31. Ajakan golf

44.3K 5.1K 417
                                    

"Lo nggak mau nanya ke gue nih kenapa gue ke sekolah Tara?"

Rachel duduk di sofa, memainkan kakinya yang menginjak lantai. Agra tidak menghiraukan pertanyaan perempuan itu dia sibuk mengetik laporan minggu ini untuk data penghasilan kafe. Rachel lantas mengerutkan keningnya dia merasa seperti berpacaran sama om-om yang gila bekerja.

"Agra!" seru Rachel memberenggut. "Jangan diemin gue dong, ngomong kek sesuatu," gerutunya kemudian bersiap untuk berteriak. "AGRA! AGRA! AGRA!"

"Astaga," Agra mengembuskan napas, dia bersandar ke kepala kursi. "Apa?" tanyanya memandang Rachel datar.

Bibir Rachel melengkung ke bawah. "Kok lo nggak perhatian amat sih jadi cowok? Pas sama Angel jangan-jangan lo giniin dia juga?" tuduh Rachel memicingkan mata.

Agra mengamati tubuh Rachel, dia tidak perlu bertanya sebab sudah tahu. Tara menceritakannya ke Agra dan Gara waktu Rachel masih terlelap, Gara sempat misuh-misuh dia ngeri masalah ini berbuntut panjang maka dari itu dia segera pulang duluan untuk menemui Arga. Setahu Gara, Imelda adalah kekasih Arga. Adiknya yang itu senang sekali bergonta-ganti pacar tapi dia tak menyangka kekasihnya yang sekarang perempuan yang suka mengisengi Tara di sekolah. Di mana letak otak anak itu?

Mata Agra terkunci pada lutut Rachel, meski sudah diobati darahnya masih keluar sedikit-sedikit. Lelaki itu bangkit dari kursinya meninggalkan ruangan membuat Rachel kontan kesal. Dia memaki Agra laki-laki yang tidak punya hati hingga Agra kembali sambil membawa kotak P3K dan langsung berlutut di hadapannya.

"Ini rok yang gue beliin?" Agra mengerutkan kening menunjuk rok di atas lutut yang dikecilkan oleh Rachel.

Perempuan itu mengangguk. "Ya masa gue beli lagi sih?"

"Kenapa dipendekin?"

"Biar trendy! Nggak gaul banget deh,"

Agra membuka kotaknya, mengeluarkan kain kasa serta alkohol. "Lo sekolah, Rachel, bukan pergi ke kelab,"

"Terus apa masalahnya? Gue kan cuma nggak suka tampil sama dengan yang lain,"

"Gue nggak suka," ucap Agra membersihkan luka Rachel lagi, perlahan-lahan agar perempuan itu tidak meringis. "Kaki lo terekspos ke mana-mana. Gue lebih seneng gaya lo yang kemarin waktu kita ke taman,"

Rachel memerhatikan Agra di bawahnya. "Oh, yang pas lo lupa kalo ada gue itu?" sindir Rachel.

Agra menghirup napas. Ya, tidak bisa disalahkan juga karena memang itu kesalahan Agra. "Maaf."

Hanya itu yang dilontarkan Agra tidak ada kata lagi yang keluar. Usai mengolesi obat merah Agra meniupinya, angin yang mengenai lutut Rachel mengalirkan darah mengumpul di atas kepalanya. Wajah Rachel merah padam, dia terpukau sejenak oleh kepedulian Agra yang mengobatinya. Bahkan Agra mengecek apakah ada luka lain atau tidak begitu memastikan semuanya oke Agra segera bangkit.

Namun sebelum Agra keluar untuk menaruk kotak tersebut kembali ke tempatnya Rachel menahan pergelangan Agra. Laki-laki itu menoleh menemukan Rachel tengah memandangnya dengan tatapan berbinar.

"Apa?"

"Eum," detak jantung Rachel seperti orang yang lari marathon, dia mengedipkan matanya cepat. Bingung kenapa dia harus memegang Agra? Takut dicap aneh Rachel pun mengelus perutnya pakai satu tangan lainnya. "Gue laper hehehe."

Agra mendengus geli. Dia melepaskan pegangan Rachel lantas mengacak-acak rambut perempuan itu kemudian mengajaknya turun ke bawah memesan makanan. Sudut bibir Rachel terangkat, ada perasaan senang menyusup tapi secepat mungkin Rachel menyingkirkannya. Tidak, tidak, jangan. Dia tidak boleh goyah. Dia harus ingat kalau Agra adiknya Raga dan dia berpacaran sama Agra atas dasar ancaman Martha.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang