Bab 15

2.1K 116 18
                                    

"Lo mau bawa gue ke mana kak?" Kaycia membisik pada Asten yang sedang menggendongnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo mau bawa gue ke mana kak?" Kaycia membisik pada Asten yang sedang menggendongnya. Semua mata masih memandang mereka membuat Kaycia merasa sangat tidak nyaman.

"Buang lo," jawab asal Asten tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa?! Turunin gue, gue gak mau dibuang!!"

Asten menyunggingkan senyumnya, lalu melepaskan pegangan tangannya di tubuh Kaycia sehingga membuatnya terjatuh. Gaduhan terdengar memekik.

Sungguh, rasa sakit di bokongnya tidak main-main. Untungnya saja mereka sudah melewati kumpulan orang-orang dan kini hanya tinggal mereka berdua saja.

"Lo apa-apaan sih kak! Pantat gue sakit tau!" gaduh Kaycia mengelus bokongnya.

"Lo yang minta gue turunin,"

Kaycia mendelik kesal, apakah Asten se-spesial itu. Sangat bodoh dan berotak udang, rutuknya dalam hati.

"Lo beneran gak mau ikut gue ganti baju?"

Kaycia tertegun mendengar ucapan frontal Asten. Dia melirik kearah pakaiannya, ternyata sangat basah dan dengan jelas mencetak lekukan tubuhnya. Spontan saja dia memeluk tubuhnya, menghalang dari jangkauan mata Asten.

"Mau nutupin apa? Dada lo yang rata?" kekehnya menatap lucu Kaycia.

Kaycia ingin membalas lontaran Asten, namun Asten terlebih dahulu meninggalkannya. Tidak ingin menghabiskan pesta menggunakan pakaian basah, Kaycia membuntuti Asten dari belakang. Sekuat mungkin, dia menahan gengsinya.

"Ekhem, kak Asten tau di mana ruangan kosong selain ini?" dehemnya menyadarkan Asten yang hendak membuka handle kamar tamu.

"Gak tau." acuhnya seraya memasuki ruangan.

Kebingungan melanda Kaycia, dia menggigit bibirnya bimbang. Tidak mungkin dirinya berganti pakaian menggunakan satu ruangan yang sama, apalagi dengan Asten.

"Permisi,"

"Ya?"

Seorang pria berseragam pelayan menghampirinya dengan dua bingkisan ditangannya.

"Ini ada titipan baju untuk tuan Asten dan nona Kaycia."

Mulut Kaycia bungkam seketika, dirinya semakin dilanda kebingungan. Kapan dia meminta dipesankan pakaian ganti? Apakah Asten. Tapi, kenapa secepat itu.

'Ah bodo, yang penting gue gak kedinginan.' batinnya memutuskan.

Kaycia pun menerima dua bingkisan itu. Awalnya dia ragu untuk memasuki kamar tamu tersebut. Namun, karena udara ruangan terlalu dingin dan tidak ada tempat lain, mau tak mau dia harus memasuki ruangan tersebut. Menyingkirkan malunya adalah pilihan terakhirnya.

"Astaga!!" dia terkejut melihat Asten sudah berada tepat di belakangnya setelah dia menutup pintu kamar.

"Baju gue yang mana?"

"Ini," jawabnya menyerahkan bingkisan yang berisikan baju Asten.

"Baju ini kapan di pesan?" tanya Kaycia.

"Tadi."

Kaycia hanya ber-oh ria mendengar jawaban singkat Asten.

"Gue ganti di sini, lo kamar mandi." ujar Asten dan dibalas anggukan Kaycia.

Detik berganti menit, Asten sudah berganti dengan pakaian baru. Namun, suara ponselnya berdering ketika dirinya hendak pergi dari ruangan tersebut.

-Ceklek- Kaycia keluar dari kamar mandi. Gaun sederhananya kini berganti dengan gaun hitam panjang yang nampak elegan dan pas di tubuhnya. Dia sempat berpikir, bagaimana bisa mereka tahu ukuran tubuhnya.

"Gak buruk," lirihnya menatap dirinya di cermin.

Tapi tunggu, ada yang aneh.

"Astaga, gue lupa make up gue ketinggalan di rumah." gerutunya, menatap wajahnya yang kini bersih tanpa make up nerdnya. Dia juga lupa kalau tadi di dalam kamar mandi membasuh wajahnya.

Kepalanya menoleh ke sana kemari mencari keberadaan Asten. Sejenak, dia menghembuskan nafasnya lega karena Asten mungkin saja sudah pergi dari ruangan ini.

"Mending gue secepatnya pergi dari sini sebelum semuanya tau," lirihnya.

Belum sempat dirinya melangkah, kakinya tak sengaja menginjak lantai yang basah bekas tetesan baju mereka sebelumnya. Dia menutup matanya, bersiap bokongnya mencium lantai yang ke dua kalinya.

Satu, dua, tiga, empat — kenapa bokongnya tidak merasakan apapun, tapi— Kaycia membuka matanya, menyadari ada sesuatu yang memegang pundaknya.

Ketakutan yang Kaycia khawatirkan benar terjadi. Dirinya terpergok oleh Asten yang kini tengah menatapnya dengan intens seraya memegang pundaknya, menahannya agar tidak terjatuh.

Menyadari hal itu, Kaycia mendorong tubuhnya menjauh dari Asten. Kegugupan menguasai dirinya. Dengan sisa keberaniannya, dia menatap Asten yang ternyata masih menatapnya.

"Lo — siapa?" hanya kata itu yang terucap di bibir Asten.

Asten belum menyadari kalau di hadapannya itu adalah sosok Kaycia si cupu. Dia benar-benar terhipnotis oleh wajah polos perempuan di hadapannya. Kulitnya seputih susu, bibirnya yang ranum, dan kedua pasang bola mata yang indah.

"Gu-gue — ah maaf, gue nyasar ke sini. Gue tamu jauhnya kak Lidya." ucap Kaycia sedikit gugup, ada perasaan lega yang dirasakannya karena Asten tidak menyadari perubahannya.

Namun, kegugupannya kembali menguasai dirinya ketika Asten melangkah maju mendekatinya. Tanpa sadar, Kaycia memundurkan langkah setiap kali Asten mendekat.

Tangan mungilnya di tarik oleh Asten hingga menubruk dada bidangnya. Sungguh, Kaycia ingin menghilang saja saat ini.

"Gue tau kalau lo Kaycia si cupu jelek itu," ucap Asten, mengelus kedua mata Kaycia.

Pertama kali dia menyadari perempuan di hadapannya ini adalah Kaycia, yaitu sepasang mata indah di depannya. Mata yang selalu membuatnya penasaran.

Deguban jantung Kaycia menompa semakin cepat.

"Gue bukan Kaycia. Lepas!!" sentaknya memalingkan wajahnya, menghindari tangan Asten dari matanya.

Tapi, permintaan Kaycia tidak mengindahkan Asten. Dia tetap mencekalnya, memastikan perempuan di hadapannya benar-benar sosok Kaycia.

Tangan Asten kembali menyentuh wajah Kaycia, kali ini berpindah menyentuh pipinya. "Kenapa lo bisa berubah secantik ini?" tanyanya tanpa sadar.

Tidak biasanya dia tertarik pada kecantikan seseorang. Biasanya secantik apapun mereka, dia tidak akan tertarik sedikit pun.

Namun, ini berbeda. Ada sedikit desiran aneh yang dirasakan Asten ketika menyentuh kulit selembut sutra milik Kaycia.

Ditepisnya tangan Asten oleh Kaycia. Dia menatap nyalang Asten, karena telah lancang menyentuhnya.

"Bukan urusan lo dan jangan pernah sentuh gue sembarangan!!" sentaknya berhasil keluar dari cekalan Asten.

Senyum smirk tersungging dibibir Asten, "Ternyata bener itu lo,"

Kaycia terjebak oleh pertanyaan Asten.

"Kenapa? lo jadi suka liat gue berubah gini?"

Asten kembali mendekatinya dan berkata, "Hm, gak terlalu buruk. Ternyata pacar gue bisa bertransformasi jadi bidadari," godanya menatap Kaycia dari atas hingga bawah.

Kedua tangan Kaycia sudah mengepal erat. Lelah sekali mendengar kata 'pacar' dari mulut pria setan di depannya.

"Stop panggil gue pacar lo! Gue muak dengernya! Dan stop ganggu hidup gue!"

"Gak mau. You are my girlfriend, girl ..." seringainya.
.
.
.
.
.

TBC






My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now