Greyson Chance; "L'Idée de l'Amour"

3.8K 140 31
                                    

Greyson dan Tasya sudah bersama selama hampir satu tahun, dan Greyson kerap menyimpan rapat-rapat rahasia terbesarnya dari Tasya. Namun cepat ataupun lambat, ia harus mengatakannya. Ia tahu, suatu saat nanti Tasya akan menjadi pasangan hidupnya dan segala sesuatu yang di rahasiakannya pasti akan terbongkar juga.

Jadi, hari ini Greyson menguatkan tekadnya untuk memberitahu Tasya dan kalaupun semuanya berujung penolakan, ia akan berbesar hati melepaskan Tasya pergi.

Greyson melingkarkan tangannya kepada Tasya. Jari-jari gadis itu mengelus pipinya. Mata cokelat nyaitu menatap Greyson dalam-dalam, mencari kedalaman jiwanya, dan Greyson merasakan percikan koneksi yang hanya pernah ia miliki dengan Tasya. Ia juga menginginkan kebahagiaan selama-lamanya.

Hanya dengan Tasya seorang.

"Aku mau bicara."

Greyson dan Tasya saling pandang satu sama lain. Greyson melebarkan matanya, apa yang ingin Tasya bicarakan?

Tasya menelan ludah. "Kau duluan saja. Apa yang ingin kau katakan?" tanya Tasya sambil tersenyum. Melihat senyum itu, Greyson tak yakin kalau ia akan rela kehilangan Tasya nantinya.

Greyson berdeham. "Aku tidak pernah mengatakan hal ini pada semua orang dan kemungkinan yang akan terjadi setelah kau mengetahuinya adalah, kau mungkin bakal lari dariku dan aku akan menyesalinya. Tapi aku tidak bisa berbohong padamu. Aku tidak bisa menyimpannya sendirian dan membiarkanmu tahu—suatu saat dari orang lain."

"Oh?" Greyson bisa tahu kalau di suara Tasya tersirat sedikit kesedihan. "Apa itu?"

Greyson menarik nafas panjang. Semalam penuh—oh, bukan, malahan dalam setahun ini—ia berpikir bagaimana cara yang tepat untuk bilang yang sejujurnya pada Tasya. Lalu ia memilih cara tersimpel untuk mengatakannya. "I have a daughter."

Tasya terdiam, ia menurunkan tangannya. Memandang wajah Greyson tak paham dengan apa yang baru saja ia dengar, tapi setidaknya gadis itu tidak—belum kabur.

"A... daughter?" tanyanya pada akhirnya, wajahnya mulai tegang.

"Namanya Meadow," Greyson menjelaskan. "She'll be five next October. Dia lahir waktu aku masih berumur enam belas dan ibunya meninggal saat melahirkannya. Jadi, selama ini aku membesarkannya seorang diri."

Tasya menggigit bibirnya. "A daughter?" ulangnya lagi.

Greyson mengacak-acak rambutnya. Tinggal menunggu hitungan detik baginya untuk dapat sebuah tamparan di pipi dari Tasya. Itu yang paling sederhana. Greyson tak ingin membayangkan yang tersadis. "Apakah itu masalah buatmu?"

"Tidak, Grey, tidak sama sekali. Aku cuma... bingung dan kaget dan uh,... anak perempuan? Setahuku kau tidak pernah berada dalam suatu hubungan yang serius sebelumnya?"

Greyson mengangguk. "It was one drunken night. Suatu malam yang paling aku sesali seumur hidup, dan aku ingin menebusnya dengan melakukan hal yang benar, menunggu anak itu lahir kemudian aku akan menikahi gadis itu. Tapi dia pergi duluan...," katanya. "Lalu aku bertemu denganmu. Dan aku jatuh cinta padamu, sangat sangat sangat mencintaimu. But, she's really important to me and you too."

Tasya mendesah.

"Katakan sesuatu, Tasya," timpal Greyson. Sumpah, ia lebih baik menerima yang terburuk dari yang terburuk dibandingkan melihat Tasya terdiam seperti ini. Apalagi pacarnya itu kemudian tersenyum lebar. Seakan masalah Greyson memiliki anak itu sama sekali bukan persoalan yang sulit dan Tasya menerimanya, layaknya apa yang diucapkannya tadi.

"Geez, Greyson! Aku tidak akan mendepakmu. Aku cuma perlu waktu untuk berpikir. Kau punya anak, dan aku suka anak-anak. Although she's not mine, I think I'm going to love her. And now, I love her already. We can make it work, right?"

Greyson tercengang, tentu, ia senang bukan kepalang karena Tasya tidak mempersalahkan statusnya sebagai seorang ayah yang punya satu anak dari wanita lain yang bukan dirinya, apalagi anak itu hasil dari hubungan semalamnya dengan wanita itu. Seharusnya Tasya marah, seharusnya Tasya kecewa pada Greyson.

Dan karena itulah Greyson merasa bimbang. Ia sudah memikirkan skenarionya, Tasya meminta putus darinya dan Greyson akan mengejarnya lagi. Tapi Tasya malah sekarang tersenyum padanya. Ia bahkan mau menjadi ibu dari anaknya nanti.

Tanpa sadar, ia menghela nafas kecewa. Terbuat dari apakah hati Tasya?

"Ada yang tidak kumengerti," ujar Greyson. Ia mengusap dagunya. "Kau... sedikitpun... tidak marah padaku?"

Tasya menggeleng. "Itu masa lalumu, sekarang kau bersamaku," Gadis itu memandang Greyson suriga. "Kenapa?"

"I thought...," Greyson merasa jantungnya berdegup begitu kencang. "Uh, nothing."

Tasya mengerjap. "Oke. Giliran aku yang bicara."

Greyson menahan nafas.

"Sebesar apapun keinginanku untuk bersamamu, sepertinya semuanya berubah menjadi sia-sia," Kali ini, tidak ada senyum lagi di wajah Tasya. Greyson merutuk dalam hati.

"Kau tidak mencintaiku, aku tahu itu."

Enam kata itu bagaikan pisau yang menancap di punggung Greyson. Tenggorokannya tercekat. Bagaimana bisa Tasya berkata seperti itu? Tidakkah Tasya melihat kesungguhan Greyson untuk berjuang mendapatkan Tasya dulu? Tasya yang dikelilingi banyak pria itu?

"Jangan menyangkalnya. Kau hanya menginginkanku, sebatas itu, ingin bersamaku. Kau hanya suka apa yang ada di dalam diriku," lanjutnya. "Mungkin kau tidak sadar tapi..."

Tasya meringis. 

"You're in love with the idea of love."

Dan dunia Greyson pun runtuh seketika. Ternyata skenarionya tepat.

L'Éternité et AprésWhere stories live. Discover now