27. Sama-sama terluka

46K 5.1K 499
                                    

Memasuki rumah Gara bersiul rendah. Situasi hatinya membaik, dia berpapasan sama Arga yang bersiap ingin pergi lagi.

"Mau ke mana lo, Ga?"

Arga mengangkat kepalanya sekilas lalu kembali pada aktivitasnya mencari sneaker di rak. "Biasa,"

"Main mulu. Belajar!" seru Gara mengacak rambut adiknya.

Arga berdecak menyingkirkan tangan Gara. "Lo liat sneaker yang gue beli di Spore nggak, Gar?" tanya Arga frustasi tidak menemukannya.

"Bukannya lo bawa pas pindah ke Bali?"

"Seinget gue udah gue bawa balik pas packing..." kemudian Arga menepuk kening. "Oh iya gue lupa! Dipinjem sama Demon!"

Gara terkekeh. "Pake punya gue aja, baru dibeliin sama Om minggu lalu dari Amrik, lumayan kan buat lo yang suka nongkrong-nongkrong,"

Arga melengkungkan senyuman lebar, memeluk leher Gara lalu mengelus rambut tebal kakaknya. "Thanks, Gar. Lo emang penyelamat gue!"

Gara menggeliat kala Arga mencium ubun-ubunnya. "Lepas, cumi!"

Arga juga terbahak. "Lo dapet salam dari Bang Dylan. Katanya kapan lo ngemusik lagi? Ditunggu sama dia."

"Kapan-kapan. Salam balik juga." balas Gara.

Lalu, setelah mengenakan sneaker merah maroon punya Gara, Arga pamit kepada kakaknya untuk main. Gara hanya mengangguk singkat mengatakan Arga harus berhati-hati bawa mobil. Lelaki itu menyeret kakinya ke ruang tamu lantas menjatuhkan diri.

Semenit kemudian Gara menegakkan tubuhnya lagi, dia merogoh ke dalam tas mengambil sesuatu. Gara mengeluarkan kertas yang terlipat, sesaat dia membukanya mata Gara langsung tertuju pada pengumuman pendaftaran kontes bernyanyi. Gara ingin sekali mencoba tapi apakah dia bisa? Sekali saja Gara ingin merasaka berdiri di atas impiannya sendiri tanpa harus memikirkan apa orang lain menyukainya atau tidak? Sebab ini hidup Gara bukan hidup orang lain jadi sudah sewajarnya bila Gara yang mesti mengurus segala sesuatunya tanpa campur tangan orang lain.

•••••

Malam hari orang tua Gara sudah kembali pulang ke rumah, mereka sedang menonton televisi bersama. Gara menuruni tangga seraya menenteng selebaran kertas, dia mau izin pada mamanya dulu baru pada papanya. Tetapi Gara ragu alhasil dia berbelok ke dapur untuk minum.

Mama menyadari ada suara derap langkah kaki di belakang lantas dia menoleh dan terkejut menemukan anak lelakinya di sana. "Loh, Gara? Mama kira kamu pergi baru aja tadi Agra pamit keluar sebentar," celetuknya.

Gara menarik senyum tipis, ketika dia hendak melanjutkan langkahnya Mama memicingkan mata membaca tulisan di kertas yang di bawa Gara. Mata Mama teralihkan, dia tahu anaknya itu sangat menyukai musik sejak kecil minatnya ada di sana.

"Gara, kamu mau daftar ke lomba musik?" Mama bertanya terang-terangan yang langsung dihadiahi tatapan tajam Papa.

Gara menelan ludah, tidak ada gunanya lagi dia berdiam diri. Terseok-seok Gara mendekati orang tuanya, dia meremas ujung kertas tersebut sambil menguatkan diri untuk berkata jujur.

"Gara izin buat ikut ini."

Papa mematikan televisi, layarnya menghitam. Bayangan Gara yang berdiri terpantul di sana, wajah keras Papa terlihat jelas di sana. Keduanya saling bersitatap melalui layar lebar yang menggelap.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang