38. Penjelasan masa lalu

47.3K 5K 540
                                    

Sebetulnya Agra tidak tahu pasti kenapa Rachel tiba-tiba berperilaku dingin terhadap Gara. Sudah seminggu sejak Rachel mengatakan hal mampu membuatnya dan Gara terdiam hubungan keduanya memang benar-benar tidak seakrab dulu lagi. Setiap hari Rachel terus bersamanya, bikin satu sekolah kian heboh akan kedekatan mereka belum lagi Agra jadi rajin memasak bekal untuk dimakan Rachel. Untung semasa dia tinggal di Aussie Agra terbiasa masak sendiri jadi dia tak perlu khawatir tentang rasa.

Mungkin Agra bisa saja bertanya langsung ke Rachel mengapa dia bertindak demikian namun dia tidak mau mencampuri urusan Rachel dan Gara. Baginya masalah mereka berdua bukanlah hal yang harus dia urusi juga. Toh, setengah dari alasan yang sebenarnya Agra bisa mengerti kalau Rachel mau melupakan Raga dan serius dengannya. Wajah Gara memang mirip dengan Raga walau tidak seidentik itu, pasti sulit bagi Rachel jika dia mau move on tapi ada Gara disisinya.

"Hei," Rachel tersentak ketika Agra menepuk bahunya pelan, dia bergeser agar lelaki itu bisa duduk di sebelahnya. "Malam ini mau jalan?"

"Ke mana?"

"Ada tempat yang mau lo kunjungi?" tanya balik Agra.

Rachel berpikir sejenak. "Eum... gue mau nonton sih, ada satu film yang udah lama gue tunggu tayang,"

Agra mengangguk paham. "Oke."

"Kita nonton?" tanya Rachel memastikan, melihat Agra mengangguk lantas perempuan itu terpekik girang memeluk Agra spontan. "Makasih, Gra!"

Agra belum terbiasa dengan sentuhan yang diberikan Rachel namun dia berusaha sebisa mungkin nyaman dengan perilaku ini. Lagipula dia juga mencoba serius sama Rachel dan melupakan Angel, percuma dia terus mengingat kesakitan yang telah terjadi. Selang menit berikutnya Rachel mengurai pelukan dia meloncat dan menyusul Vanilla yang memintanya mengajarkan anak jalanan ilmu bela diri, kebetulan Vanilla tahu kalau Rachel dibekali pertahanan diri oleh Raga.

Tak jauh dari tempat Rachel, anak-anak perempuan yang tampak antusias itu duduk rapi, berbaris sambil mendengarkan nyanyian Gara. Saksama mereka menatap Gara penuh minat sambil sesekali tertawa bersama menyambut guyonan Gara. Angel yang ikut membantu Flavian membereskan makanan untuk disantap ramai-ramai pun mengamati Agra dari kejauhan, dia tidak berbicara lagi sama lelaki itu semenjak hubungannya dan Rachel kian dekat.

Tidak ingin membuang waktu, Angel pamit ke Flavian untuk ngobrol sebentar sama Agra. Dia menghampiri lelaki itu, Angel merasa bahwa ini waktu yang tepat baginya menjelaskan semua kesalahpahaman sebab sepertinya Agra memang sudah jatuh hati pada Rachel. Dia mengenal Agra tipikal lelaki yang tidak main-main pada suatu hubungan. Dia akan menjaga dan mempertahankan hubungannya meski ada yang berusaha merusak.

"Gra," Angel menarik napas dalam, dia duduk di tempat Rachel tadi. "Gue nggak tau apakah sekarang waktu yang pas buat gue kasih tau semuanya ke lo atau nggak, gue cuma ingin bebas dan lega tanpa harus terus merasa terbebani atas perasaan bersalah,"

Walau Angel tidak mengatakannya secara terang-terangan Agra bisa langsung mengetahui maksud perempuan itu mendekatinya. Dia menunduk sejenak lalu mengangkat kepalanya lagi, yah, mungkin memang saat inilah Agra harus mulai berbaikkan dengan masa lalu. Jika dia ingin hidup bersama kenangan baru maka dia mesti bisa melepaskan satu-persatu kebencian yang hanya dia ketahui sebelah pihak itu.

"Gue dengerin." sahutnya tenang.

Tidak ada yang lebih menyenangkan dari mendengar bahwa Agra sudah mau menerima penjelasannya. Perempuan itu meremas ujung baju yang dikenakannya kemudian menghela napas pelan. "Gue minta maaf, Gra," cicitnya menerawang. "Dulu, gue yang salah, Gara sama sekali nggak tau apa-apa. Gue menyukai Gara tanpa sepengetahuan lo," meski Agra berusaha bersikap santai nyatanya hati lelaki itu bergetar juga. "Gara selalu ada buat gue, dia menghibur ketika lo terlalu sibuk mengejar nilai. Lo tau, Gra? Kalo lo tanya apakah gue pernah atau bahkan waktu pertama kita pacaran gue suka sama lo atau nggak? Jawaban gue, iya. Gue suka lo, Agra," Angel memutar kepalanya memandang Agra yang bungkam.

"Gue suka lo. Sangat-sangat suka. Tapi, lo egois, lo hanya memikirkan diri lo sendiri tanpa mau tau kesulitan apa yang telah gue alami sendirian. Setiap kita ketemuan, lo nggak pernah benar-benar ada buat gue, seakan kita hanya sebatas status. Nggak lebih dari itu. Seakan hanya gue yang berlebihan dengan berpikir bahwa lo menyukai gue sebesar yang gue kira," terang Angel membuat Agra teringat kembali apa yang telah dia lakukan di masa lalu. "Lo nggak bisa menjaga pacar lo sendiri agar nggak berpaling ke orang lain, lo nggak bisa membahagiakan gue sebagaimana mestinya. Gue tau ini nggak pantas diungkit tapi gue nggak mau hubungan lo sama Rachel gagal kayak kita dulu. Tapi gue rasa kekhawatiran gue nggak akan terjadi karena gue liat lo berubah, gue nggak menemukan Agra cuek, dingin dan egois yang dulu gue temui,"

Sebelum melanjutkan Angel menghirup napas panjang. "Dan, insiden waktu itu... gue duluan yang meluk dan mencium Gara. Kakak lo udah nolak dan menghentikan gue tapi gue nggak mau, karena gue udah terlanjur menyukainya. Bahkan sampai sekarang gue nggak bisa melupakannya sedikitpun," mata Angel berair, ada satu kalimat yang ingin dia katakan namun terasa sulit. Bibir perempuan itu bergetar, sekeras apa pun dia menenangkan diri dia tetap tidak bisa menyembunyikan sesak yang melanda. "Yang lucunya gue baru aja tau kalo Gara menyukai Rachel."

Seperti disambar gledek pada siang bolong tidak ada yang lebih mengejutkan dari pernyataan barusan. Mata Agra terbelalak. "Apa?"

"Gara nolak gue tepat ketika lo memutuskan gue, dia nggak bisa menerima gue. Dia bilang, dia nggak bisa karena lo yang merupakan adiknya adalah orang yang menyayangi gue. Tapi ketika gue masuk SMA dan gue ketemu Gara, gue sadar siapa orang sebenarnya yang ada dibalik alasan tersebut. Dulu mungkin Gara diam karena Rachel dan Raga pacaran tapi semenjak Raga meninggal, gue bisa melihat betapa tulusnya perasaan Gara ke Rachel." ceritanya.

Agra tidak menyahut lagi. Dia sibuk terjun pada pikirannya yang terpecah belah antara kesalahan di masa lalu, perilaku buruknya yang membuat Angel pindah ke lain hati, hubungan baik Gara dan Rachel hingga fakta jika selama ini Gara memendam perasaan pada Rachel yang baru saja mengatakan ingin menjauhinya.

T

Malam hari usai mengantarkan Angel pulang, Gara mampir ke sebuah kafe kecil. Dia ada janji sama Bima—Polisi muda yang sering menahan Rachel di kantor Polisi—pria itu tampak kasual hanya memakai kaos hitam dan celana jins, ditambah kacamata serta topi menutupi rambutnya. Dia memesan segelas kopi, duduk di bagian pojok sendirian.

Ketika Gara datang dan mendekatinya lantas dia melepas topi, Bima menyapa Gara lebih dulu sebelum akhirnya dia menyerahkan amplop cokelat. Gara yang sudah tidak sabaran segera membukanya dan mengeluarkan sejumlah foto-foto tentang kematian Raga setahun silam. Dia sengaja meminta Bima membantunya mengusut kembali diam-diam kematian kakak kembarnya tersebut.

"Ini... apa?"

Bima memajukan tubuhnya, dia menangkap sebuah foto seorang lelaki masuk ke dalam penjara lalu sebelah tangannya lagi potret seorang perempuan yang keluar dari penjara berbarengan dengan lelaki itu. Bima meraba foto yang terhampar di atas meja, dia menyodorkan gambar berisikan laporan pernyataan preman yang menyaksikan kejadian tersebut.

"Di sini mereka menjelaskan kalau pelakunya ada dua orang. Mereka tidak bisa melihat wajahnya karena tertutupi tapi yang pasti salah satu di antara mereka memakai sepatu wanita. Waktu itu kami kesulitan mencari titik temu karena yang kami tahu hanyalah pelakunya dua orang berbeda jenis kelamin, tetapi ada sesuatu yang tidak saya ceritakan ke siapa pun dan baru saya temui akhir minggu lalu," Bima meraih foto lain yang memperlihatkan sebuah benda seperti gelang yang sudah terkena bercak darah. "Di media sosial tersebar foto Raga yang bersimbah darah dan ini," dia menunjuk gelang tersebut. "Gelang kertas yang biasa dipakai oleh para pengunjung lapas melati. Saya sudah memperbesarnya dan mencocokkannya dengan gelang tersebut, ajaibnya mereka memang sama persis. Bahkan ada motif melati di sebelah kirinya,"

Lalu dia kembali kepada foto yang ada di genggaman Gara. "Saya mengintai lapas melati, saya berspekulasi pelakunya ada atau mungkin dia punya urusan di lapas melati. Saya tau ini sangat telat tapi saya berharap bisa menemukannya, ciri-ciri sepatu yang dijelaskan para preman itu memang bersikap umum tapi saya punya firasat kemungkinan pelakunya masih muda," Bima mengelus dagunya pelan. "Dan, mereka, jika kamu perhatikan wanita yang ada di sampingnya itu punya sepatu yang sama persis dengan gambaran ingatan preman."

Gara mengalihkan pandangannya ke sepatu wanita yang ada di foto. Dua orang tersebut tidak terlihat karena menggunakan topi serta kacamata hitam. Tanpa Bima menjelaskan panjang lebar lagi Gara pun paham jika dua orang tersebut punya kemungkinan sebagai pelaku.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang