Bab 20

2.2K 107 10
                                    

"Pokoknya lo harus balas si cupu dua kali lipat! Berani-beraninya dia robek tangan gue!" dengus Teo dengan balutan perban di lengannya.

"Kalau bisa buat tangannya patah!" lanjut Teo, suaranya terdengar menggebu karena mengingat kejadian siang tadi.

Tak mendengar sahutan dari Asten, Teo menoleh padanya. Dia mengerutkan dahinya heran sekaligus kesal, Asten terlihat termenung dengan ketukan di jarinya.

"Bangs*t lo!" Teo melempar bantal  dan melanjutkan ucapannya, "jadi dari tadi lo gak dengerin gue ngomong?!"

"Shit!! Apaansih lo!" berangnya.

"Gue lagi ngomong, tapi malah lo kacangin!" timpal kesal Teo.

"Ck, ulangi lo ngomong apa tadi?" Asten tak sempat mendengarkan celotehan Teo karena pikirannya terpaut pada ucapan Kaycia saat di lapangan. Kata-katanya terus berputar dibenaknya, dia pun merasa heran dengan hal tersebut.

"Lo harus ingat ini kak. Apa yang lo lakuin gak akan merubah apapun, kecuali rasa sakit orang lain. Cara lo pengecut tau gak?"

Tidak ada yang istimewa dari ucapan Kaycia, tapi entah kenapa kata-katanya terasa mengganjal di hati, seolah Kaycia tahu apa yang sedang dia alami.

"Lo harus balas perlakuan si cupu ke gue dua kali lipat!" ucap Teo

Asten hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kenapa cuman ngangguk? Biasanya lo paling semangat kalau tentang balas dendam." heran Teo.

Asten mengedikkan bahunya seolah tak peduli, "nanti gue pikirin,"

"Tunggu, jangan bilang kalau lo kepincut sama si cupu? Hahaha, gak mungkin kan selera lo turun?"

"Yang robek tangan lo, bukan otak lo! Gak mungkin gue suka sama cewek itu!" bantah Asten seraya memejamkan matanya.

Mereka berdua sedang berada di basecamp, sedangkan Ren masih di rumahnya belum menyusul ke sana.

Teo mengelus dadanya, "untung deh, berarti lo masih waras,"

"Yang disuka lo spek Lidya sih wajar, tapi kalau si cupu lo bener-bener cowok teraneh sih menurut gue. Lagian, kenapa juga gak terima aja perasaan Lidya? Jelas-jelas dia suka sama lo dan gue juga liat dia effort banget buat deketin lo."

"Lo berisik!!" Asten beranjak dari sana dan pergi begitu saja keluar dari basecamp meninggalkan Teo yang tengah kebingungan dengan sikap Asten. Tidak biasanya dia terlihat sekesal itu.

Asten melajukan motornya. Dia berhenti tepat di rumah besar berwarna putih dan gold, memasuki motornya ke dalam garasi. Dia memasukkan ke dua tangannya memasuki rumah besar tersebut. Namun, dia terhenti oleh teriakan seseorang.

"Dari mana aja kamu?!! Baru ingat pulang?"

"Ya," singkatnya meneruskan langkahnya.

"Mama belum selesai bicara!!" Jessica menarik lengan anak bungsunya itu.

"Ada apa? Aku capek, mau tidur!"

"Enak banget ya hidup kamu!! Tidur, makan dan keluyuran seenaknya dijalanan sana! Seharusnya kamu contoh kakak kamu! Dia anak yang tau aturan gak kayak kamu!"

Asten memutar bola matanya malas. Inilah alasannya lebih memilih untuk tidur di basecamp ketimbang tidur di rumah. Jessica selalu saja membandingkannya dengan sang kakak.

"Udah? Aku mau tidur!" sentaknya melepaskan cekalan lengan Jessica.

"Mau sampai mana kamu kayak gini?! Jadi anak berandalan gak bikin kamu sukses!"

My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now