Bab 40

833 57 9
                                    


Happy Reading Guys
.
.
.
.
.



Sampai di belakang sekolah, Asten menurunkan Kaycia. Ingin ia antarkan langsung ke ruang UKS untuk mengobati kaki Kaycia yang sakit, namun Kaycia tetap kekeh menurunkannya di belakang sekolah.

Tak ingin berdebat lebih panjang, Asten menuruti permintaan Kaycia. Hatinya berangsur tenang setelah bertemu Kaycia. Senyum di bibir pun tak kunjung ia usaikan walau Kaycia telah menghilang dari pandangan.

Apalagi jejak bibirnya begitu terasa, sampai Asten tak henti-hentinya menyentuh bibirnya sambil tersenyum selayaknya orang yang sedang kasmaran.

Namun, tanpa disangka seseorang yang sedari tadi melihat interaksi mereka menghampiri. Seketika saja bibir Asten kembali datar. 

"Ternyata lo udah siap gue habisi, ya?" 

Keenan dengan kedua tangan di dalam saku, tersenyum remeh menatap Asten setelah itu wajahnya kembali flat.

"Habisi gue kapan pun lo mau. Tapi, tunggu gue buktiin ke Cia kalau gue bener-bener udah berubah." tukas Asten.

Keenan membawa tubuhnya lebih dekat pada Asten, lalu berucap, "kalau gue gak mau, gimana?" tantangnya.

Asten berusaha memutar otaknya, mencari solusi untuk mencairkan kakak dari pujaan hatinya. Ia akui, hal tersulit setelah meyakinkan Kaycia adalah menenangkan singa di balik sosok Keenan.

Sebentar Asten menutup matanya, "gue janji, gue bakal pergi jauh kalau Cia belum juga buka hatinya buat gue dan gue janji kalau Cia belum percaya ... gue bakal kasih kekuasaan black lion ke lo."

Hanya itu, penawaran yang Asten berikan untuk bernegosiasi kepada Keenan. Katakan saja dia gila, katakan saja jika dia sudah buta dengan cintanya.

"Gue gak butuh kekuasaan lo. Gue cuma mau lo hancur!" sarkas Keenan. Rasa dendamnya belum terbayarkan mengingat adiknya, Karl, sangat menderita dengan semua tuduhan itu.

Asten menyunggingkan ujung bibirnya, "hancur? sebelum semuanya terjadi gue udah hancur Keen. Lo mau liat gue sehancur apalagi?" ujarnya, tanpa sadar genangan air matanya menguap dipelupuk matanya.

"Gue mau sehancur-hancurnya! Lo pantas mendapatkan itu!" ujar Keenan, berbalik pergi.

"GUE PEGANG JANJI LO!" teriak Keenan tanpa membalikkan tubuhnya dan tetap berjalan.

Asten mengusap kasar wajahnya, berharap kedepannya akan baik-baik saja. Jujur saja, opsi janji yang pertama ia tidak yakin.

Bagaimana mungkin ia bisa meninggalkan Kaycia begitu saja sedangkan di dalam hatinya sudah terisi penuh sosoknya. 

Meskipun begitu, Asten akan berusaha memenuhi tantangan itu agar tidak menepati janji opsi pertama.

Setelah perbincangan yang cukup panjang dan penuh menegangkan, Asten berencana pergi ke kelas. Namun, langkahnya terhenti oleh tangisan seseorang yang terdengar familiar di telinganya.

"Lidya?" beo Asten.

"Asten?!" Lidya berlari, berhambur memeluk Asten.

Asten membalikkan tubuhnya ketika mendapati Lidya memeluknya dari belakang, "ada apa?" tanya Asten tanpa membalas pelukannya.

"Asten, lo kemana aja sih ... Gue cari-cari gak ketemu!" rengeknya.

"Karena itu?" tanya Asten perihal alasan tangisan Lidya.

Lidya menggeleng, "bukan. Papi sama Mami pergi ke luar negeri, padahal besok jadwalnya ke pemakaman Nenek." tuturnya yang masih terisak.

"As, gue gak punya keluarga lagi selain lo. Besok, antar gue ya ke pemakaman Nenek." lanjutnya.

My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now