1. Agra Haimanjaya

102K 8.4K 286
                                    

"Woy, maju lo sini! Jangan beraninya ngumpet di ketek ayam doang!"

Seorang perempuan berperawakan putih bersih berdiri di depan segerombolan lelaki dengan wajah beringas. Tangan panjangnya dia ulurkan ke udara, memamerkan batu bata miliknya kepada musuh di hadapan mereka.

Rachel berdesis sinis saat melihat ketua dari lawannya keluar dan berdiri tepat di tengah-tengah jalan. Menengadahkan kepalanya songong, menantang Rachel berani.

"Lo lagi, Rach?" pertanyaan retorik itu keluar dari bibir Felix seraya mendesis sinis. "Daripada lo sibuk ngurusin tawuran, ikut aja sama cewek-cewek di sekolah lo buat ke salon!" tandasnya lalu tertawa diiringi oleh suara teman-temannya yang lain di belakang.

Rachel menggerakkan mulutnya mengikuti gaya bicara Felix, kemudian dia tertawa meledek suara tawa Felix yang kedengaran seperti tikus kejepit.

"Heh, bau ketek!" perempuan berkuncir satu itu menunjuk Felix menggunakan batu batanya, dia menaikkan sebelah alisnya menatap Felix merendah. "Gue nggak usah ke salon juga udah cantik. Mending lo aja yang ke salon soalnya ketek lo itu bau banget bangkai. Sama kayak bau mulut lo! HAHAHAHA!"

Hinaan Rachel membuat Felix bungkam. Diungkit-ungkit masalah bau keteknya bikin lelaki berwajah oriental itu lantas saja memerah padam. Sialan Rachel, itu kan seharusnya sudah dia lupakan kenapa juga harus dibahas di saat ingin tawuran begini? Lagipula bau ketek seperti yang dikatakan Rachel itu sudah lama terjadi. Sekitar tiga bulan lalu. Sekarang sih Felix sudah wangi dan bersih.

Mungkin, bagi Felix dirinya sudah begitu. Karena kenyataannya teman-teman Felix di belakang langsung menjaga jarak karena mengendus bau tak sedap dari depan mereka. Dikirain bau sampah tahunya bau badan Felix emang beneran bau banget.

Ampun deh. Keringat gajah saja kalah baunya.

Felix mendengus memajukan langkahnya gusar. "Emang ya lo itu banyak omong dari dulu,"

Tangan kanan Rachel mengambil sepotong kayu besar nan panjang dari salah satu teman lelakinya di belakang. Dia segera menodongkannya ke depan perut Felix sebelum lelaki itu kian mendekat padanya.

"Diem lo jangan deket-deket, bau ketek!"

Hinaan Rachel serta gelak tawa anak nakal SMA Nusantara membuat darah Felix mendidih. Padahal dia berharap tawuran kali ini bukan Rachel pemimpinnya melainkan kakak kelasnya. Selain lawannya yang tak sepadan menurutnya lebih baik dibikin babak belur oleh lelaki ketimbang harus menelan pil pahit akibat perkataan Rachel yang kelewat kasar.

"Maju lo, Nyet. Gue nggak takut," tantang Felix mengikuti jarak yang sudah diberikan Rachel.

Rachel menggeleng, ekspresi wajahnya dia buat semual mungkin. "Ogah. Pake deodoran dulu sana. Yang ada gue pingsan duluan sebelum bikin lo babak belur." cemo'ohnya menahan tawa.

Felix menggemeletukan giginya kesal. "Banyak bacot lo, ye."

Lelaki itu mengempaskan kayu di depan perutnya kasar, potongannya melayang ke samping membuat jantung Rachel nyaris copot. Perempua itu membelalak melihat bagaimana Felix langsung berlari menerjangnya.

Namun sebelum tangan lelaki itu berhasil meraih pergelangannya, Rachel menghindar kemudian mengayunkan batu batanya ke selangkangan Felix.

"ANJING, RACHEL!"

Dan sebuah erangan kesakitan melanda penjuru kolong jembatan akibat batu bata yang Rachel lemparkan mengenai tepat kebagian paling sensitif Felix, disusul oleh langkah kaki berat dari arah belakang maupun depannya, Rachel kembali bersiap pada posisinya untuk melawan semua musuhnya hari ini.

Paling tidak Rachel sudah merobohkan sang ketua musuh tinggal anak buahnya saja yang tersisa.

•••••

Di dalam mobil, Arga menyetel lagu Shape of You punya Ed Sheeran. Lelaki berambut cepak itu mengenakan kaos hitam pekat dipadukan dengan celana jeans sobek-sobeknya, sesekali kepalanya bergoyang mengikuti irama sambil menyanyikan sebait lagunya. Jalanan saat pagi hari tidak begitu macet seperti biasanya membuat Arga leluasa mengebut di tengah jalan raya.

Seorang lelaki memakai kemeja putih dibalut sweater biru tua itu sedang sibuk dengan buku merah di tangannya, jemari panjangnya menggenggam erat pensil runcing, menggoreskan ujungnya di atas lembaran kertas putih membentuk pola wajah. Wajahnya sama persis seperti Arga hanya saja dia memiliki tahi lalat di bawah mata kiri sementara Arga di bawah kanan bibir.

"Woy, Gra."

Panggilan Arga tidak digubris oleh Agra Haimanjaya, kembarannya tersebut. Alih-alih menoleh Agra justru memiringkan kepalanya ke kanan untuk memfokuskan pikirannya membuat sketsa hidung mancung dari samping.

Melihat lagi-lagi dia dicueki oleh kembarannya sendiri Arga pun memencet klakson berkali-kali seraya menyanyi kencang tidak peduli meski sudah dimaki pengemudi lainnya dia cuma mau Agra menatapnya.

Lima menit Agra berusaha cuek, sekarang habis sudah kesabarannya. Dia menutup buku khusus menggambarnya itu lalu menatap Arga sinis. Hanya menatap Arga dalam tanpa mengeluarkan sedikit pun suara melalui kaca tengah.

"Pindah kek lo ke depan," protes Arga terbiasa akan bias mata menyeramkan Agra. "Gue berasa kayak sopir lagi jemput majikan pulang jalan-jalan, tau nggak?"

Agra mengembuskan napas panjang. "Jalan aja nggak usah banyak protes,"

"Kurang ajar lo ya. Masih untung gue jemput."

"Siapa juga yang minta lo jemput gue?" tandas Agra membuat Arga terdiam. "Lo sengaja jemput gue karena mau melarikan diri lagi, ya'kan?" mendapatkan adik kembarnya bungkam Agra tersenyum sinis. "That's jerk gonna be died."

Sindiran Agra berhasil bikin Arga kesal setengah mati namun tidak bisa berbuat apa pun. Agra benar dia berusaha melarikan diri dari seseorang yang sudah lama dia tinggali dan tidak ingin bertemu dengannya saat ini. Seharusnya Arga masuk sekolah tetapi dia benar-benar lelah akan keberadaan seseorang di sana. Dulu dia berhasil melepaskan diri dengan pindah keluar kota selama dua tahun tapi kini begitu dia kembali ke Jakarta rupanya perempuan itu masih menunggunya.

Ketika mobil yang digunakan Arga berbelok ke arah persimpangan, mata Arga langsung menajam. Di depannya tersaji pemandangan merusak kesejukan udara pagi, segerombolan siswa beda sekolah saling memukul satu sama lain bahkan tak segan-segan untuk memaki. Arga berdecak jengkel, dia tidak bisa lewat kalau ada mereka yang menghalangi.

Dengan sigap Arga mengklakson mobilnya keras-keras memecah keseriusan mereka dalam tawuran, sesaat gerombolan di depannya terdiam mendengar suara klakson mobil lantas pandangan mereka tertuju pada mobil Arga namun Arga tidak peduli. Begitu melihat mereka mulai minggir secara perlahan, Arga pun menancapkan gasnya kencang membelah kerumunan orang berpakaian urakan tersebut.

Kala Arga sibuk mengumpat, Agra sempat menoleh ke luar jendela. Dia bersitatap dengan seorang perempuan cantik berkuncir kuda yang sedang menatapnya. Agra tidak begitu melihat bentuk wajahnya secara jelas yang pasti, penampilan gadis itu sungguh berantakan.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang