14

24K 2.7K 110
                                    

Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.




Vallen perlahan membuka matanya, pandangannya menjadi buram karena tidak memakai kacamata. Tapi ia merasa jika lingkungan disekitarnya terasa asing. Ia merasa ini bukan seperti asramanya. Vallen baru ingat, ia tertidur di mobil kakak kembarnya.

Vallen hanya bisa melihat samar-samar sekitarnya, ia menundukkan diri lalu berjalan perlahan ke arah yang ia ditebak sebuah pintu. Bukan lantai dingin melain karpet lembut yang ia rasakan saat menginjakkan kakinya, untungnya ia tidak tersandung dan bisa berjalan dengan tanpa ada hambatan dengan pandangannya yang masih samar-samar. Ia meraba dan seperti merasakan knop pintu lalu memutarnya.

Ceklik, pintu terbuka, Vallen melangkah keluar pintu.

"Tuan Muda hendak kemana?"

Vallen dikagetkan suara yang tiba-tiba saja terdengar dari sampingnya.

"Ma-maaf, ini dimana? Vallen ingin pulang."

"Anda ada di mansion. Tuan Muda ingin ke bawah? Mari, saya antar."

"Ah, terima-"

"Vallen," panggil seseorang yang diyakini salah satu kakak kembarnya.

"Kakak?"

"Em, sebentar Kakak ambilkan kacamatamu dulu."

Raga masuk ke dalam kamar lalu keluar membawa kacamata Vallen yang tadinya di letakkan di meja samping tempat tidur.

Raga memasangkan kacamata pada sang adik. Barulah Vallen bisa melihat dengan jelas sekitarnya. Ia sepertinya di sebuah rumah atau mungkin bisa dikatakan sebuah mansion. Vallen sedang berpikir dan menebak ia sedang ada dimana. Ia tidak di mansion Martinez, kan?

"Kakak, Vallen dimana?" tanya Vallen.

"Vallen di mansion Kakak."

"Man-mansion?"

"Em, ayo kebawah."

Vallen dengan kaku mengikuti kakaknya untuk masuk ke dalam lift. Ia tidak berani melihat ke kesekeliling tapi ia yakin jika mansion Martinez lebih besar dari mansion Johnson.

Vallen keluar dari lift dan dituntun ke sebuah ruangan, disana ada kedua kakak kembarnya dan seorang pria paruh baya yang terlihat masih muda dan tampan.

"Ayah," sapa Raga.

A-ayah?

"Vallen, benar?" ucap ayah si kembar.

"I-iya."

"Tidak perlu gugup, kemarilah."

Vallen melihat kakaknya yang ada di sampingnya. Raga menganggukkan kepalanya. Vallen dengan kaku berjalan ke arah pria paruh baya yang sedang duduk di sofa.

"Duduk."

Vallen duduk dan membuat jarak diantara keduanya.

Pria itu terkekeh melihat reaksi Vallen yang menurutnya lucu.

"Mendekatlah, Ayah tidak menggigit."

Vallen menggeser tubuhnya untuk lebih dekat, si pria yang sudah gemas langsung saja menarik tubuh Vallen untuk mendekat. Vallen terkejut saat tiba-tiba tubuhnya ditarik, tubuhnya condong ke arah tubuh ayah si kembar. Ia langsung membenarkan posisi duduknya dengan tegak.

"Tidak perlu gugup, nama Ayah Hugo Martinez. Panggil saja Ayah seperti si kembar."

"Tapi Vallen bukan siapa-siapa."

Another Cannon FodderWhere stories live. Discover now