36 Gelisah

5K 392 46
                                    

Hey Guys...!!! Welcome back to my story...!!!

Double up untuk malam minggu kalian 🔥🔥

Yuk VOTE nya jangan lupa dan langsung aja kita baca sekarang juga guysss...!! Hope you guys enjoy it, let's check this out.

Enjoy and happy reading...

*
*
*

Di usia kehamilan Adifa yang menginjak 9 bulan, ia mulai kerepotan untuk mengurus suaminya yang semakin manja saja. Memang Zayn lebih protektif dalam menjaganya, tapi laki-laki itu sama sekali tidak ingin jauh dari Adifa walau hanya semenit. Zayn selalu menempeli Adifa kemanapun wanita itu pergi. Seperti saat ini, Adifa sedang berkutat membuat makanan tapi Zayn sejak tadi tak berhenti menempelinya dan sangat menyulitkan pergerakannya.

"Zayn lepas ih," pinta Adifa berusaha mendorong Zayn agar menjauh darinya.

"Kenapa sih? Aku kan mau sama kamu Yang," protes Zayn.

"Iya tapi nggak gini juga kali. Aku mau motong-motong jadi susah kalo kamu nyenderin aku gini," balas Adifa yang risih dengan Zayn yang terus menggelendotinya. Belum lagi cuaca yang sedang panas membuatnya cukup kegerahan.

"Motong tinggal motong kok, aku kan nggak ganggu," ujar Zayn yang kembali memeluk Adifa dari belakang.

"Ini kamu meluknya kekencengan, aku nggak bisa gerak Zayn," protes Adifa yang memilih meletakkan pisaunya.

Zayn tidak menanggapi protesan Adifa dan tetap menempeli sang istri membuat Adifa menyerah untuk membuat makanan. Wanita itu berakhir berjalan keluar menuju pintu keluar rumahnya.

"Aku mau keluar kamu masih mau peluk-peluk gini?" tanya Adifa saat membuka pintu rumahnya.

"Emangnya kenapa?" tanya Zayn balik masih setia dengan posisinya.

"Emangnya nggak malu?" tanya Adifa lagi sambil berjalan keluar.

"Ngapain malu? Kan kamu istri aku," jawab Zayn santai.

"Yaudah tutup pintunya," suruh Adifa dan melangkahkan kakinya. Ia lebih memilih membeli makanan jadi saja daripada memasak di rumah sangat kerepotan dengan tingkah laku suaminya.

"Yang tungguin," ujar Zayn berlari mengejar Adifa setelah menutup pintu.

***

Suasana di pasar cukup ramai. Banyak makanan jadi yang siap dinikmati membuat perut Adifa bergejolak. Ada juga lapak milik Zayn yang menjual kecap manis dan susu segar dijaga oleh karyawan yang direkrut oleh Zayn.

"Ayo aku mau nyari gado-gado," ucap Adifa menarik tangan Zayn dengan antusias. Kini Zayn sudah menggandeng tangannya, tidak lagi memeluknya seperti di rumah.

"Yang hati-hati jalannya," ucap Zayn sambil menahan langkah Adifa agar tidak terlalu terburu-buru.

"Tenang aja Zayn, kamu kan selalu ada di samping aku," ujar Adifa dengan senyum menawannya. Membuat Zayn hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Mbok, gado-gadonya dua sedang ya, tidak usah terlalu pedas," ujar Adifa ketika sudah sampai di lapak penjual makanan favoritnya.

"Baik Neng," jawab penjual itu tersenyum ramah.

Adifa dan Zayn segera duduk di kursi yang sudah disediakan. Mereka mulai mengamati sekeliling dengan seksama. Banyak orang berlalu lalang dengan tujuan berbeda-beda. Namun hal yang membuat Adifa tersenyum adalah ketika dilihatnya anak-anak kecil sudah mulai mendapatkan susu segar. Andai Zayn tidak pernah memperkenalkannya, mungkin anak-anak tidak akan pernah merasakan minum susu.

"Satu piring gado-gado untuk Neng Adifa yang cantik, dan satu piring lagi untuk Nak Zayn yang gagah," ujar penjual memberikan makanan yang sudah siap.

"Terimakasih Mbok," ucap Adifa tulus.

"Tidak disangka kalian bisa bertahan setelah insiden dulu, bahkan sekarang sudah sukses membuat kampung ini sejahtera," ucap penjual itu membuat Adifa kembali mengingat insiden yang dimaksud oleh penjual.

"Cinta kami yang tuluslah yang menguatkan hubungan kami Mbok, apalagi ada bayi yang sebentar lagi hadir di antara kami," ujar Adifa lembut.

"Benar sekali. Pasangan seperti kalian memang seharusnya kompak mempertahankan hubungan, bukannya tergoda dengan orang lain saat ada kesempatan," balas penjual itu dengan senyuman.

"Ah haha iya Mbok, untung saja suami saya ini setia," timpal Adifa lagi melirik Zayn yang sudah mulai melahap makanannya tidak terganggu dengan percakapan kedua perempuan itu.

"Saya berharap Nona Maharani merenungi kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatan buruk itu lagi," ujar penjual mengingat putri tetua yang tidak pernah lagi terlihat berkeliaran di kampung ini.

"Ngomong-ngomong Mbok, saya tidak pernah lagi melihat keberadaan Maharani, apa dia baik-baik saja Mbok?" tanya Adifa yang baru menyadari hal ini.

"Bahkan setelah hampir dirugikan oleh dia, Neng Adifa tetap memperdulikannya. Sungguh baik hatimu Neng," komentar penjual itu tulus membuat Adifa hanya meringis tidak enak. Ia hanya penasaran kemana perginya Maharani setelah melakukan perbuatan memalukan beberapa bulan lalu.

"Nona Maharani dikirim ayahnya untuk mengikuti perguruan di gunung barat. Tetua sangat malu dengan tingkah putrinya sehingga mengirim anaknya belajar mengenai kehidupan," jawab sang penjual dengan wajah tegar.

"Benarkah itu Mbok? Maharani dikirim ke gunung?" tanya Adifa terkejut.

"Benar Neng. Gunung barat terkenal dengan perguruan putihnya. Tetua mungkin ingin Nona Maharani merenungi kesalahannya dan mensucikan jiwanya agar selalu diberkahi leluhur," jawab penjual itu lagi.

Adifa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penuturan penjual makanan. Ia tidak mengira pak Gana akan sampai mengirim Maharani untuk mengenyam pendidikan ke luar karena insiden itu. Ia kira pak Gana akan cukup memarahi dan memberikan wejangan panjang lebar untuk anaknya. Tapi apa yang dikatakan penjual itu tidak buruk juga. Dengan perginya Maharani ke perguruan mungkin akan membuat jiwa gadis itu berubah lebih baik. Dan mungkin saja Maharani akan bertemu jodohnya di sana. Bukan tidak mungkin Maharani akan bertemu dengan pendekar sakti di sana kan?

"Kok aku nggak pernah tau kalo Maharani nggak ada di sini lagi?" tanya Adifa pada Zayn yang sedang makan. Selama ini Zayn masih cukup sering berkomunikasi dengan pak Gana, tapi kenapa ia tidak pernah mendengar kabar ini?

"Itu nggak penting buat kamu tau," jawab Zayn seadanya.

"Jadi selama ini kamu udah tau?" tanya Adifa memicingkan kedua matanya.

"Aku nggak tau dan nggak pernah cari tau juga. Kan udah aku bilang urusan aku cuma sama Pak Gana, bukan sama anaknya," jawab Zayn tegas membuat Adifa perlahan mengeluarkan senyuman. Suaminya selalu tahu cara untuk menyenangkan perasaannya.

***

Beberapa hari kemudian, saat Zayn sedang meninjau lokasi baru pabriknya tiba-tiba perasaannya diliputi kecemasan dan kegelisahan. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi tapi saat ini ia sangat ingin bertemu dengan istrinya. Dengan cepat, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Zayn segera beranjak pulang. Sesampainya di rumah Zayn segera memanggil-manggil istrinya, berusaha mencari ketenangan untuk perasaannya yang dilanda kecemasan.

"Adifa! Sayang!" panggil Zayn saat sudah sampai di rumah.

"Kok udah pulang? Bukannya hari ini kamu bilang mau liat perkembangan pabrik?" tanya Adifa yang heran melihat kedatangan Zayn.

Melihat keberadaan sang istri, Zayn segera mendekatinya dan memeluk tubuh Adifa pelan, tak lupa dielus dan dikecupnya perut buncit sang istri.

"Nggak tau kenapa perasaan aku nggak enak Yang, aku ngerasa ada sesuatu yang bakal terjadi bentar lagi," ujar Zayn setelah menciumi perut besar sang istri.

[Sebagian part telah dihapus untuk kepentingan penerbitan. Silakan baca eBook yang tersedia di Google Play untuk membaca keseluruhan cerita. Link eBook tersedia di bio profil author]

Baby Project (COMPLETED)Where stories live. Discover now