11

25.7K 2.7K 92
                                    

Halo, halo.
Sehat kan? Sehat donk.
Selamat menikmati dan semoga menghibur.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.

Si kembar menatap ke arah Vallen, ketiganya takut Vallen akan merasa sedih setelah mendengar informasi yang disampaikan dokter. Mereka juga pandangan Vallen terlihat tidak fokus mungkin karena ia tidak bisa melihat dengan jelas.

"Vallen jangan sedih, Kakak akan mencari cara untuk menyembuhkan mata Vallen," ucap Arga.

"Vallen tidak sedih, bukankah dokter berkata ada cara mengatasinya. Menurut Vallen memakai tambahan kacamata tidak terlalu buruk."

"Jangan berbohong, Vallen boleh mengeluh pada Kak Gara."

"Vallen tidak bohong Kak."

"Oke, kami percaya. Apakah Vallen bisa melihat Kak Raga?"

Vallen hanya bisa melihat samar-samar sosok kakaknya.

"Vallen hanya bisa melihat samar-samar, mungkin jika lebih dekat akan lebih jelas."

Raga langsung mendekat ke arah adiknya, "Sudah jelas?"

"Belum terlalu tapi tidak sesamar sebelumnya."

Raga mulai mendekat ke depan wajah sanga adik, mungkin menyisakan jarak satu jengkal tangan saja, "Sekarang bagaimana?"

Sekarang Vallen bisa melihat dengan jelas wajah tampan kakaknya, apalagi hidung sang kakak yang sangat mancung terpampang dengan jelas di depannya. Tapi ia merasa sedikit tidak nyaman karena jarak keduanya yang terlalu dekat dan juga merasa malu.

"Jelas, tapi Vallen rasa terlalu dekat," selain merasa terlalu dekat, Vallen juga merasa malu jika di perhatikan dari jarak seperti itu.

Raga tersenyum kecil lalu mundur, ia merasa adiknya sangat lucu saat adiknya terlihat malu.

Sekarang si triplet tau jika melihat dari jarak yang sangat dekat adiknya bisa melihat dengan jelas. Mereka merasa sedikit lebih lega. Adiknya juga tidak terlihat sedih ataupun tertekan dengan kondisinya saat ini. Adiknya terlihat tenang, tidak ada tanda-tanda sedih ataupun penolakan.

"Ngomong-ngomong, Deon mana Kak?"

"Kakak menyuruhnya untuk pulang, lagipula masih ada kami disini. Jadi Kakak menyuruhnya untuk pulang dan membiarkan kami saja yang akan menjaga Vallen."

Vallen menganggukkan kepalanya tanda paham, lagipula Deon juga butuh istirahat juga. Kondisinya pun tidak terlalu serius. Ia malahan khawatir Deon yang akan menangis setelah mendengar diagnosa yang di sampaikan dokter. Ia tahu betul bagaimana sifat temannya, Deon merupakan teman satu-satunya dan  yang paling mengkhawatirkan dirinya.

"Besok Deon akan kesini bersama orang tuanya." Ucap Raga.

"Ah, begitu."

Vallen mendadak merindukan kedua orang tua temannya itu, yang biasa ia panggil dengan sebutan mami dan papi.

Orang tua Deon sangat baik padanya, mereka lebih terlihat seperti keluarga baginya jika dibanding dengan keluarga Johnson. Jujur Vallen memimpikan sosok orang tua seperti mereka. Tapi Vallen sadar tidak semua keinginan bisa tersampaikan. Bukan perhatian yang ia dapatkan malahan sikap dingin serta acuh tak acuh dari keluarganya yang dulu.

Vallen sudah tidak lagi menaruh ekspektasi pada sebuah kata bernama 'keluarga'.

Kenapa ia harus merasakan rasa nyaman dari keluarga orang lain, keluarga lama maupun barunya, menurutnya tidak jauh berbeda memperlakukannya. Jadi Vallen tidak mau repot-repot mengabari keluarga kandungnya tentangnya kondisinya. Vallen tidak merasa dirinya sepenting itu untuk keluarga kandungnya. Ia merasa sudah cukup dengan kehadiran kakak kembarnya. Menurutnya, orang lain lebih terlihat seperti keluarga baginya. Yang sudah hidup bersamanya lama dan mereka yang terhubung dengan ikatan darah tidak menjamin bisa saling memahami dan menyayangi.

Another Cannon FodderOnde as histórias ganham vida. Descobre agora