36. Enam Tahun Tanpa Dirimu

394 36 5
                                    

Udara dingin berhembus melewati celah jendela kamar. Menyapa dua manusia yang masih berbungkus selimut tebal. Suhu semakin menurun seiring musim dingin yang mendekati puncak. Aktivitas manusia di luar rumah pagi hari kini berkurang. Mereka lebih memilih berdiam di ranjang empuk, menyembunyikan diri di dalam selimut hangat, secangkir kopi panas di atas meja dan musik klasik sebagai teman melewati hari yang terasa lebih panjang.

Penjuru dunia diterpa musim dingin namun ada beberapa tempat dimana matahari masih bersinar terik. Pohon natal sudah berdiri tegak di rumah-rumah. Lampu warna warni menyala mengelilingi pohon. Gantungan berbentuk kepingan salju, kaus kaki, permen dan tongkat digantung di setiap ranting pohon natal. Pita merah juga diselipkan di antara banyaknya pernak-pernik yang menambah kemeriahan.

Keluarga akan berkumpul bersama bahkan sebelum waktunya. Tapi ada beberapa di antara mereka hanya menjadi penonton menyambut sukacita Natal. Tak jauh berbeda dengan relawan yang berada di negeri yang jauh dari rumah. Mereka belum menghias pohon natal di rumah mereka. Masih ada misi sederhana yang harus diselesaikan. Membawa senyuman di wajah orang-orang yang membutuhkan uluran tangan.

Mereka sudah kembali selama empat tahun secara berulang ke kota ini menjelang natal. Membagikan pakaian musim dingin, selimut dan persediaan makanan selama musim dingin. "Terimakasih", "semoga Tuhan membalas kebaikan kallian". Inilah segelintir ucapan terimakasih mereka setelah menerima makanan dan baju. Mereka selalu di sambut setiap kali datang. Dua kali dalam setahun. Pertama mereka akan datang di pertengahan Juni lalu di akhir November hingga awal bulan Desember.

Ini sudah hari kelima dan sudah memasuki bulan Desember. Dua hari lagi semuanya akan kembali ke New York. Berkumpul bersama keluarga, menikmati salju dan liburan natal.

Pria muda yang berada di pelukan seseorang sedikit menggeliat. Kelopak mata perlahan terbuka, tangan seseorang masih melingkupi tubuhnya. Dia mendongak, tepat memandang wajah tampan seseorang.

Dia menekan wajah pria tersebut. "dia nyata." Ucapnya pelan.

"Pagi BaoBao." Sapa pria yang lebih tua.

"Selamat pagi Yibo ge."

"Masih dingin, ayo tidur kembali." Dia menaikkan selimut dan mengeratkan pelukan yang dirasa mulai berjarak.

Pria yang lebih muda beringsuk mundur, "sudah pagi. Suara orang sudah terdengar di luar. Kita sebagainya ikut bergabung."

"Ritual bangun tidur." Pria yang lebih tua menatapnya berbinar. Mengharap sesuatu.

Cup

Kecupan singkat kurang dari sedetik segera berakhir. Pria yang muda kembali memberi sedikit jarak bagi mereka. "Kita tidak boleh terlalu dekat. Aku tidak ingin kejadian kemarin malam terulang. Kau bahkan melupakan perkataanmu sebelumnya." Dia sangat bertekad mengatakannya. "Kau kadang tidak bisa dipercaya ge." Tatapan curiga dia layangkan.

Pria yang lebih tua tertawa, paginya hangat di musim dingin.

"Sssst." Dia menutup mulut pria yang sedang tertawa menggunakan telapak tangannya. " Ge, terlalu keras."

"Aaaakh, ge. Kenapa kau menjilatku." Pekik pria yang lebih muda.

"Apa kau anak anjing?" Dia menambahkan.

Pria yang lebih tua menutup telinga, berpura-pura tidak mendengar.

"Kau ingin bermain-main rupanya. Rasakan ini."

Dia menggelitik pria yang lebih tua. " Masih mau mengerjaiku." Jari-jarinya lincah mencari titik-titik yang bisa membuat pria tersebut geli.

Pria yang lebih tua mengubah keadaan. Menghentikan pergerakan kedua tangan yang menggelitik. Membalikkan badan pria yang lebih muda, kini dia tertelungkup. Pria yang lebih tua menahan kedua tangan yang lebih ke belakang punggung. Persis seperti seseorang yang sedang di borgol. Kemudian dia naik menahan pergerakan pria yang lebih muda dengan duduk di paha pria tersebut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

About Time (YiZhan) Where stories live. Discover now