18. Memori Gelap

11.9K 1.2K 23
                                    

Wajib follow wowok9091 sebelum baca.
Vote sama komen yang banyak, yaa🔪😊🫰soalnya aku suka baca komen dari kalian😊

Happy Reading ✨












Kembali pada aktivitas belajarnya, Neo mendapatkan sebuah pesan dari handphone yang baru saja Calvin berikan padanya.

"Hah?!" pekiknya sesaat membaca isi pesan tersebut.

Oki yang tengah tertidur di sampingnya sontak terkejut hingga panik setengah sadar.

"Apa? Apa?" tanya Oki berulang kali masih dengan wajah bantalnya.

Beruntung saat ini guru tengah pamit sebentar untuk mengambil beberapa barangnya di ruang guru. Membuat mereka tak menjadi pusat perhatian.

"Ng-nggak, ga papa," gagap Neo dengan cengengesan.

"Gue mau berak dulu. Lo tidur lagi aja, ga ada guru, kok," imbuhnya sembari menutup wajah Oki dengan buku lalu melengos pergi keluar dari kelas begitu saja.

Neo mengambil jalan cepat. Kamar mandi tujuan utamanya sekarang. Tiba di sana, ia lekas mengeluarkan handphonenya kembali dan menghubungi seseorang, atau lebih tepatnya pada makhluk yang baru saja mengirimkan pesan padanya.

"Woi, Je?! Beneran itu? Si Calvin ditembak sama Pak tua?!" Neo berteriak pada benda pipih itu.

"Iya, si Bapak kesetanan barusan di kantor, saya juga sempat kaget, tiba-tiba dia tembak anaknya sendiri di sini," jelas Azazel dari seberang telepon sana.

"Yang bener aja?! Masa Bapak suka sama anaknya sendiri?! Ditembak maksudnya dilamar gitu?! Incest dong?! Eh, gay juga!!!"

"Alami sekali kebodohanmu! Saya kira kamu paham sama maksud saya tadi! Ditembak DOR, woi! Darahnya sampe tumpeh-tumpeh! Bukan ditembak 'I lop yu', tulul!"  Bisa terdengar, suara Azazel nampak kesal hingga menggema di telinga Neo si pemuda lugu itu.

"Owalah, ya bilang ege! Gue sampe panik setengah mati pas baca chat lo."

"Seterahmu!!"

Azazel kembali menjelaskan, jika saat ini Steve yang terlanjur kalut, menembakkan benih peluru dari senjata kesayangannya pada putra sulungnya sendiri.

Hal itu sontak membuat Neo sedikit terperangah, ia tak menyangka jika Steve akan melakukan hal segila itu pada anak-anaknya.

"Emang dasarnya problematik tuh tua bangka! Terus si Calvinnya ga mati, kan? Masa rencana belum mulai udah metong duluan," sahut Neo berbicara pada handphonenya.

Dari seberang telepon, Azazel berkata jika si sulung hanya mendapatkan dua benih peluru di bagian bahu kanan serta paha kirinya. Setelah mulai kondusif, sang Ayah mulai menitahkan dokter pribadinya untuk segera melakukan pertolongan pertama untuk putranya yang tentu sama sekali tak gentar dengan hukuman yang diberikan.

"Yaudah, selagi masih bernapas, lanjut aja rencananya," pungkasnya dan lekas menutup sambungan telepon tersebut.

Neo berjalan ke arah westafel kamar mandi, ia melihat wajah manisnya yang begitu cerah tak seperti pertama kali ia memasuki tubuh barunya ini.

Anak itu membasuh wajahnya berulang kali dengan aliran air dari westafel.

"Sorry, Mr. Steve Ellison, I'm not naive like your son. Gue cuma bales dendam dikit aja, kok. Yah, namanya juga anak-anak," gumam Neo membuat seringaian licik pada refleksi dirinya sendiri di cermin yang sedikit retak itu.

Fake Wizard Where stories live. Discover now