Bab 42

684 45 6
                                    

Happy Reading Guys
.
.
.
.
.


Saat keduanya tengah menertawai kejadian barusan, langit yang memang sudah mendung tiba-tiba hujan mengguyur tubuh mereka.

Buru-buru keduanya mencari tempat meneduh dan mereka menemukan halte yang tak jauh dari sana.

Hujan turun begitu lebat, tempat yang mereka singgahi tidak mampu membuat sepenuhnya teduh. Asten dengan inisiatifnya berdiri tepat di depan Kaycia, mencoba menghalau hujan yang menciprat ke tubuh Kaycia.

Sontak Kaycia memundurkan tubuhnya, terkejut dengan perbuatan Asten sampai ia lupa jika di belakang tidak ada space lagi hingga tubuhnya terhuyung ke belakang menabrak sisi tempat duduk halte.

Cekatan, Asten menangkap pinggang Kaycia. Tubuh keduanya begitu melekat satu sama lain, dinginnya udara semakin membuat jantung keduanya berdebar kencang dan menggigil.

"Dingin?" tanya Asten tanpa minat melepaskan cekalan di pinggang Kaycia.

Seolah tersadar Kaycia melepasnya, "ng-nggak." gugupnya.

Asten tersenyum kecil, jelas-jelas Kaycia terlihat kedinginan tubuhnya saja sampai menggigil.

Tanpa melontarkan ucapan lagi, Asten berani mengulurkan tangannya untuk menggenggam kedua tangan Kaycia dan menempatkannya di genggamannya diikuti hembusan nafas guna memperhangat tangan Kaycia.

Deguban jantung Kaycia semakin tak karuan, ia menyadari keanehan yang dirasakannya. Ia mengerti kegugupan yang beberapa saat ini ia rasakan setiap Asten melakukan kelembutan padanya ialah bentuk respon perasaannya.

Tapi Kaycia belum mengerti perasaan seperti apa itu. Maklum saja, Kaycia belum pernah merasakannya sebelumnya. Jadi wajar jika ia masih terkesan kaku dengan perasaannya sendiri.

Baru saja Kaycia ingin berniat melepaskan genggaman, Asten lebih mempereratnya.

Asten tak membiarkan Kaycia kedinginan apalagi basah terkena air hujan. Ia bahkan tidak memedulikan punggungnya yang sudah basah kuyup.

"Kak, jangan berdiri di situ. Kalau kak Asten sakit karena air hujan gimana ..." ucap Kaycia mengerutkan alisnya.

"Lo khawatir sama gue?"

Mendengar pertanyaan tak terduga, Kaycia menjadi salah tingkah. "Nggak." singkatnya berusaha menampik.

"Yaudah jangan peduliin gue." ujarnya kembali menghembuskan nafasnya pada tangan Kaycia.

Beberapa kali Kaycia mengedipkan matanya, bibirnya ia gigit bingung ingin mengungkapkannya seperti apa agar Asten tak salah paham. Jujur saja, Kaycia merasa sangat khawatir.

"Hu-hujannya udah mulai reda, sebaiknya kita kembali ke sekolah." ucap Kaycia, kini tangannya berhasil keluar dari genggaman Asten.

"Reda lo bilang? Rintikan hujannya masih besar. Gue takut lo sakit kalau terkena hujan." terus terang Asten.

Lagi-lagi Kaycia tersentuh oleh kelembutan Asten. Ia masih tidak menyangka jika di depannya itu adalah sosok pembully yang dulu ia benci. Ah, entahlah sekarang rasa benci itu telah lenyap di dalam dirinya begitu saja.

"Kak Asten berubah banyak." celetuk Kaycia.

"Gue udah bilang kalau gue mau ngebuktiin ke lo kalau gue memang udah berubah."

Sejenak keduanya saling terdiam, menyaksikan rintikan hujan yang sepertinya tak mau berhenti. Hingga hembusan kecil keluar dari sela mulut Asten.

"Cia ... Mungkin ini tiba-tiba buat lo. Gue pengen hubungan kita mulai dari awal."

My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now