar tiga itu sering lihat ke arah sini?" tanya Raffa.

"Em, gimana ya? Sepertinya sih iya tapi takut kegeeran ngga sih?" Jawab Panji.

"Oh, kukira hanya aku yang merasakan. Ternyata kalian juga merasa, kan?" Imbuh Deon.

Vallen menelan makanan yang ada di mulutnya terlebih dahulu sebelum ikut menjawab, "Mungkin hanya kebetulan."

"Di bilang kebetulan bisa juga sih, tapi Vall, sekarang saja mereka lagi ngeliatin kesini."

Vallen melihat ke arah si triplet , memang benar si kembar sepertinya sedang melihat ke arah mejanya. Vallen bertemu dengan tiga pasang mata yang semuanya memasang wajah datar, Vallen berhasil dibuat bergidik oleh tatapan mereka.

"Sudah, tidak usah dilihatin terus. Habiskan makanannya, nanti keburu bel masuk."

Semuanya kembali makan, tidak lagi melanjutkan topik pembicaraan tentang si triplet. Kalau boleh jujur, memang Vallen merasa arah pandang si kembar mengarah, padanya? Tapi Vallen selalu menepis pemikiran itu. Ia tidak pernah bertegur sapa dengan mereka.

Apa ia tanpa sadar membuat marah si triplet? Tidak mungkin kan?

Jika pemikiran Vallen benar, Vallen merasa ingin menangis. Ia tidak bisa menyinggung orang seperti si triplet. Dengan statusnya sekarang tidak mungkin ia bisa menghadapi mereka. Vallen berdoa semoga kemungkinan itu tidak pernah terjadi.

Vallen dan Deon melewati Mading sekolah dan melihat ada lomba kejuaraan matematika seprovinsi untuk anak kelas dua. Juga tertera akan ada hadiah uang tunai sebesar 5 juta beserta beasiswa bagi pemenang. Ini benar-benar sesuai dengan apa yang diinginkan Vallen.

"De, lihat ini ada lomba. Pemenang dapat uang dan beasiswa, Vallen harus ikut nih."

"Wah, iya Vall. Ayolah, aku dukung."

"Kalau gitu, ayo antar Vallen daftar ke guru."

"Oke, siap."

Setelah kepergian keduanya, Ryan keluar dari tembok tak jauh dari Mading. Ia mendengar semua percakapan Vallen yang ingin mengikuti perlombaan.

Vallen menemui guru yang bertugas mencatat siswa yang ingin mengikuti perlomba, guru itu sangat antusias mendengar Vallen ingin  mengikuti lomba matematika seprovinsi. Walaupun lomba ini tidak terlalu besar tapi bisa menambah angka prestasi sekolah jika Vallen berhasil menang. Para guru tidak mendiskriminasi Vallen yang sudah berubah status menjadi siswa biasa. Selagi itu tidak mempengaruhi belajar, dan lagi masalah itu dianggap masalah pribadi jadi para guru tidak bisa ikut campur. Sekolah swasta ini sangat disiplin dan tidak membeda-bedakan siswanya. Semua murid mendapatkan hak yang sama.

"Sudah bapak guru catat dan akan bapak kirim formulir kamu ke perlombaan. Jadi semangat ya, bapak harap kamu bisa memenangkan perlombaan ini."

"Terima kasih pak, Vallen akan berusaha sebaik mungkin untuk mengharumkan nama sekolah."

Ketika hendak berbalik Vallen dikejutkan dengan kehadiran Ryan. Tapi itu hanya sesaat, Vallen melanjutkan langkahnya untuk keluar. Ia bisa mendengar percakapan Ryan dan guru sebelum keluar dari ruangan.

Ryan juga ingin ikut lomba matematika?

Lomba kali ini memang bebas dan perorangan, setiap sekolah bisa mengirimkan lebih dari satu siswanya untuk mengikuti perlombaan. Karena nantinya akan ada tahap seleksi, yang berhasil lolos akan mengikuti tahap selanjutnya.

"Vall, tadi sepertinya aku dengar kayanya Ryan juga ingin ikut lomba."

"Vallen juga dengar."

"Untuk apa dia ikut?"

"Tidak tahu."

"Dia tidak berniat menjadi sainganmu kan?"

"Vallen tidak tahu, jika dia ingin ikut, ikut saja. Tidak ada batasan sekolah mengirimkan perwakilannya, lomba ini perorangan. Jadi mau bagaimanapun dia otomatis akan jadi saingan Vallen."

"Iya sih."

Vallen bersungguh-sungguh ingin memenangkan perlombaan itu. Ia membutuhkan uang dan beasiswa itu.

Perlombaan akan dimulai seminggu lagi. Jadi Vallen mulai belajar dengan giat. Ia tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Jadi Vallen tidak bisa lepas dari buku kemanapun ia pergi. Sekalipun ia makan, akan ada buku yang terbuka di samping piring makanannya.

Vallen duduk dengan buku di tangan kirinya dan tangan kanannya memegang sebuah sendok untuk memberikan makan padanya. Panji dan Raffa tidak ikut makan bersama. Mereka ada kepentingan dan juga mereka beda kelas. Sedangkan Deon sedang membelikan jus strawberry kesukaannya, Vallen sempat menolak untuk dibelikan tapi Deon memaksa jadi ia hanya bisa patuh menunggu temannya yang sedang memesan jus untuknya.

Segelas jus diletakkan di hadapan Vallen tapi ia masih serius mempelajari buku yang ditangannya, "Terimakasih De."

Vallen tidak mendengar jawaban, dan merasa ada yang aneh.

Kenapa ia merasa kantin menjadi hening?

Vallen mengangkat kepalanya dan di buat kaget dengan kehadiran tiga orang yang memiliki wajah yang sama persis duduk didepannya. Ia juga merasa pandangan semua orang yang di kantin mengarah ke arahnya. Vallen merasa ingin menangis tapi tidak bisa menangis. Ia juga bisa melihat sosok temannya Deon yang berdiri kaku dengan dua gelas jus di masing-masing tangannya.

"Em, ada yang bisa Vallen bantu Kak?" Vallen bertanya dengan gugup.

Ia tidak melakukan kesalahan kan?

"Minum," ucap salah satu dari ketiganya.

"Huh?" Vallen dibuat bingung dengan ucapan singkat itu. Apakah jus ini untuknya?

"Ini?" Tunjuk Vallen pada jus yang ada di hadapannya.

Si triplet menganggukkan kepalanya secara bersamaan.

"Ini untuk Vallen?"

Vallen menadapat jawaban anggukkan kepala lagi.

"Em, terimakasih." Vallen dengan gugup meminum jus yang ada di depannya.

Hei, lagipula siapa yang tidak akan gugup saat kantin menjadi hening dan hanya terdengar suaranya. Apalagi semuanya fokus ke arahnya. Vallen benar-benar merasa ingin menangis saja! Vallen melihat ke arah Deon ingin meminta bantuan, tapi Deon sendiri masih berdiri kaku ditempatnya, tidak berani melangkah.

Melihat Vallen yang tidak nyaman, si triplet mengarah pandangan ke sekitar. Semuanya buru-buru kembali ke aktivitas semula, mereka cukup takut dengan tatapan si kembar.

Barulah Deon dengan kaku melangkah, dengan gugup dan sedikit ketakutan memberanikan diri untuk duduk di samping Vallen. Deon merasa kulit kepalanya kesemutan ditatap dengan ekspresi datar di kembar.

"Vallen kan?"

Vallen dengan kaku menganggukkan kepalanya.

"Kami menyukaimu, mulai sekarang Vallen akan menjadi adik kami."

"Huh?"

Vallen gagal meloading, apakah ia baru saja diklaim sebagai adik si kembar tiga?





Hohoho, akhirnya Vallen dapet pawang juga.

Seneng ngga? Senenglah pasti.

Tinggalkan komentar kalian. oke?

6 Juli 2023

Another Cannon FodderWhere stories live. Discover now