35.

1K 127 8
                                    

Jay memukul meja itu dengan kuat. Mendengar penjelasan Heeseung barusan di telpon.

"Ah pantas saja dirinya tidak bisa kuhubungi. Ternyata ponsel Jake tertinggal." Jay mengurut pelipisnya.

"Lalu apakah Jake mengabarimu dengan ponsel lain?" Jay bertanya.

"....."

"Halo? Heesseung?"

"Pesawat Jake jatuh."

"Apa?"

Mata Jay membulat, bahkan cangkir yang barusan ingin dirinya ambil jatuh. Dia tidak salah dengar, apa maksudnya jatuh?

"Tunggu, jatuh..?"

"Ya, dilautan."

Jay membisu, melemparkan pandangannya ke arah Sunghoon yang sepertinya penasaran tentang percapakan mereka kala itu.

"Apa maksudmu.."

"Kau ini bodoh atau apa? AKU BILANG PESAWAT YANG DITUMPANGI JAKE JATUH KELAUTAN."

Seketika panggilan itu hening. Tidak Jay maupun Heeseung semuanya diam tanpa suara. Hanya dengungan ponsel mereka yang ada saat ini.

Sunghoon yang baru saja mendengar suara teriakan Heeseung ikut mematung, tidak percaya dengan apa yang barusan dirinya dengar.

"Lalu.." Jay melanjutkan bicaranya, "bagaimana dengan keadaan pesawat itu?"

"Jake pasti selamat."

"Ah iya benar-" suara Jay sedikit bergemetar.

"Keluarganya di Australia, aku minta kontak mereka."

"Aku tidak memilikinya."

"Kau ini temannya atau apa? Kenapa kau tidak tahu sedikitpun tentang dirinya?"

Jay terdiam sesaat, " Jake memang tidak pernah menceritakan tentang keluarganya sama sekali. Ia sangat menghindari topik itu."

"Dasar, semua orang memang tidak berguna." Heesseung mematikan ponselnya.

Ia terus terusan mencari informasi mengenai Jake di data kampus miliknya.

Tapi apa ini? Kenapa tidak ada satupun informasi yang menyebutkan tentang keluarganya miliknya? Ah Heeseung benar benar ingin mati rasanya.

..

Heesseung menyalakan televisi, mencoba mencari hiburan baru.

Ia belum tidur 2 hari ini, tepat 2 hari setelah berita jatuhnya pesawat milik Jake.

Bukannya mendapatkan hiburan, Heeseung malah dikejutkan dengan berita tantang pesawat Jake di televisi.

"Pesawat X-77 Korea Selatan mengalami kecelakaan tragis, penyebab pastinya belum bisa kami ketahui. Tim SAR sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari semua keberadaan korban."

"Dinyatakan bahwa 70% penumpang telah ditemukan dalam keadaan tewas. Para penumpang lainnya masih belum ditemukan Karna kesulitan akses tim SAR untuk menyelam kedalam laut."

"......"

Dunia Heeseung rasanya berhenti seketika. Ini adalah hal tersakit yang pernah dirinya rasakan.

Heesseung tidak tahu harus berbuat apa. Ia meringkuk di Sofanya sembari terus mendumalkan isi hatinya.

"Tidak mungkin.."Heeseung menahan tangisnya.

"Tidak.." hatinya terlalu rapuh.

Heesseung menangis.

..

Lebih dari 20 panggilan tidak terjawab datang dari Jay. Heesseung tidak merespon sama sekali.

Heesseung kini berada di tempat kejadian. Melihat pemandangan lautan lepas itu dengan mata yang masih bengkak.

Tidak bisa, Heeseung tidak bisa melakukan apapun. Pesawat itu jatuh di tengah lautan. Tidak ada satupun kapal yang ingin membawanya pergi ke tengah sana.

Seandainya bisa, Heeseung mungkin akan rela menghabiskan masa hidupnya untuk mencari Jake.

Kini dirinya hanya bisa terdiam di bibir pantai. Heesseung tidak bisa melakukan apapun.

Apakah akhirnya akan menjadi seperti ini? Apakah ini akhir dari segalanya?

Ratusan bahkan ribuan kata masih belum terucap, kata kata untuk mengungkapkan seberapa sayangnya Heeseung kepada Jake, seberapa ia mencintainya.

Heesseung kehilangan separuh dari dirinya. Tidak, ia kehilangan seluruh dirinya.















"Aku mohon, biarkan aku melihat dirinya untuk terakhir kalinya."

"Bawa ia kepadaku, apapun yang terjadi."

"Aku hanya ingin memeluknya,"

"Aku hanya ingin mengatakan bila aku mencintainya."















Heeseung bersandar di tepi batu, melihat bintang bintang yang berjejer di langit kala itu. Heesseung tidak ingin berfikir bahwa Jake telah tiada.

Jake selamat, mereka hanya belum menemukannya saja.

Walau sebenarnya hati Heeseung sudah berada di ambang batas. Ia bahkan tidak mengerti perasaannya saat ini.

Kemana arah tujuan hidupnya, untuk apa dirinya hidup?



..

Kamar jake kini tidak terasa seperti rumah. Heeseung masih ingat saat Jake selalu menyambut nya tiap kali Heeseung pulang. Tapi kini, hanya keheningan yang menyambutnya.

Heeseung berjalan ke arah dapur, mengambil sebilah pisau yang telah dirinya asah.

Diarahkan pisau itu ke lehernya, kini ujung besi itu sudah menekan kulit Heeseung. Darah kecil terus mengalir.

"Tidak.."

Heeseung melemparkan pisau itu.

"Jake masih hidup, Jake masih berada di sisiku."

"Setidaknya aku harus hidup, demi Jake."

Heeseung mengambil jaket kesayangan Jake, mengeluarkan foto Jake yang selalu dirinya bawa di saku. Dilihatnya foto itu, matanya mulai mengeluarkan air lagi.

Heeseung terjatuh di lantai, ia ringkukkan badannya sembari memeluk Jaket milik Jake, mencium bau Jake yang selalu dirinya rindukan.

Heeseung menangis seperti bayi.

"Jake, sakit.. rasanya sakit sekali."

"Apakah kehilanganmu sesakit ini?"

Heeseung merasakan nafasnya terengah. Ia sulit bernafas, dadanya sakit Karna terus menahan isak tangisnya tersebut.

Heeseung berulang ulang memukul dadanya sendiri, mencoba untuk tenang dan mengatur nafasnya.

Heeseung memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur. Dirinya hanya berharap bahwa Jake bisa datang kedalam mimpinya.











TBC.

STALKER. | HEEJAKEWhere stories live. Discover now