13. Peringatan satu tahun

52.7K 5.4K 336
                                    

Rachel merenggangkan tubuhnya yang lelah namun tidak lama kemudian merosot lagi. Dia mendesah memikirkan kejadian siang tadi di sekolah betapa malunya Rachel setelah Agra secara terang-terangan membalas ucapannya dengan hal yang tak terduga. Agra bahkan tidak tahu siapa nama Rachel seolah mempertegas bahwa keduanya tidak dan Rachel orang yang aneh, memang mereka tidak saling kenal apalagi akrab tapi setidaknya Agra bisa mengatakan hal lain yang lebih baik daripada membuat harga diri Rachel makin terperosok.

Perempuan itu menyulur rokok yang terjepit di antara bibirnya, kini dia sedang berada di restoran rooftop suatu hotel ternama di Jakarta bersama Wanda yang sengaja Rachel telepon untuk menemani. Wanda menuangkan saus cokelat ke atas dessert berbentuk bulat lalu perlahan-lahan pecah dan menampilkan satu kue dengan es krim di dalamnya. Ketika asap rokok tercium Wanda memberenggut.

"Lo ke sini mau makan apa bunuh diri sih?" keluh Wanda.

Walau restorannya terbuka untuk perokok bukan berarti Wanda akan menerima perempuan itu merokok kali ini. Rachel mengembuskan asap ke udara. "Gue stress nih," curahnya.

"Kapan coba lo nggak stress," cibir Wanda.

"Lo tau nggak sih gue baru aja nerjunin harga diri gue?"

Rachel tidak memedulikan tatapan sinis Wanda yang terganggu akan asap rokoknya, mereka memilih duduk di pinggir menghadap langsung ke langit serta jika menoleh ke bawah maka ada banyak benda-benda kecil bergerak atau terjebak di kemacetan ibu kota.

"Sejak kapan lo punya harga diri? Gue kira udah lama nggak ada,"

"Sialan," umpat Rachel. "Gue sedih tau nggak sama anak lo punya nyokap bar-bar dan kasar kayak lo?"

"Pas lo ulang tahun perlu gue beliin kaca segede layar bioskop?" Rachel menanggapi sindiran Wanda dengan dengusan. "Kalo lo mau cerita matiin rokoknya, tapi kalo emang pengin mati jangan ngajak gue seharusnya."

Malas berdebat lebih jauh lagi dengan Wanda, Rachel menekan depan rokok yang dia bakar hingga tidak lagi bisa digunakan lantas membuangnya asal ke bawah meja, dia meminta sedikit makanan Wanda sambil mulai menceritakan apa yang tengah mengusiknya. Kemeja hitam yang dia kenakan berterbangan akibat angin malam yang berembus menampilkan baju abu-abu polos pas badan yang membalutnya, tak lupa Rachel juga memakai ripped jeans kesayangannya dibalut sneaker putih untuk kedua kaki. Dandanan Rachel tidak terlalu menor, dia cenderung natural tapi punya ciri khas pada lipstik merahnya.

Usai mendengar seluruh cerita, Wanda sontak terbahak-bahak. Baru pertama kali dia mengetahui Rachel yang selama ini terkenal tidak punya rasa takut pada apa pun baru diancam sedikit saja sudah menciut. Wanda menggelengkan kepalanya saat bagian Rachel ditolak sama Agra di depan umum.

"Gue nggak yakin lo nembak dia cuma karena ancaman Martha, pasti lo juga nyimpen rasa sama tu cowok," komentar Wanda mengelap air mata yang jatuh dari sudut matanya.

Rachel bergidik. "Gila lo, gue emang jomblo tapi mana mungkin gue naksir cowok aneh begitu,"

"Ah, masa?" Wanda menggoda Rachel, menaikturunkan alisnya jenaka. "Kemarin gue tawarin kenalan sama temen gue ganteng lo nggak mau,"

"Semua kenalan cowok lo itu nggak ada yang bener!" gerutu Rachel. "Terakhir kali lo kenalin gue dan gue pacaran, nyaris virgin gue ilang!"

Mengingat itu Wanda jadi tertawa. "Sori, sori, kalo yang itu gue beneran nggak tau aslinya gimana. Tapi yang ini beneran baik, temen gue waktu kuliah hahahaha." Wanda tidak bisa berhenti menertawakan Rachel.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang