3. Dua sisi

82.4K 7.2K 455
                                    

Rachel memasuki rumah bertingkat dua dengan halaman rumah yang sudah terparkir dua mobil dengan plat nomor yang tentu saja dia kenali. Bersama langkahnya yang menggontai dia menarik paksa kedua kakinya menaiki pijakan kemudian tanpa mengucap satu patah kata pun dia melewati ruang tamu dan saat dia menangkap dua sosok orang dewasa di ruang keluarga sedang duduk, menunggunya, Rachel mendengus singkat tidak memedulikan.

Diana menyadari kehadiran Rachel, lantas dia bangkit dari posisinya memanggil anak perempuannya tersebut. "Rachel,"

Beberapa jam lalu pihak kepolisian menelepon orang tua Rachel, mengadu jika untuk kesekian kalinya putri tunggal mereka melakukan pencurian di sebuah toko roti. Diana sampai senewen ketika mengetahuinya, dia kewalahan bahkan nyaris pingsan tiap kali mendengar perilaku Rachel yang makin lama makin tidak terkendali.

"Mama nggak pernah mengajarkanmu untuk mengambil tanpa membayar," tegur Diana menghampiri Rachel yang berdiri di ujung tangga. "Kamu sadar nggak sih apa yang kamu perbuat itu sangat mencoreng nama keluarga?"

Rachel melengos sensi. "Apa sih masalahnya sama Mama?"

"Rachel! Dulu kamu nggak begini, Sayang. Kenapa sekarang kamu jadi suka melawan?" tanya Diana pusing.

"Dulu dengan sekarang itu konten yang berbeda," terang Rachel sinis. "Acel udah besar, bukan anak kecil yang nurut apa kata Mama,"

"Acel..."

Rachel menepis tangan Diana yang hendak memegang pundaknya. "Jangan sentuh Acel, Ma."

Di sudut sofa, Alfred Dominika Balakosa memandangi istri serta anak tirinya yang bertengkar. Hatinya gamang antara ingin menengahi atau mendiamkannya sebab dia hanyalah Ayah tiri yang tidak bisa asal mencampuri urusan hubungan keluarga kandung. Namun, dia memedulikan dua wanita tersebut, dia menyayangi keduanya. Melihat mereka selalu beradu mulut membuat Fredd turut sedih.

Akhirnya, merasa bila dia harus menenangkan keduanya Fredd pun beranjak. "Acel, kamu bisa bilang pada Papa jika ingin sesuatu. Bukankah lebih baik kamu meminta sama Papa daripada mengambil punya orang lain?"

Suara Fredd yang ramah mengusik pendengaran Rachel. Dia sangat membenci pria itu. Masih jelas diingatannya tentang perkenalan dia dengan Fredd. Dan bila itu terbayang dia jadi mengenang Ayah kandungnya pula.

Salah satu peristiwa lampau berputar di benak Rachel. Saat dirinya memasuki kelas satu SMP, dia merasa iri melihat teman-teman barunya diantar dan dijemput oleh Ayah mereka. Bahkan ada juga yang sampai ditemani masa ospeknya, sekalian menjaga agar tidak terjadi sesuatu yang tak mengenakan.

Rachel ingat betul Papa pernah berjanji padanya akan menemani Rachel saat masa orientasi siswa baru semasa SMP dan SMAnya nanti. Karena Papa banyak cerita soal kejadian-kejadian paling menyenangkan hingga menjengkelkan di masa perkenalan siswa tersebut, membuat Rachel bersemangat untuk terus belajar dan belajar supaya dia bisa beranjak cepat menjadi anak SMP.

Tetapi semua ucapan Papa dulu nyatanya hanyalah kebohongan belaka. Sebab pada liburan kenaikan kelas tiga di Sekolah Dasar, Papa tiba-tiba saja menghilang memporakporandakan hati Rachel waktu kecil. Dia telah bertanya pada Mama tapi Mama tidak mau menjawabnya. Dia hanya berkata jika Papa bekerja di luar negeri dan kembali setelah masa kontraknya di sana selesai. Begitu pun anggota keluarga yang lain, mereka menjawab pertanyaan Rachel sama persis seperti yang dikatakan kepadanya. Waktu itu Rachel cuma bisa diam, mempercayai semuanya.

Hingga usia Rachel mulai menginjak masa remaja. Mama mengenalkan rekan kerjanya sebagai teman, mulanya Rachel menyambut Fredd bersahabat tetapi semakin lama Rachel curiga pada Mama yang sering sekali bersama Fredd. Kadang kalau jam pulang kantor sekitar pukul tujuh malam Mama akan mengajak Fredd ikut serta, lalu pria itu berlagak menjadi Ayah bagi Rachel. Fredd berperan baik dan memposisikan dirinya sebaik mungkin untuk jadi sosok Ayah pengganti Papa.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang