31. Jangan Mati

315 33 10
                                    

Yibo terpaksa kembali ke rumah tinggal untuk memeriksa persediaan obat dan makanan. Dan sialnya lagi dia kembali dengan pria yang tidur di atas ranjang bertingkat. Pria yang akan terus bertanya semua hal tanpa berpikir terlebih dahulu. Teman-teman relawan yang lain berada di rumah sakit untuk mengobati pasien baik jiwa maupun raga. Yibo adalah orang yang menyetir dalam perjalan pulang.

Yibo sedari awal sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi pembicaraan yang entah kemana perginya. Tapi pria di kursi penumpang sedari tadi diam. Bukankah itu hal baik? Ya, itu hal yang baik. Jalanan yang mereka lewati sangat gelap, hanya pepohonan dan sangat jarang kendaraan lain berpapasan. Langit di atas sana pekat menghitam meski baru berganti waktu dari petang.

Pria di kursi penumpang bergerak ke kiri ke kanan, mengangkat kaki lalu menurunkan, melihat keluar jendela mobil lalu kembali menatap jalan di depan. Yibo memperhatikan kegelisahan yang terjadi. Ada yang mengganggu pikirannya. Biasanya dia memang aktif namun kali ini berbeda, dia gelisah dan tidak nyaman.

Setelah sebulan bersama akhirnya Yibo mencoba membuka pembicaraan. "Ada apa?"

Segala aktivitas absurd yang dilakukan terhenti. Dia mengecek telinganya, apakah ada suara yang baru terdengar. Tapi dia yakin kalau di dalam mobil hanya dia dan Yibo. Bulu kuduknya mulai berdiri, mungkinkah mereka bersama hantu di dalam mobil. Pasti hutan dan jalan gelap ini memiliki hantu penunggu.

"Aku bertanya, ada apa?" Yibo menekankan setiap kata kali ini agar terdengar jelas.

Dia menoleh ke pria yang tengah mengemudi. Mulut sedikit terbuka, mata melotot tidak percaya. Benar, itu dari seorang Wang Yibo yang akhirnya lebih dulu berbicara. " aku...aku...a"

"Tidak perlu di jawab." Yibo memotong.

" aku hanya merasa sangat sedih dengan kejadian tadi." Jawabnya.

Yibo ber-hm mengiyakan. Pemandangan di depannya setelah peristiwa pemboman sangat meprihatinkan. Yibo sangat marah kepada pelaku, Meraka tak lebih dari iblis berwujud manusia. Sekejab mata merenggut banyak nyawa. Dia menguatkan diri menghadapi keadaan tersebut. Kali pertama melihat banyak mayat dan teriakan kesakitan dari yang masih bernapas.

Pria tadi ragu ingin mengatakan sesuatu. Dia sudah memendamnya hampir satu bulan. Memperhatikan Yibo dengan hati-hati, menimbang-nimbang apakah ini saatnya. Dia ingin hidup pria yang tengah mengemudi bisa sedikit lebih baik. Setidaknya dia tidak melihat mata sendu setiap hari, pria kesepian yang memandang bintang setiap malam meski langit hitam pekat, pria yang menjaga jarak dari semua orang, berada dalam dunia sendiri yang tak bisa orang lain jangkau.

Meski Yibo tak pernah membicarakan apapun tapi semua orang bisa tau ada kesedihan mendalam yang bisa di baca dari wajahnya. Semua orang di kamp relawan mencoba mendekat, berharap Yibo mau berbaur dengan lepas bersama namun dia membangun tembok tinggi kepada siapapun. Tak ada yang tau alasan pasti sikapnya kecuali pria yang duduk di mobil yang sama dengan Yibo.

*Flasback

"Elia, bisakah aku kembali dengan Yibo?"

Perempuan lima puluh tahunan yang tengah mengobati luka pasien terhenti sekejab dari aktivitasnya. " apa ada barang penting yang kalian tinggalkan di rumah?." Dia kembali melanjutkan mengobati korban, dia sedikit meringis meski Elia sangat berhati-hati mengobati.

Evan berpikir mencari alasan, dia merasa sangat jahat karena meminta kembali di saat semua orang dalam keadaan genting dang bersedih. Tapi dia merasa tidak benar membiarkan Yibo berada lebih lama dan dia ingin membicarakan sesuatu pada pria tersebut. " tidak, tapi..."

" kalau tidak ada maka tinggal di sini, bantuan sekecil apapun sangat berharga. Kita nanti kembali bersama, aku tidak bisa membiarkan anggotaku dalam bahaya." Sela Elia.

About Time (YiZhan) Where stories live. Discover now