Nemi Hovato; "Under The Stars"

4.2K 189 32
                                    

A/N: Dedicated to niallgina, thanks for the challenge. :-)

[Nemi Hovato: Niall Horan x Demi Lovato]

ENJOY!

***

Dua tahun yang lalu...

"Aku ini payah!" Demi mengeluh.

"Kamu melakukannya dengan baik, kok," sahutku bohong.

Aku sudah mengajari Demi bermain gitar hampir dua kali seminggu selama tiga bulan berturut-turut, dan terus-terang kedengarannya dia malah semakin buruk. Mungkin dia bermain bagus hari ini, tapi minggu berikutnya otaknya pasti sudah menghapus—atau melupakansemua hal yang kuajarkan padanya sebelumnya dan aku harus mengulangnya dari awal lagi. Selalu begitu.

"Letak jarimu salah, Dem." kataku sambil membenarkan posisi jarinya. "Ini diletakkan disini... dan jari kelingkingmu disini. Tekan senarnya yang kuat dan coba lagi, setelah itu pindah ke G seperti yang kamu lakukan tadi."

Demi menghela nafas berat. Dia merubah posisi duduknya menjadi lebih tegak dan memetik senar gitar itu dengan akord F. Setelah dua kali petikan, jari-jarinya pindah ke akord G. Namun suara yang dihasilkan malah sumbang, dan aku tidak bisa menahan kernyitan di dahiku.

"See? Lihat wajahmu! Aku memang tidak berbakat, I told you so..." gumam Demi menggeram, dia menaruh gitar akustik milikku di pangkuanku. Wajahnya terlihat tak suka dengan hasil usahanya belajar gitar tiga bulan ini. Oh, tentu saja dia kesal, dia telah berusaha begitu keras dengan tekad yang gigih. Dia berjuang mati-matian supaya dia bisa meraih apa yang diimpi-impikannya sejak lama—lolos audisi X Factor.

Sudah dua kali mencoba tapi gagal terus. Belakangan, Demi menyadari bahwa suaranya dulu jauh sekali bedanya dengan sekarang. Sekarang, suaranya sudah lebih matang dan tidak ada lagi suara yang fals, nada yang salah, apalagi tempo yang terlalu cepat. Siapa yang patut diberikan ucapan terima kasih?

Tentu saja guru vokalnya—aku. Niall Horan.

"Sudahlah, Ni, nanti waktu aku audisi... aku akan menyanyi acapella saja." katanya, memberengut.

Namun yang kubayangkan pada saat itu tak sesederhana kenyataannya.

*

Aku menggerakkan kepalaku, menghirup tepat di bawah garis batas rambutnya yang dekat dengan telinganya. Mencium setiap helaian rambutnya. Wangi yang telah menghilang selama dua tahun terakhir dalam hidupku.

"Kenapa kamu berada di sini, Dem?" tanyaku. Aku tahu, dia selalu suka saat aku memanggilnya dengan sebutan Dem.

Demi tertawa. Bukan jenis tawa yang sinis, tapi justru terdengar sedih dan putus asa.

"Haruskah aku menjawabnya, Ni?"

"Jawabannya tidak kalau kamu tidak ingin."

"Aku mau," Demi tersenyum lirih. "Alasannya kamu."

Otomatis, aku memandangnya penuh antusias. "Aku?"

Demi mengangguk. Dia mengerutkan keningnya. "Aku selalu berpikir kalau aku bukanlah gadis yang tepat untukmu—kamu cemerlang, kamu terlahir untuk menjadi seorang bintang meski semua orang meragukannya juga waktu yang tidak kunjung berpihak padamu." jelasnya. "Dan asal kamu tahu, aku cuma bayanganmu saja. Sekuat apa pun aku mencoba untuk mengimbangimu, aku tidak akan pernah bisa mencapai titik itu. Kamu punya kharisma itu, dan aku tidak."

L'Éternité et AprésHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin