VII. Petualangan Revan dan Reina

5.6K 333 35
                                    

A/N: Bukan challenge-nya siapa-siapa dan entah itu judul macam apaan. Semacam judul episode Dora. Bodo deh ya. :')

ENJOY!

***

Revan berjalan keluar rumahnya sambil menepuk-nepuk kepalanya. Kepalanya pusing, telinganya berdengung, hidungnya pilek, matanya berair, badannya panas dan suaranya seperti tikus kejepit. Revan sendiri tidak yakin bagaimana bunyi suara tikus kejepit, tapi tenggorokannya benar-benar kering dan sakit. Efek berenang malam-malam memang bukan gagasan yang bagus, bodohnya ia menyetujui usul anak itu.

"Van, buruan elah lama amat," omel anak yang mengajaknya berenang tadi malam dari balik kemudi.

Revan pun buru-buru masuk ke dalam mobil Jazz biru tersebut dan memasang sabuk pengaman.  Ia memencet tombol di DVD player yang terpasang di mobil Reina lalu menyetel kanal radio favoritnya.

"Kenapa lo?" tanya Reina tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depannya. "Tumben kalem."

"Kayaknya gue demam deh, Na."

Reina tertawa meledek. "Cemen amat gitu doang demam." katanya kemudian nada bicaranya berubah serius. "Udah minum obat?"

Revan menggeleng. "Kalo hari ini nggak ada ulangan Fisika nih ya, nggak bakalan deh gue masuk."

"Lah, emangnya nilai lo terjamin bagus kalo ngerjain ulangan pas sakit begini? Biasanya juga dapet lima puluh." Sesekali Reina melirik Revan dan lelaki itu sedang mendumal. Gadis itu pun terdiam sebentar lalu melanjutkan, "Bolos aja yok!"

"Nggak gitu juga kali!" tolak Revan mentah-mentah. "Males jalan nih gue, badan sakit semua."

"Lagian udah telat gini!" kata Reina lagi, ia membelokkan mobilnya ke arah berlawanan sambil tertawa nakal.

"Reina!!! Seriusan!!!"

***

Revan menekuk wajahnya saat melihat Reina baru ajan memesan mangkuk kedua bubur ayamnya. "Ngapain kalo ujung-ujungnya cuma ngeliatin lo makan? Mendingan gue sekolah, seenggaknya buat ngisi absen."

"Kan udah gue bilang kalo mau pesen aja, ntar gue yang bayar." timpal Reina sambil memonyongkan bibirnya. "Gue belom makan tau dari kemaren malem."

Bagi Revan, mempercayai omongan Reina sama saja setuju untuk kembali ke zaman jahiliyah lagi. Kadang, dari semua hal yang Reina ucapkan paling hanya 15% yang benar dan lainnya itu... ke-lebay-an dia. Jadi kalau Reina bilang dia belum makan sejak kemarin malam, itu artinya dia belum makan sesuai porsi yang dia butuhkan. Got it? No? Alright then. :')

Revan menyendokkan suapan terakhirnya ke dalam mulutnya. Ya, pada akhirnya dia juga tidak bisa menerima kenyataan kalau dia butuh asupan makanan. Dia lapar dan dalam keadaan sakit begini, dia tahu kalau dia harus mengisi perutnya.

"Van..." panggil Reina sewaktu Revan baru akan berjalan ke tempat mobil Reina terparkir.

"Jangan bilang lo nggak bawa duit." ancam Revan sambil menunjuk wajah Reina dengan jari telunjuknya.

Reina cengengesan. "He-he-he."

Revan mendesis, ia menjitak kepala Reina keras. "Nah kan terus aja gini mulu, gue yang mesti bayar. Katanya mau nraktir, php dasar."

"Bodo ah." Reina mendengus. Ia menjulurkan telapak tangannya yang terbuka lebar sesekali menguncup dan terbuka lagi. "Duit cepetan, tuh abangnya nungguin!"

"Dasar bawel!" Revan mengeluarkan dompetnya yang berada di saku belakang celananya dan mengeluarkan satu lembar uang dua puluh ribuan lalu menempelkannya ke dahi Reina. "Buruan bayar!"

L'Éternité et AprésTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang