25.

1.1K 144 4
                                    

Tik..tok..



Tik..tok..


Suara itu terdengar jelas dipendengaran Jake.


















"MHM!"

Jake telah sadar. Matanya terbelalak menatap sekeliling. Rambutnya berantakan, badannya basah oleh keringatnya sendiri, nafasnya terengah engah. Pikirannya masih belum bisa sinkron saat itu.

Dirinya mencoba bergerak, namun tidak bisa.

Tangan dan kakinya terikat, begitu juga dengan mulutnya. Jake merasa ada yang berbeda di tempat yang ia duduki saat ini. Jake kemudian melihat ke arah bawah.

Dia duduk di kursi roda.

"Mhm!" Jake mencoba berteriak sekencang mungkin namun tidak ada satupun suara yang keluar dari mulutnya. Kini tubuhnya lemas.

Tempat itu cukup asing bagi Jake, tetapi ntah kenapa dia seperti pernah berkunjung kesitu.

Pintu didepannya perlahan terbuka.

Jake terus bergerak kesana kemari mencoba untuk pergi, tetapi ikatannya itu lebih kuat.

"Heeseung..?"

Jake terdiam saat melihat Heeseung yang mulai mendekati dirinya. Walaupun Heeseung yang melakukan ini, Jake tetap bisa mengontrol emosinya.

"Jake, kau sudah sadar?" Heeseung meletakkan punggung tangannya di kening Jake.

"Badanmu panas sekali, sayangku sakit ya?"

Jake hanya menggeleng pelan, matanya kini terus terusan menelusuri ruangan itu.

"Oh kau pasti bingung ini dimana. Ini di apartemen ku, Jake. Aku sudah suruh orang membersihkan semuanya." Heeseung mengelus pipi Jake.

Jake kemudian menutup matanya, berharap bahwa ini hanyalah sebuah mimpi.

"Kau lapar ya sayang? Aku sudah membelikan mu makanan, kau ingat?"

Heeseung mengecup kening Jake, dirinya kini bangkit dan mendorong kursi roda tersebut. Jake bahkan tidak sadar bahwa apartemen Heeseung seluas ini.

Kini Jake ia letakkan di depan meja makan.

"Ah kau manis sekali Jake." Heeseung melemparkan senyumannya dan mempersiapkan piring.

"Mhm mhmmhm."

"Oh iya, aduh bodohnya aku!" Heeseung membuka kain yang melilit membungkam mulut Jake. "Nah sekarang kau dapat berbicara."

Jake tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Matanya kini mulai memerah, ia tanpa sadar meneteskan beberapa air matanya.

Heeseung yang melihat itu langsung menghampiri Jake, ia usap air matanya dan juga mengusap kepala Jake.

"Sayangku? Sayang kenapa kau menangis?" Heeseung memeluk tubuh kecil Jake.

"Aku tidak akan menyakitimu, tidak akan pernah. Kau pasti kaget sekali ya tadi?"

Heeseung mengelus tengkuk Jake. Dirinya luluh jika harus melihat keadaan Jake yang seperti ini.

"Aku melakukan ini untuk kebaikanmu, Jake. Karna aku sayang padamu. Aku tidak ingin kau hilang dariku, aku tidak ingin orang lain merebutmu dariku. Yang kumau hanya dirimu."

"Berhentilah menangis, aku tidak suka melihatmu bersedih."

Jake menghela nafas beratnya. Ia coba untuk berbicara sekuat tenaga.

"Heeseung, apa maksudnya semua ini?"

"Apa maksudmu sayang?" Heeseung memiringkan kepalanya.

"Foto foto, GPS, chat, bahkan isi ponselku. Kenapa??" Suara Jake sedikit bergetar.

Heeseung menggaruk kepalanya, "ah kau sudah membaca semuanya ya?? Aduh aku jadi malu." Heeseung terkekeh.

Ia tangkup pipi Jake, dan mengecup bibirnya pelan.

"Aku melakukan semua ini Karna aku sangat menyukaimu, Jake. Kau malaikatku."

Jake hanya bisa bergeming. Ia tidak tahu harus bereaksi apa saat itu. Dirinya terlalu shock, terlalu lemah untuk mengutarakan semuanya.

Heeseung mendorong kursi roda milik Jake kedalam kamar tidurnya. Ia perlihatkan semua jenis jenis kamera yang dirinya punya.

Heeseung meletakkan dagunya di pundak Jake, ia memeluk tubuh kekasihnya itu kuat. Heeseung memeluk Jake dari belakang.

"Kau tahu Jake? Aku biasa memotret mu dengan berbagai jenis kamera. Saat itu kau kutawari satu, kau mau?"

Heeseung menunjuk satu persatu kamera yang dirinya miliki.

"Kalau ini untuk jarak jauh.. ah kalau yang satu ini agar fotonya terlihat jernih. Aku suka sekali memotret mu."

Heeseung kembali memeluk badan Jake yang masih bergemetar.

"Aku tidak dapat memberikan satu katapun yang dapat mendeskripsikan dirimu sayang. Kau terlalu sempurna."

Jake memegang erat tangan Heeseung, menatap kekasihnya tersebut.

"Heeseung, bisakah aku pergi?"

Ekspedisi Heeseung seketika berubah. Ia lalu menautkan kedua alisnya.

"Mau pergi kemana sayangku? Mau aku antar?"

"Tidak, aku ingin sendirian."

"Tidak jika tanpaku. Aku tidak ingin kau menghilang."

"Tapi Heeseung aku tidak kemana mana!"

"Lalu mengapa kau berbohong saat itu? Kenapa kau mencium seorang wanita?"

"Aku tidak menciumnya duluan, dia yang tiba tiba menciumku."

"Kau tidak menjawab pertanyaan pertamaku, sayang. Siapa wanita itu?"

"Dia-"

Heeseung membalikkan arah kursi roda tersebut. Diantarnya Jake ke dalam kamarnya. Ia buka ikatan tangan dan kaki milik Jake.

"Sepertinya kau memang harus aku kurung. Jika butuh apa apa katakan saja padaku ya? I love you, Jake."

Heeseung mengunci pintu itu. Kini hanya ada Jake dan keheningan. Jake berdiri dari kursi rodanya, kakinya mati rasa Karna terus terusan duduk. Jake tersungkur di bawah lantai. Ia pukul sendiri kepalanya.

"Kenapa seperti ini. heeseung, sebenarnya apa yang telah terjadi kepadamu?"





"Tidak, aku tahu pasti ada yang salah dengan dirinya."















TBC.

STALKER. | HEEJAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang