Louis Tomlinson; "Proposal"

2.6K 193 41
                                    

A/N: Gila deh udah lama banget gak bikin one shot, mana masih banyak yang request-nya belom selesai -_- yaudah deh ya gue cicil dulu satu-satu... btw ini dapet inspirasi dari salah satu adegan di drama korea favorit gue ^^

ENJOY!

*

"Tuk... tuk..."

Suara batu kerikil yang dilemparkan ke jendela kamarnya cukup menarik perhatian Ghesna, dia tersenyum lebar. Pasti Louis, pikirnya. Tanpa pikir panjang, Ghesna keluar dari kamarnya dan melesat ke bawah untuk menemui pemuda itu secara langsung.

Saat Ghesna sudah sampai di lantai bawah, dia melihat ibunya sudah membuka pintu utama dan sedang mengobrol dengan Louis. Sayup-sayup dari tempat dia berdiri, Ghesna dapat mendengar perbincangan mereka

"Mrs. Parsons, maaf saya mengganggu malam-malam begini." Louis.

"Ah, Tomlinson, lama tidak melihatmu. Ada apa datang kemari?" Ibunya.

"Sebenarnya, saya ingin mengajak Ghesna jalan-jalan." Louis.

"Oh, begitu. Akhir-akhir ini Ghesna sering bercerita tentang dirimu, lho." Ibunya.

Ghesna terbelalak kaget. Rasanya dia ingin mengubur dirinya hidup-hidup saat itu juga atau mudahnya, menguap saja. Louis dan ibunya sama saja!

"Mom, he's looking for you," celetuk Ghesna, mengusir ibunya secara halus.

"Siapa?"

"Daddy," Ghesna memutar kedua bola matanya.

"Oke, oke," Ibunya tersenyum ke arah Louis dan Ghesna bergantian. "Have fun, guys."

Ghesna mencibir setelah ibunya pergi. "Jalan-jalan, huh?"

Louis tersenyum penuh makna. "Oh... jadi, kau sering menceritakan tentang aku pada ibumu. By any chance, apakah kau juga memiliki perasaan yang sama terhadapku?"

Ghesna merasa kedua pipinya memanas, sementara Louis menyeringai kecil sambil membuang batu-batu kerikil yang ada di tangannya ke pekarangan rumah Ghesna.

Ghesna melipat kedua tangannya di dada, memasang raut wajah terangkuh yang bisa dia buat. "Kau sudah tahu jawabannya, kenapa masih bertanya?" cetus Ghesna dengan nada tinggi, berusaha menutupi suara detak jantungnya yang terasa begitu keras dan cepat.

"Kau tidak pernah mengatakannya," sergah Louis sambil merengutkan bibirnya.

Ghesna mengerjapkan matanya, "Oh, ya?"

Louis mengangkat bahunya dan menarik tangan Ghesna.

"Eh, mau ke mana?"

Louis mengedipkan sebelah matanya. "Suatu tempat."

*

Ghesna mengerutkan dahinya saat sadar bahwa Louis membawanya ke apartemen barunya yang hanya berjarak 500 yards dari rumahnya. Ghesna mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Ada dua kamar tidur, satu dapur beserta kitchen set dan pantry, ruang TV, dan ruang tamu. Apartemen yang terlalu besar untuk laki-laki yang tinggal sendirian.

Louis merebahkan tubuhnya di sofa ruang TV, dia menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya, menyuruh Ghesna duduk di situ.

Louis menyenggol bahu Ghesna meminta pendapatnya. "Bagaimana apartemenku? Bagus, tidak?"

Ghesna mengangguk acuh. "Mm-hmm."

"Jika kita jadikan rumah, apakah kau setuju?"

Ghesna mengangguk satu kali, namun dia memandang Louis bingung. "Kita?"

"Iya, kita," Sebuah senyum jahil bermain-main di bibir pemuda itu. "Aku membelinya dengan uangku sendiri yang kukumpulkan dari kerja part-timeku selama ini, walaupun ada tambahan sedikit dari kedua orang tuaku."

 Ghesna menelan ludah. "Tunggu, kau sedang melamarku?"

Louis meringis. "Lamaran? Buat apa? Cepat ataupun lambat, kita juga pasti akan menikah. Memangnya, siapa lagi calon suamimu selain aku? Coba, beri tahu aku. Biar kuhadapi mereka satu per satu."

Ghesna menatap Louis kesal, dia mendesah pelan. "Yah, yah, terserah kau saja." Walaupun begitu, dalam hatinya dia ketar-ketir setengah mati. Louis baru saja melamarnya! Memang, sih, caranya biasa saja tapi Ghesna tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa dia benar-benar gugup sekarang. Menikahi Louis? Dia belum pernah berpikir sejauh itu.

"Lou," panggil Ghesna.

Louis menoleh sambil tersenyum memandang wajah gadis yang sudah disayanginya sejak belasan tahun silam itu.

"Ya?"

"Kenapa kau menyukaiku?"

"Sederhana saja. Aku selalu bahagia tiap bersama denganmu, melihatmu tersenyum saja sudah cukup bagiku."

Ghesna memanyunkan bibirnya. "Kalau melihatku tersenyum saja dapat membahagiakanmu, kau tentunya tidak perlu lagi menikahiku."

"Oh, come on, Ghes," Louis mencubit hidung Ghesna keras-keras. "Maksudku adalah, aku ingin menjadi alasan dibalik setiap senyumanmu itu."

Louis mengusap puncak kepala Ghesna sayang. Dia menyelipkan rambut Ghesna yang menutupi wajahnya ke belakang telinga. "You're just so amazing to me and I must have you!"

Perlahan, senyum Ghesna mengembang seperti kembang gula. Manis.

"I love you, Lou."

Dan Louis bersumpah, dia merasa benar-benar lengkap sekarang.

L'Éternité et AprésWhere stories live. Discover now