Bab 28

1.9K 113 23
                                    

Happy Reading Guys
.
.
.
.

"Lo bohongin gue?"

"Ppfft, hahaha!!" Asten tertawa lepas, tak lama dia pun berucap lagi, "gue kira lo cewek terbodoh yang pernah gue temui. Ternyata, gue yang lebih bodoh." kekehnya menertawakan dirinya.

Ini, kali pertamanya dia dibodohi oleh seseorang bahkan oleh seorang wanita kecil yang terlihat lemah di matanya.

"Cukup sampai disini perjanjian kita. Gue gak peduli lagi sama konsekuensi yang lo buat! Gue udah muak berpura-pura patuh sama lo, gue muak sama sikap menjijikan lo dan --- gue benci sama lo!" tuturnya menekankan setiap katanya, dan berlalu pergi.

Asten membeku, hatinya berdenyut sakit mendengar semua lontaran Kaycia. Apalagi, saat Kaycia mengutarakan jika dia membencinya.

Matanya memerah, menahan gejolak yang belum pernah dia rasakan. Ini terlalu sakit jika dibanding dengan semua hinaan sang Mama padanya.

"Lo sebenarnya kasih gue apa, Kaycia?" gumam Asten.

Di satu sisi, Kaycia dengan langkah menggebu tak memedulikan jika dirinya sudah berjalan cukup jauh dari Asten. Amarahnya tidak bisa menahannya untuk tak pergi.

Hingga dia menyadari jika disekelilingnya sudah sangat gelap, tidak ada secercah cahaya yang masuk. Ternyata dia sudah berada di tengah hutan yang di penuhi pohon-pohon rindang dan dikelilingi Jurang-jurang yang curam.

Langkahnya terhenti, tubuhnya bergetar hebat. Keringatnya mengucur, dia berlari sekuat tenaga mencari jalan keluar. Namun, semakin dia berlari, semakin masuk ke dalam hutan.

Kaycia bersandar pada salah satu pohon di sana, tangannya memegang dadanya yang sesak, "Ma-mama, Pa-papa ... Kak Karl ..." rintihnya.

Kenangan kelam itu tiba-tiba terlintas di kepalanya. Kaycia akan mengalami traumanya saat dirinya berada di dalam kegelapan atau di ruangan yang sempit.

......

"MAMA, PAPA, KAK KEEN, KAK KARL, TOLONG CIA!!" Kaycia kecil dengan pakaian yang lusuh mencoba meneriaki satu persatu anggota keluarganya sambil terus menggedor pintu yang terkunci dari luar.

Tangisannya yang pilu tidak membuat seorang pria berbadan penuh tato itu merasa iba. Hamid, adalah panggilan pria bertato tersebut. Dia tampak menyesap rokoknya dengan santai.

"BERISIK!! PERCUMA LO TERIAK-TERIAK, GAK ADA YANG DENGER SELAIN GUE!!" Hamid meneriaki Kaycia kecil.

Mendengar teriakan Hamid, tangis Kaycia semakin kencang. Dia sangat takut, tubuhnya meringkuk di ujung ruangan yang gelap nan sempit. Kesenangannya di taman kota bersama keluarganya terampas oleh Hamid yang menculiknya. 

Saat itu, ketika Hamid sedang melintasi taman kota pandangannya tak sengaja melihat anak kecil yang menarik perhatiannya.

Dia tergiur, membayangkan jika anak kecil itu di jual ke rumah bordil. Apalagi, anak kecil itu begitu cantik, pasti harganya akan menguntungkan Hamid.

"Mama, Cia takut ... Di sini gelap. Dada Cia sesak," lirih Kaycia terisak, memegang dadanya yang semakin menyesakkan.

Pandangannya mengabur, nafasnya tersengal-sengal. Setelah itu pandangan disekitarnya menjadi gelap. Kaycia pingsan, dia hanya bisa mendengar suara keributan dari luar dan dirinya tidak mengingat apapun setelah itu. 

.....

Dengan ringisannya, Kaycia perlahan melanjutkan perjalanannya. Penglihatannya tampak memutar. Semuanya perlahan memudar, sampai seseorang meneriakinya dari belakang. 

Dia menoleh, namun, disaat bersamaan kakinya terpeleset oleh bebatuan. Tubuhnya melayang, dia memejamkan kedua matanya erat.

'Gue bakal mati sekarang?' batinnya.

Sebelum semuanya menggelap, Kaycia merasakan tubuhnya dibekap ke dalam pelukan seseorang. Dan--- dentuman keras menghatam tubuh mereka.

..

Asten, tersadar dari lamunannya. Dia baru menyadari Kaycia sudah lenyap dari hadapannya. Takut Kaycia akan tersesat, Asten mencarinya. 

Teriakan demi teriakan memanggil nama Kaycia, tapi tidak ada respon darinya. Asten semakin kalut, takut terjadi apa-apa dengan Kaycia.

Hingga akhirnya dia melihat Kaycia yang tengah berjalan lunglai. Belum sempat Asten menghampirinya, dia dikejutkan oleh sebuah jurang yang berada tepat di depan Kaycia. Tampaknya Kaycia tidak menyadari itu.

"KAYCIA!!" 

Kaycia menoleh, namun, kakinya terpeleset dan tubuhnya terhempas ke jurang. Asten dengan sigap ikut terjun, menggapai tubuh Kaycia dan memeluknya ke dalam dekapannya. Dia, tidak akan membiarkan tubuh Kaycia terluka.

Karena dentuman keras ditubuh mereka, keduanya tidak sadarkan diri. 

........

Matanya mengerjap saat sinar mentari melambai ke wajahnya. Kaycia membuka matanya perlahan. Saat kesadarannya sudah terkumpul, Kaycia menyadari jika dirinya terlelap di atas tubuh Asten.

Buru-buru dia turun dari tubuh Asten. Matanya membelalak, mulutnya menganga kala melihat kondisi Asten yang memprihatinkan.

Sebagian wajah Asten sudah dipenuhi oleh darah, bajunya terkoyak oleh dahan-dahan tajam, dan kaki bagian bawahnya terlihat memar.

"Dia nolongin gue?" lirihnya, mengingat kejadian semalam. Ternyata sosok yang mendekapnya itu adalah, Asten.

Penuh rasa khawatir, Kaycia mencoba membangunkan Asten.

"Semoga masih hidup," ucap Kaycia, terus menggoyangkan tubuh Asten.

"Kak Asten, jangan mati dulu ... Kalau kak Asten mati, gue gak tau mau balas Budi ke siapa!! Kak, bangun ..." 

"Kak, gue minta maaf, ayo bangun ..." Kaycia terus mengguncang tubuh Asten seraya terisak.

"Sekali lagi gue denger kata 'gue-lo', gue bakal mati beneran!" lirih Asten, perlahan membuka matanya yang terasa berat.

Kaycia menghapus air matanya dan merasa bersyukur Asten masih hidup.

"Bantu gue bangun ..." pinta Asten.

Kaycia pun membantunya bangun.

"Sshh," Asten memegang keningnya yang terluka. Lalu, melihat kakinya yang membengkak akibat benturan.

"Tunggu kak," Kaycia merobek gaun bawahnya.

Potongan gaun yang telah dia robek, dibalutkan pada kening Asten. 

Ketika Kaycia ingin merobek gaunnya untuk ke dua kalinya, guna membalut kaki Asten, dihentikan. "jangan, nanti lo kedinginan." ujar Asten.

Sejak kapan sosok Asten begitu mengkhawatirkannya, pikir Kaycia.

"Tapi luka kak Asten harus di balut supaya gak terkena virus." 

"Untuk ini gak usah. Mending lo bantuin gue berdiri. Kita harus keluar dari sini," 

Kaycia mengangguk, lalu membantu Asten berdiri. Asten merasakan tubuhnya remuk lebur. Dia tidak bisa menompang dirinya sendiri untuk berjalan, jadi Kaycia-lah yang memapahnya.

"Maaf buat yang semalam, udah ngomong yang gak pantas sama kak Asten," tutur Kaycia di tengah perjalanan mereka.

"Gue juga minta maaf buat semua yang udah gue lakuin ke lo," 

"Aku maafkan, tapi perjanjian kita ---"

"Danau, di sana ada danau!" tunjuk Asten menyela Kaycia.

"Ke sana,  kita ambil air dan mandi." 

"Hah?" reflek Kaycia melepaskan rangkulan Asten.

"AH!! SIALAN, BADAN GUE!!" ringis Asten tersungkur.

"Maaf!!" 
.
.
.
.

TBC




My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now