Justin Bieber; "Dear Felisha"

5K 182 40
                                    

A/N: I guess it took me a very long time to finish this story, but yay, I did it! Hope you have a fun time reading it.

[Challenge: write a story about Justin Bieber being a don juan who is afraid of commitment.]

ENJOY!

***

Sometimes what a girl does is push the guy away to see if he'll still come back to her to test how he actually wants to be with her.

*

"Justin,"

Lelaki berambut cokelat kayu yang dipanggil pun mendongak dan tersenyum menatap gadis yang memanggil namanya. "Ya, Feli?"

Felisha memandang kuku-kuku jarinya yang baru ia cat berwarna merah terang kemarin sore. Katanya, kalau orang sedang jatuh cinta, ia akan memilih warna merah. Memangnya benar? Sepertinya sih begitu, Felisha sendiri yang mengalami.

"Kita ini... apa?"

Justin menaikkan sebelah alisnya. "Apanya yang apa?"

Felisha mendecak. "Kita ini pacaran, berteman, atau...?"

"Hah?" Justin merapatkan mulutnya, menahan tawa. "Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu? Bukankah sedari awal kita sudah sepakat kalau—"

"Apapun yang terjadi, we remain friends," potong Felisha cepat. Gadis itu merengut sebal. "Tapi, Justin, teman-temanku bertanya tentang hubungan kita. Kita terlihat seperti orang pacaran padahal... tidak samasekali. Aku bingung harus menjawab apa jika mereka tanya-tanya lagi."

Justin mengambil kedua tangan Felisha dan meremasnya, posisinya sangat dekat dengan Felisha hingga gadis itu dapat mencium aroma eau de toilette milik pria itu. "Jangan dengarkan kata orang lain, yang kita tahu, kau milikku."

Milikku? Felisha mengerutkan dahinya. "Any specific reason why?"

"Aku ingin kebebasan, you know... kalau kita sudah terikat dalam sebuah hubungan, kita akan sulit mendapatkan apa yang ingin kita raih. Someone has to take a roll in your life and control it." kata Justin menjelaskan. "In any way possible, kenapa kau tiba-tiba menginginkannya? I thought we're on the same boat?"

"Aku mengerti kau takut akan komitmen, aku pun dulu begitu..." timpal Felisha dengan nada murung.

"Dulu? Whoa— W-wait— apa maksudmu berbicara seperti itu?" Justin tergagap, ia melepaskan genggamannya lalu mengangkat kedua tangannya ke udara. Ia menunjukkan ekspresi I-don't-want-to-face-this-shit di wajahnya.

Felisha tersenyum masam. Ia tahu ini tidak akan berhasil. Bodohnya ia telah jatuh hati pada Justin, tapi ia sudah sampai pada titik ini dan tidak bisa mundur lagi. Ini konsekuensi yang harus ia tanggung sendiri. "Bagaimana kalau semuanya berubah? Bagaimana kalau I'm no longer want to be in a situation like this with you anymore? Bagaimana kalau aku menginginkan kepastian?"

Justin menarik nafas panjang dan menghembuskannya. "Tolong bicara yang jelas, Feli."

"What if I finally fall for you?"

Justin tersentak dan sontak menatap kedua mata Felisha dan mencari kebenaran disana. "A-apa? Kau serius?"

Felisha terdiam sejenak, menunggu reaksi Justin. Ia menunggu pria itu mengeluarkan suara tawanya, tertawa pada Felisha karena gadis itu duluanlah yang mengaku kalah pada permainan mereka.

Sewaktu Felisha menoleh memandang Justin, laki-laki itu juga sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak. Kerutan di dahi Justin perlahan menghilang. Pasti ia syok berat. Partner-in-crimenya, sahabat dekatnya, teman cuddlingnya, baru saja menyatakan cinta padanya.

L'Éternité et AprésTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang