Louis Tomlinson; "Her Painkiller"

2.9K 173 50
                                    

A/N: This one shot might be super soap-opera-like for your heart. Cheesy banget pokoknya. So, beware.

ENJOY!

***

"Dan, Harry bilang perempuan itu adalah belahan jiwanya! Padahal mereka baru kenal beberapa hari yang lalu," Louis memijat keningnya dan menatap Kahlia dengan raut wajah frustrasi. "Dia pasti sudah gila. Kau setuju denganku, kan, Kahl?"

"Louis, ini bukan kali pertama Harry kencan dengan gadis yang dia temui di kelab. Don't be such a daddy. Ayahnya saja tidak mempermasalahkan anaknya yang—"

"Bukan begitu, Kahl," Louis mengempaskan dirinya untuk duduk di atas ranjang rawat Kahlia. "Tapi aku...," Louis mendesah keras. "Ah, entahlah. Sulit sekali untuk mengatakannya."

Kahlia tersenyum "What to do? He's an adorable charmer. Aku memang cuma melihatnya dari foto tapi, karisma-nya betul-betul... no joke. Mungkin kalau aku tidak sakit-sakitan seperti ini, aku akan pergi di kelab dan betah berlama-lama di sana or even... menggodanya? Hahaha."

Louis memicingkan matanya. "Apa katamu?"

"Tidak, tidak," kata Kahlia sambil menahan senyum. Ia menyentuh tangan kiri Louis dan meremasnya. "Kau terlalu protektif dengan adik tirimu itu, Lou. Biarkan dia melakukan apa pun yang dia mau. Lihatlah aku," Louis menatap Kahlia dengan dahi berkerut. "Aku masih remaja dan yang bisa aku lakukan hanyalah berbaring di rumah sakit sepanjang tahun. Menyedihkan sekali."

Louis hanya bisa mendesah saat Kahlia menertawai dirinya sendiri. Kahlia merupakan pasien kanker darah yang sudah dirawat selama setahun lebih di rumah sakit tempat Louis bertugas sebagai asisten dokter. Pertemuan pertama mereka yang terjadi sebulan yang lalu bisa dibilang cukup tegang dan serius, Louis untuk pertama kalinya menangani pasien radioterapi untuk anamnesis, pemeriksaan fisik, dan memberi resep multivitamin, dan Kahlialah pasien pertamanya.

Lalu, mereka menjadi sering bertemu dan mulai berteman dekat. Sejauh ini Louis sangat nyaman berteman dengan Kahlia yang pembawaannya hangat. Dia gadis yang periang dan ramah, berbanding terbalik dengan dirinya yang kaku dan dingin. Orang-orang pasti tidak akan percaya bahwa Kahlia merupakan seorang pasien kanker darah stadium tiga. Bagaimana bisa gadis sebaik dia mengidap kanker? Itulah yang ada dalam pikiran orang-orang yang mengenalnya.

Louis menarik napas dalam-dalam kemudian tangannya terangkat untuk menyentuh leher Kahlia. "Sepertinya hasil kemoterapimu cukup baik, ya. Bengkaknya sudah mengempis sedikit."

"Mm," Kahlia ikut menyentuh lehernya. "Sebenarnya tidak sakit, sih."

"Walaupun begitu, kau harus tetap rajin menjalani kemoterapi."

Kahlia tersenyum tipis. "Bagaimana ujian radiologimu minggu kemarin?"

Louis meringis. "Menyeramkan. Aku salah membaca diagnosis salah satu penyakit dan aku diusir dari ruangan ujian."

"Itu, sih, memang salahmu!" olok Kahlia sambil mendengus.

"Yah, tapi untungnya aku berhasil memperbaiki kesalahanku dan ujiannya selesai tanpa hambatan setelahnya," kata Louis dengan nada bangga. Lalu, ia merenung sejenak. "Mulai besok aku akan sangat sibuk di UGD, jadi aku tidak bisa sering-sering menemuimu."

"Oh?"

Kahlia langsung memandang ke luar jendela, entah memandang apa. Tatapannya begitu kosong.

"Aku mau cepat sembuh."

Laki-laki itu mengusap-usapkan tangannya ke punggung Kahlia, mendekapnya ke dalam sebuah pelukan erat. "Tentu saja kau akan sembuh. Kau perempuan terkuat yang pernah kutemui, Kahl."

L'Éternité et AprésWhere stories live. Discover now