Bab 17

2.1K 110 17
                                    

Pagi hari menjelang, seperti biasa Kaycia bersiap untuk berangkat ke sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pagi hari menjelang, seperti biasa Kaycia bersiap untuk berangkat ke sekolah. Dia menatap ke arah cermin, melihat sosoknya yang sudah dipolesi oleh make up nerd.

"Hari ini, gue harus berhasil jauhin kak Asten," lirihnya meyakinkan diri kalau dia pasti bisa melewati semuanya.

Dia pun meraih ranselnya dan menuruni tangga, berpamitan pada kedua orang tuanya dan kedua kakaknya.

Saat sampai di sekolah, Kaycia tidak meminta supirnya untuk menuruninya di depan gerbang sekolah, melainkan di belakang sekolah. Supirnya sempat heran, tapi dia tidak berani menanyai.

Matanya mengawasi sekitar, menari sana-sini memastikan rivalnya itu tidak ada. Setelah memastikan dirinya, baru dia melenggang pergi dengan aman ke dalam kelas.

"Hai Re," sapanya.

"Ci ya ampun!! Lo kemana aja semalem? Gue cariin ke mana-mana gak ada." protesnya, mengingat kejadian semalam dia hampir mengitari kediaman Lidya hanya mencari keberadaan Kaycia.

Mendengar itu, Kaycia melebarkan senyumnya, "Sorry, gue semalem langsung pulang karena make up gue luntur dan gue lupa kalau make up gue ketinggalan di rumah." jelasnya sedikit tak enak.

"Sama kak Asten?! Jangan bilang kalau kak Asten —"

"Sutt jangan keras-keras!" bisiknya membungkam mulut Rere.

Rere mengangguk dan melepaskan bekapan Kaycia, "Iya maaf khilaf," cengirnya.

Kaycia mengangguk membenarkan ucapan Rere sebelumnya, "Pokoknya lo harus bantuin gue ngehindar dari kak Asten, oke?"

"Nggak ah, gue takut kalau berhubungan sama kak Asten." balasnya bergidik ngeri membayangkan sosok Asten si pembully yang kejam.

Kaycia memanyunkan bibirnya kecewa, "ayolah Re, sekali ini aja bantuin gue. Gue gak mau lagi terlibat sama dia,"

"Ci, kalau pun gue bisa, semampu gue bakal bantuin lo. Tapi ini situasinya beda. Lo berurusan sama pembully paling sadis di sekolah ini, gue masih mau hidup tenang."

Dengan kekecewaannya, Kaycia menghela nafasnya. Sepertinya memang sudah takdirnya dia harus melalui ini seorang diri.

Dia tidak bisa menyalahkan Rere karena tidak mau membantunya. Dia pun kalau menjadi Rere pasti akan menjawab seperti itu.

"Maaf ya Ci," Rere memeluk Kaycia sebagai tanda permintaan maafnya.

"Iya Re, gue paham." balasnya.

Tak lama bel pun berbunyi. Semua siswa memasuki ruang kelasnya masing-masing, tapi berbeda dengan laki-laki yang bertampang berandalan yang tengah memasuki kelas Kaycia dan Rere.

Kaycia menyipitkan matanya, menilik laki-laki berandalan yang menutupi kepala dan wajahnya dengan topi. Ketika laki-laki itu membuka topinya, pandangannya mampu menatap dengan jelas laki-laki itu, matanya membola.

My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now